"Mooiii. Gile, gemoy banget rasanya! Elo pake gula dari mana, Mon?"
"Dari mana lagi, Bo? Ya dari dapur lah, masak gula dari kamar mandi?"
Sesaat kemudian, Tobo kehausan, meraup air apa saja yang tersedia di dekatnya. Bahkan air dari akuarium tabung mini hampir saja disabetnya. Kebetulan cupang punya nyokap Tobo dipiara di akuarium menyerupai gelas kaca. Ngeri hati Simon melihat kerakusan Tobo minum seakan doi habis tersesat di Sahara. Sampai-sampai Simon ikut membantunya minum dengan mengambilkan air dari dapur.
"Lagi, Mon. Segelas lagi. Ini yang terakhir. Buruan." Tobo memerintah gelagapan.
"Elo berubah jadi onta, Bo?"
"Gara-gara berondong elo, Mon. Manis banget, maksud gue manisnya kebangetan! Bikin lidah gue kebakar, tahu!"
"Kok bisa? Bukannya cabe yang bikin lidah kebakar? Kok bisa kepedasan elonya? Kan rasanya manis? Aneh?" Simon belepotan menanyai Tobo yang belibet dengan minumannya.
Simon tak merasa bersalah, setidaknya tak ada yang salah dengan berondong buatannya. Sengaja ia merequest Simona membubuhkan gula sebanyak-banyaknya, supaya manis rasanya dan melumpuhkan hati Tobo yang marahan berat dengannya. Kata nyokap Simon, menyantap yang manis-manis otomatis bikin meleleh, dan akhirnya kemarahan mencair dan segalanya bakal baik kembali. Oke, kasih gula overdosis aja untuk amannya, pikir Simon dengan modus lugu.
Siapa mengira sih Tobo ternyata alergi manis? Suatu sindroma langka yang membuat lidah Tobo kebakaran bila kadar gula makanan berlebihan, akibatnya ya begitulah. Kira-kira kayak huru-hara yang dialami sohib Simon sekarang ini.
Pastilah Tobo marah nih ke gue. Gue salah lagi bertindak. Pasti dia menindak gue yang usilan ini. Nasib! Bersiaplah Simon untuk didamprat Tobo yang sekarang sudah kalem setelah minum air secara maraton. Si sobat menjentik akuarium tabung kecil di meja ruang tamu, lalu memberi pakan cacing kering pada cupang ungu halfmoon, kesayangan nyokap Tobo, yang sirip serta ekornya lebar dan simetris bak rembulan setengah purnama. Nama si cupang Monty, lumayan keren kan namanya?
"Gue terima kasih banget sama elo, Mon." Tobo mencetus tiba-tiba tanpa menoleh ke arah Simon.
"Elo ngomong sama gue apa sama ikan cupang elo, Bo?"
"Sama elo, lah. Masak gue terima kasih sama ikan. Keenakan ikannya, lagi."
"Oh, makasih untuk apa kalo boleh tahu?"
"Maksud elo itu baik. Elo udah usaha banget buat baikan sama gue. Bagi gue, niatnya itu dah cukup. Meskipun cara yang elo pake agak ndablek, Mon."
"Ya sih, gue akui gue salah sasaran ke elo. Eh, maap, maksud gue pikiran gue kurang tokcer, emang. Jadinya eksekusinya ngawur, deh. Hehehe."
Alhasil, ketegangan antara Tobo dan Simon jauh membaik, bahkan mereka pun terbahak bareng, menertawakan nama si cupang, Monty yang sapaannya Mon juga seperti nama si Simon. Lalu secara dagelan Tobo bermaksud mengembalikan bunga tahi ayam, jelas Simon menampik dengan ucapan "tidak terima kasih" bertubi-tubi.
"Terus karangan bunga raksasa itu elo apakan, Mon?" Tobo terpingkal lagi, mengingat balas dendamnya yang hiperaktif, apalagi ia merogoh duit tak sedikit belum termasuk ongkos ojeknya.
"Dipretelin sama nyokap gue. Soalnya sayang bunganya kata nyokap. Trus papannya dibuang sama tukang puing tetangga sebelah yang renovasi rumah. Elo gak usah mikir banyak, udah beres kok Bo urusannya."
"Mang gue pikirin. Itu mah emang urusan elo. Gue cuma mikir nih, duit gue habis di situ lumayan banyak, elo gak kasih gue ganti rugi, Mon?"
"Lha itu berondong kemanisan gue, bukannya itu ganti rugi ke elo, Bo?"
"Hahahaha! Benar juga, ya. Kita namai Berondong Kenes, gimana, Mon? Soalnya genit dia, kemanisan banget gelagatnya. Peluang bisnis tuh, Mon. Sikat, bleh!" Tobo terbahak hingga seluruh tubuhnya serupa ulat bulu kepanasan.
Cling! Benak Simon berkilat bak kejatuhan wangsit dadakan. Peluang bisnis kata Tobo? Berondong Kenes yang manis bukan main itu, mungkinkah bisa diolah jadi formula baru yang prospeknya menjanjikan?
"Bo, tadi elo terima kasih sama gue? Kebalik lagi, Bo, mestinya gue yang makasih ke elo. Untung gue iseng sama elo, Bo. Thank you sekali lagi, Bo."