Rumah yang harusnya sudah kosong melompong, dan tidak ada seorangpun yang harusnya berani untuk berada di rumah itu justru sekelompok anak kecil menggunakannya untuk bermain.
Di samping itu, anggota tertua mereka yakni Ervan. Masihlah berupa tanda tanya saat ini.
"Ervan, maksudku kak Ervan adalah seorang lelaki tulen yang memakai kacamata dan jaket tipis. Rambutnya berantakan sekali. Tapi dia memang dapat diandalkan. Tapi juga terkadang dia ceroboh. Sebenarnya dia itu pengangguran kelas atas meski tak bekerja dia selalu punya banyak uang lalu membagikannya pada kami." Seorang anak lelaki dengan rambut tipis itu bercerita.
Lalu dilanjutkan oleh anak berkulit hitam, "Pekerjaan mungkin tidak ada. Namun dia takkan melakukan kejahatan seperti teroris yang meledakkan isi rumah ini."
"Rumah ini hancur setengah karena ledakannya tapi bagaimana kalian tahu bahwa dia adalah teroris? Apa kalian tahu itu darinya?"
"Tentu saja benar. Kak Ervan mengetahuinya. Kalau yang meledakkan itu bukan sekedar penjahat biasa melainkan buronan, teroris."
"Kudengar dia sudah lama meninggal kan? Heh, rasakan itu." Bocah pendek mengejeknya.
"Oh begitu rupanya. Ervan ini pasti pekerja keras sampai-sampai kalian semua tak tahu apa pekerjaannya. Dia tak mungkin dapat uang tanpa bekerja kecuali ikut aliran sesat. Dia juga tidak mungkin melakukan kejahatan seperti itu apalagi wajahnya jelas diketahui oleh anak-anak ini. Dan memalak orang dengan penampilan cupu sudah pasti tak mungkin juga," gumam Owen
"Oh, lalu, apa dia selalu membawa sesuatu ketika bersama kalian?" tanya Owen yang teringat sesuatu.
"Hm, mungkin laptop." Ada beberapa anak yang kurang yakin.
"Iya, dia bawa laptop! Hampir tiap hari!" ucap anak lelaki berkulit hitam dengan yakin.
Kemungkinan yang telah dipikir oleh Owen setelah banyak mendengar soal Si anggota tertua ini, mungkin hanyalah penyamaran. Orang itu, Hacker Nata melakukan penyamaran saat menargetkan orang untuk dibunuhnya. Ide yang sangat brilian, tidak, itu sudah pasti dilakukan banyak orang yang hendak menyembunyikan identitas. Dan Ia menggunakan itu untuk menipu sekaligus membunuh.
Owen merasa bahwa selalu mengawasi keluarganya karena itu Ia segera berkeliling di dalam maupun luar rumah untuk mencari sesuatu. Kamera, pelacak atau apapun itu.
Tapi, apa Ervan adalah Hacker yang dimaksud? Sejujurnya Owen masih belum yakin. Melihat wajahnya saja tidak pernah.
"Daritadi apa yang Bapak lakukan?" tanya anak-anak yang heran melihat Owen mondar-mandir di sekitar rumah kosong.
"Oh maaf. Aku sedang mencari sesuatu. Tapi tidak ada," ucapnya kecewa
"Kupikir dia akan mengawasi sampai ke sini, ternyata tidak ya." Owen membatin
***
Mengalami fenomena aneh setelah kasus 3 bulan lalu ditutup karena buntu. Fenomena yang dinamakan Re Time atau pengulangan waktu secara berulang kali. Saat pertama kali, Owen merasa kebingungan dan tak tahu harus bagaimana cara mengatasinya. Owen mengira bahwa hal tersebut adalah mimpi belaka namun setelah berulang kali merasakannya ternyata bukanlah mimpi. Punya penyakit pun tidak.
Pada awalnya, Ia hanya selalu mengerjakan sesuatu dengan diakhiri kejadian tragis yang telah terjadi pada keluarganya. Selalu terjadi setiap tengah malam atau lewat. Terkadang merasa putus asa karena mengalami kejadian ini Ia berpikir telah dianugerahi untuk mengubah takdir namun nyatanya tidak. Lebih terasa bahwa ini hukuman.
Hingga titik temu itu terungkap. Setelah meminta bantuan pada seorang programmer yang bernama Irvan. Ia pernah memantau keadaan rumah dari cctv dan disaat dirinya tidak ada di rumah pelaku mulai beraksi, saat itulah Owen melihatnya secara langsung.
Meski nyatanya, pria itu mengenakan tudung jaket, dan ada perban di seluruh tubuhnya hingga ke wajahnya. Sulit untuk dikenali.
Kemudian pengulangan terjadi kembali, Owen yang bertindak ceroboh dengan mencoba melacak nomor si penelepon. Alhasil Ia mendapat masalah pada laptop yang terkena jejak peretasan. Owen pun kembali meminta bantuannya, programmer yang bernama Irvan.
Dia sama-sama handal meski tak sehebat kriminal tersebut. Lokasi yang ditujukan dari nomor yang bahkan kemungkinan sulitnya dilacak, kini didapatkan.
Di Jakarta Barat, tepatnya di rumah kosong bekas TKP kasus 3 bulan pernah terjadi. Kasus ledakan yang pertama kali.
Tempat yang mengerikan. Owen tak bisa berhenti berpikir bahwa ledakan berantai mulai dari tempat ini. Hawanya pun terasa dingin.
Owen berpikir bahwa tempat ini ada hubungannya dengan Hacker Nata yang diceritakan masih hidup namun apakah dia orang yang sama, dengan orang yang memiliki nomor itu?
"Bagaimana dengan Ervan?"
Sempat terpikir bahwa Ervan adalah si Hacker. Tapi apa mungkin. Lalu bagaimana dengan Irvan? Dia melacaknya dengan cepat, bahkan tak pernah ada kendala di komputernya.
Huh, mana mungkin. Irvan ada kaitannya?
Hari ini, Tris mendapatkan telepon dari orang asing. Mereka akan bertemu di tanggal 24. Tris mengabari Owen yang saat ini berada jauh.
"Harusnya ini benar. Lalu yang kemarin itu apa? Tris bertemu dengannya di tanggal 23, itu pasti karena aku terlalu tergesa-gesa. Kalau begitu, hal yang aku lakukan hari ini adalah kejadian yang sebenarnya?"
Benar, kejadian yang seharusnya membuat waktu bergerak lebih cepat namun kali ini terjadi sebaliknya. Tidak ada waktu yang rumpang.
"Aku kembali ke rumah saja, deh."
"Eh? Bapak tidak ingin bergabung dengan kami?" tanya anak-anak yang kini masih mengerumuni Owen.
"Tidak. Aku akan ke rumah Irvan saja. Bertanya untuk memastikan itu lebih baik tapi sedikit berbahaya. Tapi tak apa, dan siapa tahu dia kenal dengan Ervan?"
Owen sama sekali tak menggubris perkataan anak-anak. Ia hanya menggumamkan apa yang Ia pikirkan saat ini.
"Bapak bicara apa sih daritadi? Yang inilah yang itulah," ucap salah seorang anak yang jengkel.
"Kalian takkan mengerti urusan orang dewasa. Jadi jangan banyak tanya dan diam saja di sana."
Masih tetap ketus, Owen menanggapi pertanyaan mereka. Dan pada akhirnya Ia kembali ke Jakarta Selatan.
***
Ellysian Residence, Pukul 10 pagi. Rumah Owen.
"Mama, aku ingin pergi bermain."
"Tidak. Tadi Mia sudah lama bermain. Jadi sekarang istirahat yang benar."
"Kalau begitu, ke mana Papa pergi? Aku ingin bermain dengan Papa."
"Tidak. Papamu lelah bekerja. Dan Mia harus istirahat sekarang juga. Mia dari dulu tak pernah berhenti bermain entah di luar atau dalam. Jadi sekarang duduklah atau berbaring. Kalau kelelahan akan cepat membuatmu sakit," tukas Tris dengan tegas.
"Iya, iya."–Mia berjalan menuju sofa lalu bergumam lirih–"mama cerewet."
"Apa tadi? Mia? Mama cerewet katamu?"
Saat Tris mulai cerewet tentu itu membuat anaknya jera. Tetapi Tris terkadang kesal saat melihat kelakuan anaknya sama seperti ayahnya. Tidak manis, inilah sebutan Tris pada putri satu-satunya.
"Ngomong-ngomong soal dia. Kenapa dia mengijinkan aku untuk pergi bertemu dengan orang asing? Tidak biasanya. Padahal aku juga belum mengatakan apa alasannya. 3 bulan lalu, jika saja dia menceritakan apa yang sebenarnya dia lihat saat itu terjadi, maka aku takkan mau bertemu dengan orang asing ini. Pelakunya bisa saja dia," batin Tris
Sejenak Ia merasa letih dan sedikit pusing. Bahkan Ia tak fokus untuk membaca bukunya ketika pikiran teralihkan yang lain. Tris mendesah lelah seraya memijit kening dengan pelan.