Chereads / Mendadak Vokalis / Chapter 9 - Ultrasonogram

Chapter 9 - Ultrasonogram

Kamila membawa Reino ke rumah sakit malam itu sehingga Raisa dapat bertemu dengan adiknya. Raisa juga ternyata tidak ingat akan Kamila.

Keesokan harinya, Demas masih memilih menemani Raisa di rumah sakit daripada pergi ke sekolah. Perawat memberitahukan bahwa hari ini dokter kandungan akan memeriksa kehamilan Raisa.

Demas terlihat sangat bersemangat sekaligus gembira. Segala permasalahan seperti kemungkinan posisinya sebagai vokalis akan digantikan di band D'Jagoan, permasalahan di sekolah, dan berbagai gosip di surat kabar tampaknya bukan menjadi masalah untuk saat ini.

Demas menggenggam erat jemari Raisa ketika dokter mulai melakukan ultrasonogram, ia tersenyum lebar ketika mendengar detak jantung calon bayinya yang cepat dan kuat.

"Calon bayi kalian, ukurannya sedikit lebih kecil dari yang seharusnya, tetapi dari detak jantungnya terdengar kuat dan sehat." Dokter tersenyum. "Kami akan selalu memantau perkembangan janin sampai Raisa diizinkan keluar dari rumah sakit." Dokter menjelaskan kembali.

Raisa dan Demas mampir ke ruang ICU untuk mengecek keadaan Rangga yang stabil tapi masih koma. Dalam hati Demas mulai khawatir karena ia belum mendengar Rangga di kepalanya, walau begitu ia harus mengakui bahwa ia bisa ada disini menemani Raisa.

Demas duduk menunggui Raisa yang sedang menonton televisi. Raisa merenggut ketika berita tentang Demas yang digantikan Raditya muncul di televisi.

"Kamu, dikeluarkan dari band?"

Demas melihat ke televisi dan kemudian kembali fokus ke telepon genggamnya dan melepas earbud dari telinganya. "Itu cuma gosip, mereka ngasih waktu aku untuk istirahat. Hiatus." Demas tersenyum dan duduk di sebelah Raisa.

"Coba denger deh, Rai." Demas tersenyum bangga, "aku bikin beat dari detak jantung anak kita. Sedikit melodi dan nanti aku tinggal bikin liriknya."

Raisa tersenyum menatap Demas, "ini bagus banget, Dem!"

Demas mengangguk senang, "karena, kalian adalah sumber inspirasiku." Demas mencium kening Raisa lembut.

"Demas, beberapa bulan lagi, aku harus mulai kuliah ke Singapur." Raisa menatap Demas ragu, "kamu bagaimana?"

Demas menatap Raisa, "kamu tetap akan pergi ke Singapura?"

Raisa menatap Demas kembali, "apa kita pernah membicarakan hal ini sebelum aku jatuh koma?"

Demas merasa galau. Ya. Mereka pernah membicarakan hal ini. Bahkan sebenarnya, Demas dengan sengaja meniduri Raisa waktu itu di Bali dengan harapan ia hamil dan akan melupakan rencananya untuk berkuliah ke Singapura. Tinggal di Indonesia bersama Demas, menemaninya mengejar karir sebagai penyanyi.

Raisa mengangguk.

Demas menatap Raisa, "waktu itu, kamu bilang akan berkuliah di Jakarta, jadi aku tetap bisa berkarir sebagai penyayi dan kita tetap bisa menjadi keluarga yang utuh."

Demas mungkin seorang penyanyi muda berbakat yang hebat, tetapi ia bukan aktor yang hebat. Raisa mencurigai kebohongan Demas.

Raisa mengkerutkan keningnya dan memperhatikan Demas dengan seksama. Demas yang merasa kebohongannya ketahuan mulai merasa tidak nyaman.

"Aku keluar du ya, Babe. Beli camilan, kamu mau sesuatu? Ngidam begitu?"

Raisa semakin merasa curiga dan menggelengkan kepalanya.

Demas bergegas keluar kamar dan mendadak merasa kepalanya berkunang-kunang dan sangat haus. Ia segera berjalan ke kantin rumah sakit dan membeli minum. Ia membeli dua botol air mineral dan menghabiskannya dengan segera.

Rangga mendadak kembali ke tubuh Demas. Ia menatap sekelilingnya dengan bingung.

"Demas?" Rangga berbisik pelan. "Demas, elu disini?"

Ujarnya Demas kesal.

Rangga yang sudah merasakan ruangan gelap tempat Demas sekarang berada, merasa prihatin dan simpati dengan keadaan Demas. "Sorry, gue tahu sekarang tempat elu berada selama ini."

Demas mendesah kesal.

"Kenapa kita mendadak tukar posisi setiap elu ada di dekar Raisa ya?" tanya Rangga bingung.

Ujar Demas dengan nada geram.

"Oke... Sekarang gue percaya kalau elu emang benar-benar mencintai Raisa." Rangga membeli minuman kembali, ia masih merasa haus.

Setiap mereka berganti posisi, tubuh Demas akan mengalami dehidrasi dan kehausan. Karena itu ia akan merasa pusing dan berkunang-kunang ketika Rangga kembali ke tubuh Demas.

"Kenapa elu enggak latihan band?" tanya Rangga bingung. "Kita belum menyerah dari vokalis baru itu kan?"

Ujar Demas santai.

"Kenapa gue jadi ear worm gini ya? ini lagu dari D'Jagoan ya?" tanya Rangga mulai menyenandungkan beat yang baru dibuat Demas, "dum...dum...dum..."

Suara Demas terdengar hangat. Ia terdengar tenang dan bahagia.

Rangga tersenyum, "Gue seneng calon cucu gue sehat. Tapi kalau setiap elu di dekat Raisa, kita tukar posisi. Berarti gue gak bisa ketemu Raisa dong."

Rangga merasakan telepon genggamnya berbunyi, terlihat nama Raisa.

"Demas! Demas! Kamu dimana?" Tanya Raisa terdengar panik, "aku pendarahan, aku udah panggil perawat, tapi belum ada yang datang."

"Eh.... Bapak segera kesana ya Rai! Kamu tenang."

Demas yang mendengar perkataan Raisa segera terdiam, sementara Rangga berlari menuju kamar Raisa dirawat.

Raisa menangis sendirian di tempat tidurnya, perawat masih belum tiba.

Demas berhasil kembali ke tubuhnya dan Rangga terkurung di tempat gelap kembali.

"Rai! Babe" Demas memeluk tubuh Raisa, ia melihat noda darah di kasur Raisa.

"Setelah kamu pergi, perut aku mendadak keram dan aku berdarah." Tangis Raisa, "aku takut."

Demas masih memeluk Raisa, "enggak apa-apa, Babe. Kamu tenang ya."

Perawat datang beberapa menit kemudian, "Sus, Raisa pendarahan!" Demas hampir berteriak kepada perawat.

Perawat mengangguk mengerti, "kita bawa ke ruang gawt darurat ya, saya ambil kasur dorong dulu." Ia keluar dan tiba beberapa menit kemudian dengan kasur dorong.

Darah yang keluar dari tubuh Raisa semakin banyak dan ia kehilangan kesadarannya.

"Rai...Raisa!" Demas menepuk pipi Raisa berusaha menyadarkannya. Demas segera memindahkan Raisa ke kasur dorong, dan membantu para perawat mendorong kasur dorong tersebut ke ruang gawat darurat.

Demas membiarkan perawat dan dokter bertugas menangani dan menstabilkan Raisa.

Rangga kembali berhasil menguasai tubuh Demas. Ia berdiri dan membeli minum di mesin otomatis dan segera menegak minumannya agar ia tidak dehidrasi.

Rangga dapat merasakan bahwa Demas sedang merasa khawatir.

"Raisa, akan baik-baik saja. Ia gadis yang kuat."

Demas merasa sedih dan ketakutan.

Rangga yang mendengar pengakuan Demas, memandang pantulan wajah Demas dari mesin penjual minuman otomati.

"Kamu tahukan kalau tindakan kamu dikategorikan perkosaan?" Ujar Rangga emosi.