"Ada apa?" tanya Camelia kepada Cornelius.
"Ikut saja denganku," jawab Cornelius lalu dia memegang tangan Camelia dan berjalan menuju ruang perawatan ibunya Camelia.
Camelia merasakan ada sesuatu yang akan terjadi tetapi dia tidak tahu apa hal itu, dia merasa takut akan sesuatu yang membuatnya kehilangan. Dia terus berjalan berdampingan dengan Cornelius dan dia melihat tangannya selalu dipegang erat oleh Cornelius.
Dia menghentikan langkahnya saat sudah berada di depan ruang perawatan sang ibu, dia mendengar suara seseorang yang sedang berbicara. Camelia membuka pintu ruang perawatan sang ibu dan dia pun berjalan masuk bersama dengan Cornelius.
"Akhiri hubungan kalian sekarang juga," ucap seseorang dengan begitu tegas saat orang itu melihat kedatangan Camelia dan Cornelius.
"Tidak. Aku tidak akan mengakhirnya karena aku sangat mencintainya. Apakah Ayah terpengaruh dengan ucapan wanita tua itu?" Cornelius menimpali sang ayah lalu dia balik bertanya kepada sang ayah.
Cornelius sudah berusaha untuk meyakinkan sang ayah jika Camelia bukan wanita yang hanya mengejar uang semata. Dia yakin jika Camelia adalah wanita yang mencintainya dan tidak memandang uang sebagai alasan untuk jatuh cinta kepadanya karena dia sudah bisa melihat semua itu dari sikapnya selama mereka berdua berhubungan dekat.
Perjuangan Cornelius selama dua hari meyakinkan sang ayah berhasil tetapi sang ayah ingin bertemu dengan ibunya Camelia karena ingin mendengar dan melihat sendiri bagaimana sifat ibu dan putrinya. Sehingga Cornelius pun mengizinkan sang ayah untuk menemui ibunya Camelia di rumah sakit.
"Apa yang dia katakan benar. Kalian berdua harus segera memutuskan hubungan yang sama sekali tidak boleh terjadi," sambung sang ibu yang menyetujui apa yang dikatakan oleh ayahnya Cornelius.
"Mengapa, Bu? Apa alasannya? Apakah karena kita miskin dan dia orang kaya?" Camelia bertanya kepada sang ibu.
Sang ibu tidak menjawab pertanyaan Camelia dan dia hanya diam sembari menatap Cornelius. Dia tidak bisa lagi mengatakan apa-apa karena dia sendiri masih syok dengan apa yang baru didengarnya.
"Jelaskan kepadaku, Ayah? Mengapa Ayah menjadi pria yang tidak bisa menepati janji? Bukankah Ayah selalu mengatakan jika pria bertanggung jawab adalah pria yang selalu memenuhi janjinya meski itu akan terasa sulit," Cornelius kembali bertanya kepada sang ayah.
Cornelius tidak bisa menerima apa yang sudah sang ayah katakan tadi yang memintanya untuk mengakhiri hubungan percintaannya bersama dengan Camelia. Dia begitu mencintai Camelia dan tidak akan pernah berhenti mencintainya dan dia akan terus berjuang untuk bersatu hingga mau memisahkan mereka berdua.
Sang ayah mendengarkan semua perkataan Cornelius, dia sedang mengontrol emosinya agar tidak meluap di depan Camelia. Dia tidak ingin memperlihatkan sisi kerasnya kepada wanita muda yang ada di depannya.
"Aku sudah memutuskan semua itu maka kamu dan dia harus mengakhiri hubungan kalian berdua. Tidak ada lagi bantahan dan perdebatan," Sang ayah berkata dengan nada menekan karena dia sudah tidak ingin mendengar Cornelius mengatakan hal yang bisa membuatnya kehilangan kontrol.
"Tuan Aksa Raymundo, pertama Anda sudah merampas ibuku dan sekarang Anda ingin merampas kekasihku juga? Apakah itu arti seorang Ayah? Aku tidak akan pernah melepaskan wanita yang aku cintai," timpal Cornelius.
Sang ayah terpaku saat Cornelius memanggil namanya dengan lengkap dan adanya penekanan, ini adalah pertama kali dia mendengar putranya berkata seperti itu. Dia tidak terima dengan perkataan Cornelius dan dia pun mendengarkan kembali Cornelius yang mengucapkan kata-kata yang sudah tidak bisa ditoleransi lagi olehnya.
"Kamu tidak bisa menikah dengan Camelia karena dia adalah darah dagingku," Sang ayah akhirnya mengatakan apa alasan sebenarnya mengapa dia tidak menyetujui hubungan Cornelius dengan Camelia.
Camelia terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya, dia tidak mengerti mengapa bisa menjadi seperti ini. Yang dia tahu jika sang ayah sudah lama pergi semenjak dia masih bayi dan dia berpikir jika sang ayah sudah mati karena tidak pernah kembali untuk menemuinya.
Cornelius pun terkejut dengan apa yang dikatakan oleh sang ayah lalu dia kembali bertanya kepada sang ayah, "Apa, Ayah serius?"
"Apa yang dikatakan ayahmu benar Camelia adalah putrinya dan kalian berdua adalah saudara kembar," Sang ibu menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Cornelius kepada sang ayah.
"Dia adalah ayahku? Mengapa baru sekarang ibu mengatakannya? Mengapa tidak dari awal ibu menceritakan jika ayahku masih hidup dan menunjukkan siapa dia sebenarnya," Camelia berkata kepada sang ibu dan dia pun berlari ke luar ruangan dengan berlinang air mata.
Camelia terus berlari meski dia mendengar teriakan sang ibu yang memanggilnya, dia tidak ingin mendengarkan penjelasan dan kata sanggahan yang akan didengarnya. Yang dia inginkan saat ini adalah menenangkan diri setelah mengetahui tentang jati dirinya.
Dia terus berjalan meninggalkan rumah sakit, terdengar suara kilatan petir yang muncul di siang hari. Perlahan air hujan pun mulai turun dan membasahi tubuh Camelia, dia masih terus berjalan meski guyuran hujan begitu deras sehingga tidak ada yang bisa membedakan jika dirinya sedang menangis.
Dia menghentikan langkahnya dan berjongkok di sisi jalan, dia terus saja menangisi tentang semua yang terjadi. Camelia merasa sudah dibohongi oleh sang ibu sehingga dia berpikir jika ayahnya sudah mati.
"Mengapa semua ini terjadi kepadaku? Apakah aku memang tidak pantas untuk bahagia?" tanya Camelia sembari menangis.
Sebuah mobil berhenti tepat di dekatnya, seorang pria ke luar dari dalam mobil dan membuka sebuah payung dan melindungi Camelia dengan payungnya. Dia hanya berdiri dan menemani wanita muda yang sedang menangis di tengah-tengah hujan deras.
Camelia mendongak dan dia melihat siapa yang ada di dekatnya dan memberikan perlindungan tubuhnya dari derasnya air hujan yang mengenai tubuhnya. Dia berdiri dan menatap pria yang ada di depannya dan dia tidak tahu harus marah atau senang karena melihatnya.
"Apa salahku sehingga kau lebih memilih dia dibandingkan aku?" tanya Camelia kepada pria yang ada di depannya.
Pria itu hanya diam dan menatap Camelia yang sedang bersedih dan dia tahu jika saat ini wanita muda yang ada di depannya masih syok dengan kebenaran yang baru terungkap. Dia belum bisa menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu sehingga membuat masalah seperti ini.
"Ikutlah denganku," ucap pria itu kepada Camelia.
"Tuan Aksa, siapa Anda? Sehingga menyuruhku untuk ikut denganmu? Bukankah Anda membuang aku dan ibuku?" Camelia berkata dengan nada yang penuh dengan kebencian karena dia berpikir jika sang ayah sudah membuangnya.
Camelia pun kembali mengatakan jika dirinya hanya memiliki seorang ibu dan tidak memiliki ayah karena ayahnya sudah lama mati. Dia memberikan penekanan di kata mati karena itulah yang sudah ada di dalam dirinya jika berkaitan dengan kata ayah.
"Aku ayahmu dan kamu tidak bisa memungkirinya," jawab sang ayah yang tidak ingin melihat Camelia jatuh sakit karena terkena guyuran air hujan.
"Anda bukan ayahku," tukas Camelia lalu dia berjalan meninggalkan pria yang baru saja diketahui sebagai ayahnya.
"Camelia ā¦," pekik sang ayah untuk menghentikan sang putri.
"Jangan menyebut namaku dengan bibirmu itu," tukas Camelia sembari menyeberang.
Terdengar decitan ban mobil dan menandakan jika sang sopir menginjak rem dengan cukup kuat. Tuan Aksa tidak bisa menggerakkan kedua kakinya dan dia hanya melihat ke depan meski semua orang sudah mulai berteriak dan berkerumun.