Rangga akhirnya kembali ke tubuh Demas. Ketika ia berada di tubuh Demas, ia sadar bahwa ia sedang berada di dalam sebuah taksi. Rangga menatap si sopir taksi dengan kebingungan, karena Demas-lah yang mengendalikan tubuh tersebut hingga di dalam taksi.
"Ini kita mau kemana ya, Pak." Rangga bertanya bingung dari kursi belakang.
Demas yang menyetop taksi dan meminta taksi mengantarkannya ke Gelora Bung Karno, tempat diadakannya Konser D'Jagoan.
Setibanya di tempat konser, Rangga berjalan ke belakang panggung. Saat itu seluruh anggota band dan Raditya sedang beristirahat sejenak sebelum memasuki lagu berikutnya lima menit kemudian.
"Rangga!" Nuno, Jimmy, Anton, dan Tommy berteriak hampir bersamaan dan memeluk Rangga.
Jimmy menepuk pundak Rangga, "terima kasih ya, Bro. Masih bersedia datang ke konser kita!"
Rangga tersenyum, "jelas gue datang lah! Gue kan masih anggota band D'Jagoan!"
Raditya tersenyum menatap Rangga, ia menyodorkan sebuah mikrofon, "mikrofon ini punya elu."
Rangga tersenyum dan mengangguk, ia meraih mikrofon tersebut. "Teman-teman, gue punya lagu baru."
Setelah melakukan pengarahan singkat atas lagu yang dibuatnya beat dan melodinya oleh Demas, dan kemudian Rangga menciptakan liriknya, mereka berjalan bersama ke arah panggung dengan Raditya di belakangnya dan diikuti oleh Nuno, Anton, Jimmy, dan Tommy.
Para penonton sebagian bersorak bahagia sebagian mengatakan "hu...." tidak senang dengan kehadiran Rangga.
Rangga berdiri di tengah panggung di paling depan. Raditya mengambil posisi di keyboard midi dan grand piano. Hanya dalam kurang dari lima menit, Rangga dan Raditya mengaransemen musik yang dibuat Demas.
"Squad!" Rangga memanggil para penggemarnya. "Tahun ini, adalah tahun yang berat buat gue. Gue dapet kesempatan kedua untuk jadi manusia yang lebih baik. Kesempatan mencintai gadis yang gue cintai," Ia mewakili Demas untuk berbicara, "dengan cinta yang lebih besar. Dengan cinta tersebut, kami hampir menghasilkan buah cinta." Rangga berhenti sesaat.
"Tetapi, sekarang buah cinta kami, sudah menjadi malaikat kecil yang akan tumbuh dan menunggu saya dan gadis yang saya cintai, Raisa, di surga."
Ia menghela nafas, Rangga dapat merasakan bahwa Demas ingin menangis.
"Ini adalah sebuah kenangan kecil yang ditinggalkan oleh malaikat kecil kami." Rangga tersenyum, "Malaikatku, ciptaan Demas Ranggasta."
Raditya memulai beat dari keyboard midi-nya, setelah membuat beat loop, ia mulai memimpin dengan permainan dari grand piano dan anggota band mulai memainkan alat musiknya.
Rangga mulai bernyanyi.
[Hai Mailakat kecil, terima kasih sudah datang.]
[Memberikan kami harapan dan kabahagiaan.]
[Walau cuma sesaat, kami takkan melupakanmu.]
[Kau kecil dan mungil, pergi tanpa menikmati hangatnya sinar mentari.]
[Tetapi kenangan akan mu akan menjadi mentari di hidup kami, selamanya.]
[Menghangatkan hati kami, yang beku karena duniawi.]
Rangga terus bernyanyi dan The Squad, sebutan bagi para penggemar D'Jagoan mendengarkan dengan seksama. The Squad sekarang mengerti besarnya cinta Demas pada Raisa dan juga pada bayi yang pernah singgah di kandungan Raisa.
The Squad mulai menyalakan lampu senter di telepon genggam mereka untuk mengenang malaikat kecil Demas dan Raisa.
Riuh tepuk tangan memenuhi Gelora Bung Karno, The Squad mulai meneriakkan 'we love you Demas, we love you D'Jagoan, D'Jagoan forever,' dan berbagai jargon lainnya.
Rangga tersenyum bangga, ia telah berhasil meraih impian masa mudanya menjadi seorang vokalis.
Ia kemudianberjalan ke belakang untuk memeluk seluruh anggota bandnya, tetapi kakinya tersangkut kabel dan ia terjatuh, menabrak grand piano yang dimainka oleh Radit sebelumnya.
Rangga pingsan.
***
Rangga membuka matanya. Ia terbangun di ruang ICU, di tubuhnya sendiri. Ia menggerakan jemarinya. Ia tersenyum saat ia sadar ia tidak bermimpi, ia benar-benar sudah berada di tubuhnya.
Ia kemudian teringat akan Demas, bagaimanapun, ia tidak ingin Demas mati. Mungkin sedikit terluka, mengingat pengakuan Demas yang dengan sengaja memasukkan obat perangsang ke minuman Raisa. Tetapi ia tidak mau hal buruk terjadi pada pemuda itu karena ia tahu Raisa sangat mencintai Demas.
Perawat dan dokter jaga segera memeriksan keadaan Rangga. Ia masih lemah dan memerlukan fisioterapi, tetapi kondisi kesehatannya baik-baik saja.
Dokter memaksanya tinggal di ICU semalam lagi dalam masa observasi, sebelum ia dipindahkan ke ruang rawat inap.
***
Demas terbangun di belakang panggung, beberapa petugas medis berusaha menstabilkan kondisinya dan memberinya oksigen. Kepala Demas yang menabrak piano tampak menonjol kebiruan karena benjol.
Seluruh anggota band sudah kembali ke atas panggung untuk melanjutkan konser. Demas yang sudah merasa lebih baik, pamit kepada staf dan petugas medis untuk kembali ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Demas diam-diam masuk ke ruang ICU. Ia menatap Rangga yang masih terbaring di tempat tidur dengan lega.
"Aku masih hidup." Ujar Rangga yang ternyata menyadari kehadiran Demas.
Mata Demas membelalak lebar, "elu udah bangun?"
Rangga tersenyum pada Demas, "elu harus panggil gue Bapak sekarang."
Demas menggaruk kepala, "soal Raisa, maafkan aku. Aku tidak punya ide lain untuk membuatnya tinggal."
Rangga duduk dan menatap Demas dengan tajam, "aku memaafkanmu, setelah beberapa hari ini, aku sadar kalau kamu benar-benar tulus mencintai Raisa."
Demas mengangguk, "aku berjanji akan menjaganya."
Rangga mengangguk mengerti, "kalian masih sangat muda. Aku memaklumi keputusan kalian kawin lari seperti ini. Walau itu salah."
Demas menatap Rangga, ia merasa bersalah.
"Aku sangat ingin menemani Raisa berjalan di altar, mengantarkannya padamu."
Demas tersenyum kecil.
"Aku ingin meminta kalian mengejar impian kalian dahulu. Biarkan Raisa berkuliah, dan kau mengejar karir sebagai penyanyi."
Demas menatap Rangga, tampak sedih dan kecewa.
"Kalian harus mengejar impian kalian dahulu, baru kalian dapat berubah tangga dengan tenang."
Demas mengangguk mengerti, "aku mengerti kekhawatiranmu, tapi aku dan Raisa sudah berusia 18 tahun. Aku rasa kami sudah dewasa dan berhak menentukan jalan kami sendiri."
Rangga tersenyum dan mengangguk, "bicarakanlah dengan Raisa. Aku percaya pada kalian berdua. Kalian sudah berusia 18 tahun." Rangga kembali berbaring ke tempat tidur.
Demas berjalan keluar ruang ICU.
"Demas." Panggil Rangga lagi, "terima kasih. Sudah memberikanku kesempatan untuk bernyanyi di panggung."
Demas tersenyum, "menyenangkan kan?"
Rangga tersenyum, "ya. Terima kasih. Oleh karena itu, kau juga harus mengejar mimpimu sementara Raisa mengejar mimpinya."
Demas kembali ke kamar tempat Raisa dirawat. Ia tersenyum dan mencium Raisa yang sudah tertidur. Raisa membuka matanya sebentar dan bergeser agar Demas dapat bergabung dengannya di tempat tidur.
"Bagaimana konsernya?" Tanya Raisa tanpa membuka matanya, ia meletakkan wajahnya di ceruk leher Demas.
Demas menutup matanya berusaha tidur, "menyenangkan." Jawabnya pendek. "Rai, I love you."
Raisa tersenyum, "I love you more "
Demas memainkan rambut Raisa dengan lembut, "let's agree to not agree."
Mereka berdua tertidur beberapa menit kemudian.