Dalam sebuah ruangan, delapan pria duduk mengelilingi sebuah meja persegi panjang. Ruangannya cukup tertutup, dengan tiga jendela kecil di bagian atas salah satu temboknya, serta di tutupi tirai abu tua yang tak dapat di tembus cahaya.
"Sebuah tangan kanan, Apa maksudnya?" Sebuah pertanyaan terlontar dari mulut seorang pria bernama Jack.
"Entahlah... kami langsung mengirimnya ke petugas forensik untuk di identifikasi" Kapten menjelaskan sebagai jawaban dari pertanyaan yang telah di lontarkan Jack.
"Bagaimana dengan wanita yang mengantarkan kotak makanya tersebut? Sebuah pertanyaan kembali di lontarkan oleh seorang pemuda yang terlihat serius, Theodhor.
"Wanita itu... menghilang...beberapa rekan kita sedang melacaknya. Aku pikir ini ada kaitannya dengan kasus sebelumnya 'pakaian berdarah'" kapten menjelaskannya lagi.
Abraham datang membuka pintu ruang yang hening tersebut "Ini data yang telah di identifikasi oleh tim forensik" semua data di bagikan kepada masing-masing orang.
Sebelum semua memegang dan membuka data, kapten melirik Ellerd yang sepertinya memikirkan sesuatu dengan serius. " Ellerd, ada apa?" memang sudah sewajarnya kapten memperhatikan Ellerd, karena Ellerd adalah rekan baru yang belum begitu berpengalaman.
"Tangannya! itu tangan wanita!!, Dan sepertinya ada hubungannya dengan kasus sebelumnya...."
"Hey junior, bagaimana kau bisa tahu bahkan kau belum juga membuka datanya" Racell yang ada di samping Ellerd memotong pembicaraannya.
"ya... aku melihat pembengkakan pada kulitnya tadi... mungkin itu sudah di bekukan selama sekitar 7 hari, berarti bukankah sama dengan hari di mana warga menemukan TKP. Tapi...."
"sudahlah, lebih baik kau perhatikan dulu datanya" kapten memerintah dengan lembut, bak terhadap anak sendiri.
"Baik... kapten"
Satu per satu lembaran di buka, lalu di identifikasikan kembali dengan kasus sebelumnya. Apa yang mereka temukan dalam halaman tersebut membuat semuanya terkejut dan tertegun, data dari gen darah pada kasus sebelumnya dan teror tangan kanan ini sangat identik, tidak ini sama... ini dari orang yang sama.
"Ellerd... apa yang ingin kau bicarakan tadi.. apakah ada ke ganjalan?" Kapten melontarkan langsung pertanyaannya pada Ellerd
"Pakaiannya..... itu bukan pakaian dia. Maaf tapi pakaiannya terlihat cukup mahal dan lagi pula itu adalah pakaian pria. Itu tidak dapat di pastikan milik korban, sepertinya korban hanyalah seorang pekerja kasar itu dapat di lihat dari tangannya yang cukup kasar dan sepertinya korban tidak dapat membeli barang seperti itu. Lalu aku ingin menebak.... tidak apa kan kapten?"
"m..." kapten menjawab dengan anggukan kepala.
"Dia sepertinya dari desa pinggiran, sebab di kota atau pun di desa yang dekat dengan kota tidak ada orang hilang. Lalu seperti yang aku katakan tadi, bahwa perempuan ini adalah pekerja kasar, ini dapat membuktikan jika dia berasal dari perkampungan atau pun pedesaan" Tambah Ellerd sebagai penjelasan untuk opininya.
Kapten merespons dengan anggukan kepala, seluruh rekan kembali membaca data yang telah diberikan dan di identifikasi.
"Kapten, lihat ini.... ada sebuah tanda di punggung tangannya" David juga mengajukan opininya, ia menunjukkan sebuah gambar pada kapten. Itu adalah gambar sebuah punggung tangan yan pucat, ada beberapa angka terdapat pada punggung tangan tersebut.
"Ya, aku menyadarinya tadi. Aku pikir hanya luka biasa ketika dia berusaha membela diri" kapten menjawabnya
"'Pembelaan'? ini harus dipertanyakan. Karena sepertinya dia tidak melakukan perlawanan. Lihat pada bagian ujung kuku-nya, tidak memiliki bekas sama sekali lalu tidak ada luka lainnya pada tangan ini, hanya beberapa luka kecil yang sepertinya sudah lebih lama beliau dapatkan. Lalu bagaimana dengan angka ini? 9? Ataukah 6?" kali ini opini dari Delbert yang di akhiri pertanyaan dari rasa penasarannya.
"Kirim angka ini pada badan sandi" Kapten menyerahkan sebuah kertas pada Abraham.
Abraham pergi dari ruangan yang penuh dengan teka-teki dari kasus yang juga malah melibatkannya. Saat keluar dari ruangan Abraham hanya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya, ia masih syok dengan apa yang menimpanya. Abraham berjalan dengan tatapan kosong hingga ia dihampiri seorang rekan dari tim lain.
"Hey... ada apa Abraham? Aku dengar kau mendapat teror? Apa itu benar?" tanyanya
"Tidak sepenuhnya benar, ini teror untuk kepolisian.... ya aku rasa begitu"
'buk' seorang pria menabrak Abraham.
"Ah.... maaf pak, maaf"
"Uh..... tidak apa. Sebaliknya apa kau baik-baik saja?(sambil membantu membereskan berkas yang berserakan) Ini berkasnya. Maaf apa Anda perlu saya bantu, sepertinya Anda sedang terburu-buru dan kesulitan...." Abraham berusaha membantunya, karena Abraham pikir dia adalah klien.
"Aih..... tidak apa, terima kasih"
"Eh.....benarkah....Ha...hati-hati..." Abraham juga berusaha memperingatinya agar berhati hati "Ah... ya ampun ada apa dengannya? Aneh" lanjut Abraham
"Aku pikir kamu yang aneh..." pria itu mencoba mengolok-olok Abraham
Abraham tersenyum sambil melirik pria tersebut dan..."hump..." Abraham hanya membuang wajahnya dan kembali melanjutkan tujuannya.
"Ya ampun... mengapa terlihat seperti seorang wanita yang imut" pria itu berbicara sendiri sambil bergidik aneh terhadap Abraham...padahal itu sering terjadi.
*********
Di tempat lain, seorang pria dengan jubah hitam longgar menyelimuti tubuhnya berjalan di antara pepohonan lebat. Saking lebatnya hanya beberapa celah saja yang dapat di tembus oleh cahaya matahari.
Pria tersebut membawa cangkul dan karung yang cukup berat, hingga ia harus menyeretnya. Beberapa bercak merah di karung tersebut terlihat cukup jelas walau karung tersebut sepertinya karung yang telah usang dan tua.
Terlihat pria tersebut mencangkul tanah di sekitar pepohonan yang cukup besar. Sepertinya tanah yang subur, tanah sangat gembur dan tidak terlalu sulit untuk di cangkul.
Setelah cukup dalam, ia melemparkan karung yang ia bawa ke dalam tanah yang telah di galinya. Lalu menimbunnya dengan tanah yang lain hingga benar-benar padat. Tidak lupa ia menginjaknya seolah agar tidak ketahuan oleh siapa pun.
Sesaat setelah itu, pria tersebut pergi menuju keluar hutan tersebut. matahari mulai menyinari jubah yang ia kenakan, menandakan ia telah keluar dari hutan. Tidak jauh dari pepohonan yang rimbun itu, terparkir mobil Duesenberg Straight Eight tipe A, dengan warna khasnya coklat.
Seolah terburu-buru, ia langsung menaiki mobil tersebut. dan pergi dari tempat tersebut tanpa ada jejak yang ia tinggalkan, selain jejak ban mobil, yang tentunya juga terdapat banyak jejak ban di situ sehingga tidak terlalu mencurigakan.