Collin Howthorn memimpin perusahaan desain yang cukup sukses di New York. Berawal dari kerja sama dengan sesama alumnus Stanford, Collin membangun usahanya. Ia memang tidak perlu terlalu bersusah payah karena dirinya merupakan salah satu putra pengusaha kaya, Alex Howthorn.
Hari ini masa keberuntungan Collin tiba saat ia mendapatkan kesempatan untuk bisa bertemu dengan Sophie Marigold, mantan kekasihnya di kampus sekaligus yang ia khianati karena ia menikah dengan Angelica.
"Collin?" sebut Sophie pada Collin yang tersenyum hangat padanya. Collin begitu bahagia karena akhirnya takdir mempertemukannya dengan Sophie tanpa harus memaksa seperti beberapa hari lalu.
"Uhm, Nona Marigold ... Tuan Howthorn adalah salah satu perancang dari galeri ini dan dia akan bekerja sama dengan kita. Aku sudah melihat portofolio perusahaannya dan ..." Manajer itu terus mengoceh di samping Sophie.
"Aku tahu!" potong Sophie dengan cepat. Manajer itu pun diam lalu melirik pada Collin yang terus memandangi Sophie. Sophie tidak menunjukkan raut ramah sama sekali. Baginya Collin adalah seorang pengkhianat dan penipu cinta.
"Kalau begitu kita bisa mendiskusikan ini jauh lebih baik bukan?" sahut Manajer itu kembali menimpali. Collin tersenyum pada manajer tersebut lalu mengangguk.
"Tentu saja. Di mana kami bisa berdiskusi? Aku sangat menantikan kesempatan ini," ujar Collin menimpali. Manajer itu pun mengangguk. Sementara Sophie memilih untuk tidak bicara apa pun sama sekali.
Keduanya kemudian bertemu di ruang rapat. Sophie yang bertindak sebagai kepala divisi design terpaksa harus berdiskusi dengan melibatkan Collin. Tidak jarang, Collin kerap kali mencuri pandang pada Sophie yang begitu percaya diri dengan kemampuannya. Sophie memang pintar dan cerdas sehingga Collin bisa dengan mudah makin kagum padanya.
"Kalau sudah disepakati, maka aku rasa Howthorn Design and Construction bisa memulai pekerjaannya," ujar manajer galeri pada Collin. Collin tersenyum dan mengangguk.
"Aku akan segera mengirimkan cetak biru desainnya. Aku harap kita bisa lebih sering berdiskusi, Nona Sophie!" ujar Collin menatap Sophie. Sophie memilih untuk tidak menjawab sekaligus mengabaikan Collin.
Sophie memilih untuk membereskan barang-barangnya dan beranjak dari ruangan tersebut untuk mengakhiri pertemuan itu.
"Selamat siang!" ucap Sophie singkat.
"Selamat siang, Nona Marigold!" Sophie pun memilih berbalik untuk keluar dari ruangan tersebut. Tak ayal, Collin pun mengikutinya.
"Sophie ..."
SUPERHART TECH
Cass masih asyik mendesain mesin terbaru yang akan diproduksi untuk salah satu tim balap di ajang formula satu musim depan. Jika sudah seperti ini maka Cass akan betah berada di sana berjam-jam tanpa peduli siapa pun yang akan menghubunginya.
Namun tidak dengan panggilan dari Angelica. Cass akan bersedia mengangkat panggilan itu jam berapa saja.
"Aku senang kamu menghubungiku," ujar Cass sambil tersenyum. Ia memasang earbuds agar lebih mudah berkomunikasi dengan Angelica sambil bekerja.
"Apa kamu sibuk?"
"Yah, aku sedang bekerja seperti biasanya." Cass menjawab dengan tangannya masih bergerak di sebuah layar tab khusus dan matanya masih mengarah pada layar komputer lebar di depannya.
"Maafkan aku, Cass. Tapi aku butuh bantuanmu ..." ujar Angelica berhasil membuat Cass meletakkan penanya.
"Apa yang terjadi Angelica? Apa kamu baik-baik saja?" Cass balik bertanya dengan nada cemas. Angelica tiba-tiba seperti terisak dan Cass jadi makin mengernyitkan keningnya.
"Aku tidak tahu harus bercerita pada siapa ..."
"Ceritakan padaku ada apa?" desak Cass makin khawatir.
"Suamiku ... Collin datang menemui wanita itu hari ini." Cass menarik napas panjang dengan raut wajah yang berubah jadi lebih tegang.
"Bagaimana kamu tahu jika suamimu bertemu dengan Sophie hari ini?"
"Aku meneleponnya dan ponselnya mati. Aku menghubungi kantornya dan sekretarisnya mengatakan jika dia sedang pergi menemui Sophie Marigold di kantornya." Cass makin merasa tidak nyaman. Tidak hanya karena Angelica jadi makin terluka karena Sophie tapi juga karena sikap keras kepala Sophie yang tidak mau menurut sama sekali padanya.
"Aku tahu mereka pasti akan kembali bersama suatu hari, Cass ..." Angelica makin terisak menangis.
"Tenanglah, Angelica! Itu tidak akan terjadi ..." tukas Cass mencoba menenangkan Angelica.
"Aku tidak bisa tenang sampai wanita itu menjauh dari Suamiku, Cass! Dia akan merebut Collin dan meninggalkanku yang sedang hamil." Cass menghela napas berat lalu mengurut keningnya. Ia benar-benar mulai terdesak dan bingung. Di satu sisi ia tidak ingin melihat Angelica menderita karena pernikahannya tapi di sisi lain, ia ingin membawa Angelica pergi sejauh mungkin.
"Angelica ..."
"Cass, tolong aku! Hanya kamu yang bisa membantuku. Kamu sudah berjanji akan menjauhkan wanita itu dari Collin bukan?" Cass menelan ludahnya. Ia terdesak dan mulai terjebak pada keadaan.
"Iya, iya ... aku sudah berjanji dan aku akan melakukannya. Aku mohon jangan menangis, kamu sedang hamil, Angelica. Aku tidak ingin kamu jadi stres lalu sakit. Aku akan melakukan apa pun untukmu, percayalah," bujuk Cass dengan suaranya yang lembut.
"Benarkah?" Angelica membalas lembut dengan isaknya yang terdengar. Cass tersenyum tipis dan getir.
"Iya, aku akan melakukannya. Kamu jangan khawatir ya?" Cass masih terus berusaha membujuk Angelica agar bisa tenang.
"Aku akan tenang jika kamu yang bersedia membantuku, Cass. Terima kasih ... kamu adalah pria terbaik yang pernah aku temui dalam hidupku," ujar Angelica menjerat Cass dalam bujukannya. Cass tersenyum dan kembali berjanji.
Usai dihubungi oleh Angelica, Cass mematikan peralatannya. Ia harus mencegah Sophie kembali berhubungan dengan Cass. Jadi Cass berupaya untuk menyusul keduanya ke tempat yang dimaksudkan oleh Angelica. Cass seperti tengah berada di dalam mantra untuk melakukan yang diinginkan oleh Angelica sekalipun itu tidak masuk akal sama sekali.