Semuanya menoleh ke arah pintu, memang benar pintu itu terlihat roboh seperti didobrak. Tapi Roy memilih tidak percaya dengan yang Ucup katakan.
"Gue nggak bakalan percaya sama lo. Lo mau celakai dia karena dia dekat sama gue, kan?" Tanya Roy.
"Terserah lo mau percaya atau nggak. Masalah yang dulu gue maemang ngaku salah, tapi apa yang pernah gue katakan sama lo gue bakal lakuin," jawab Ucup mengerti apa maksud dari Roy.
"Dasar brengsek, janagan pernah lo salahin Rara. Itu semua salah lo, ngerti?"
"Lo lupa gara-gara lo dia juga koma sampai sekarang, bukan hanya gue yang terlibat, tapi lo juga, berengsek!"
Roy mengepalkan tangan hendak memberikan pukulan, tapi Fadli dan Riko mencegah. "Nggak ada gunanya lob ladenin dia, mending kita bawa Amanda ke rumah sakit sekarang!" Ujar Nabila.
Langkah Roy terhenti sejenak lalu menatap Amanda yang masih tak sadarkan diri di pangkuan Nabila dan Irma, darah di dahiya masih terlihat segar.
"Urusan kita belum selesai. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Amanda, lo bakalan habis di tangan gue, ngerti?!" Ancam Roy menunjuk wajah Ucup, entah dendam apa yang ada di hati mereka.
"Dengan senang hati gue bakalan terima tangan lo lagi, " ucap Ucup tersenyum licik.
"Lo memang berengsek, Andi!"
Senyum Ucup tiba-tiba memudar ketika nama aslinya Roy sebut. Cowok itu mengepalkan tangannya sangat kuat.
"Setelah sekian lama lo baru panggil gue dengan nama itu. Nama gue Ucup, bukan Andi, berengsek!!!"
Roy tidak perduli dengan ucapn Ucup, yang penting sekarang adalah kondisi Amnada dia menghampiri Amanda yang masih pingsan lalu berjongkok menelusupkan tangan ke leher dan mengangkat tubuhnya.
"Fadli, lo bawa mobil gue, biar gue gendong Amanda sampai ke depan," titah Roy, Fadli berlari mengambil mobil.
Dua langkah saat meninggalkan mobil itu, Ucup kembali bersuara membuat Roy berhenti.
"Gue bakalan lakuin apapun demi dia."
Roy memilih melanjutkan langkah dan mengenyahkan ucapan Ucup dari pikirannya.
Ucapan Ucup alias Andi masih teringat jelas. Roy mencoba menerka apa yang dimaksud Ucup.
"Gue bakalan lakuin apa pun demi dia."
Kata-kata itu masih terngiang di kepalanya. Roy melirik Amanda di belakang yang diapit Nabila dan Irma. Fadli menyetir sementara Riko membawa mobil Amanda.
"Gue rasa Ucup dalang di balik ini," kata Nabila menyimpulkan pasti ini ulah Ucup.
"Kita nggak punya bukti, Nab," ujar Irma.
"Gimana Ucup tahu kalau Amanda ada di dalam? Ucapannya tadi bisa saja akal-akalan dia, kan?" Balas Nabila.
"Tapi dari raut wajahnya gue tahu kalau dia serius," kali ini Fadli ikut bersuara, sementara Roy hanya diam memikirkan ucapan Ucup.
"Dia dalang di balik masalah yang membuat Rara komal, Fad, pasti dia mau membalas dendam ke cewek yang dekat sama Roy," ucap Nabila emosi.
"Apa yang lo katakan ada benarnya juga, Nab. Tapi lebih baik kita tunggu penjelasan dari Amanda soal siapa pelaku sebenarnya," sela Roy mencoba menenangkan mereka.
Roy tahu kalau Nabila sangat khwatir dengan keadaan Amanda. Tapi Roy lebih khwatir, bagaimana kalau keadaan Amanda sekarang tidak membuat keluarganya merasa iba. Apakah dengan melihat keadaan Amanda sekarang mereka bisa menyayangi Amanda lagi? Atau justru mereka hanya terlihat biasa saja?
Da, gue harap keluarga lo lebih care lagi sama mereka tahu keadaan lo sekarang walupun nantinya mereka terlihat biasa saja, gue bisa lebih care lagi, kok, sama lo karena gue sayang sama lo, walaupun kita baru kenal. Gue nggak akan biarin siapa pun sakiti lo lagi, gue bakalan buat perhitungan ke orang yang udah buat lo jadi gini, batin Roy.
Amanda perlahan mulai sadar. Dia ingin memegang kepalanya yang terasa sakit. Tapi ada sesuatu yang menahan tangannya. Dia menoleh dan baru sadar bahwa seseorang tertidur sambil memegang tangannya erat. Orang itu adalah Roy, cowok itu tertidur dengan posisi duduk, kepalanya berada dekat perut Amanda. Gadis itu mengangkat tangan kanannya mengusap lembut rambut Roy. Mengamati wajah Roy yang tertidur seperti bayi yang sangat polos.
"Dasar cowok nyebelin." Ucapnya sambil tersenyum menyentuh alis, wajah, dan terakhir bibir Roy yang agak pink. " Tapi lo ganteng." Lanjutnya.
Eh, kok, gue puji dia, sih?! Batin Roy hendak menarik tngannya.
"Gue tahu, kok, kalau gue ganteng. Nggak usah curi kesempatan saat gue tidur," ujar Roy lalu menatap Amanda.
Amanda terkejut ternyata dia membuat Roy bangun. Buru-buru Amanda menarik tangannya dan memalingkan wajah ke samping karena malu terperegok. "Si-siapa juga yang bilang lo ganteng.
"Nggak usah ngelak, jelas-jelas gue dengar tadi. Nih, gue udah bangun, lo bisa pandangi wajah gue sepuasnya," goda Roy, membuat Amanda malu.
"Apaan, sih." Amanda menatap Roy yang tengah cekikikan.
"Cie, malu. Cieee. Udah ketangkap basah masih aja ngelak." Roy terkekeh.
"Roy, ih, nyebelin banget sih!!!" Amanda hendak menjitak kepala Roy namun ditahan.
" Jangan marah, nanti cantiknya hilang," Roy mendekat lalu mngusap pipi Amanda dengan lembut.
Amanda yang di perlakukan seperti itu merasa napasnya tercekat. Seolah ada yang menyengat tubuh Amanda saat Roy menyentuhnya.
"Dasar gombal," ucap Amanda berusaha menepis kegugupannya.
"Gue nggak gombal, gue salut sama lo, lo cewek yang kuat, lo cantik dan pintar, lo baik meskipun galak dan judes, lo nggak mau nyusahin orang lo tampak bahagia di luar, tapu di dalam nggak," ucap Roy serius.
"Jangan puji gue berlebihan," balas Amanda.
"Gue nggak puji lo, tapi ini fakta dari apa yang gue lihat, da. Dan cowok yang udah sia-siakan lo bodoh banget."
"Dia nggak terlalu berengsek, dia tahu dia sembunyiin sesuatu dari gue saat mereka berdua mengkhianati gue." Amanda mencoba mempercayai ucapan Rendy beberapa hari yang lalu saat di halte.
Kebohongan yang membuat Amanda penasaran tentang Tika, dan asasan Rendy melakukan itu dengan terpaksa.
"Semua cowok bahkan suka sama lo, da, tapi lo nggak sadar," kata Roy.
"Apa cowok itu termasuk lo juga?' tanya Amanda memberanikan diri. Entah apa yang dipikirkan Amanda hingga keceplosan menayakan itu terhadap Roy. Dia berharap kalau cowok itu menyukainya. Jantung Roy berdegup kencang saat pertanyaan Amanda begitu menohok di hatinya. Roy tak tahu harus menjawab Apa.
"Gu-gue... Kita, kan, teman, ya, jelas gue suka sama lo, lah," senyum Roy menutupi kegugupannya.
Hanya teman, Da, nggak lebih, batin Amanda merasa kecewa.
Gue takut, da, kalau sampai gue jatuh cinta sama lo jujur, pertama kali kita ketemu gue merasa ada yang aneh sama perasaan gue, selama di dekat lo gue nyaman. Tapi gue nggak mau kalau rasa nyaman gue adalah rasa cinta gie ke elo, gue takut, lirih Roy dalam hati.