"...."
Seorang pelayan muda memperhatikan tuannya khawatir.
".....Tuan muda." Dia menjeda takut-takut. "Anda baik-baik saja?"
Aura gelap keluar dari seorang remaja yang tengah mendudukkan dirinya di sebuah bangku di dalam sebuah ruangan.
Dia bertopang dagu namun bukannya memiliki wajah bosan justru dia memiliki wajah gelap. Matanya mengernyit dan alisnya menukik
Sialan.
Benak Tiran teringat ke kejadian satu jam lalu.
"Kau harus merebut kembali takhta kedua orangtuamu."
Tiran tercengang. 'Apa?'
"Kita akan melakukan sesuatu. Kau sudah bangun. Kekuatan penguasa lautanmu sudah terbangun. Sekarang ini saatnya untuk merebut hak mu." Zed berujar tegas penuh keyakinan. Terlihat begitu percaya diri dengan kata-katanya. Seolah dia benar-benar akan melakukan apapun demi membuat Seth memperoleh takhta.
What the fuck? Dia gila? Untuk apa dia melakukan itu? Untuk apa aku melakukan itu? Sialan. Aku bukan Seth. Aku tidak mau itu. Demi tuhan aku benar-benar benci ini.
Wajah Tiran semakin menggelap ketika mengingat bagaimana Zed menyuruhnya kembali ke ruangan kamar Seth. Beristirahat. Untuk melakukan sesuatu yang besar, ucapnya.
Ini gila. Haruskah aku kabur? Haruskah aku melarikan diri dari bangunan jelek ini? Benar-benar merepotkan.
Dia mengutuk fakta dirinya yang terpindah ke tubuh Seth Ansell.
Sungguh. Sebenarnya ada apa denganku? Apa yang terjadi padaku? Katakan bahwa ini hanya mimpi.
Dia lebih memilih untuk bangun di ruangan kamar Vian yang jelek. Daripada di sini. Di tempat gila ini. Tempat yang di luar nalar dan Tiran bisa rasakan hal-hal buruk yang akan terjadi di masa depan jika dia terus menerus berada di sana.
Mata Tiran tiba-tiba melebar. Dia memberdirikan dirinya dengan sangat tiba-tiba hingga Rion yang berdiri di dekatnya berjengit kaget dan jantungnya berdegup cepat. "Tuan muda?"
"Bawa aku pergi dari sini."
"A- Apa?" Rion membulatkan mata dan membuka mulutnya lebar. "Bawa pergi, maksudnya-"
"Aku akan pergi dari sini. Aku akan tinggal di tempat lain."
"E- Eh?!"
Rion terkejut melihat Tiran yang terlihat sangat yakin dengan keputusannya dan bahkan mulai memberanjakkan dirinya dari tempatnya berdiri. Melihat ke sekeliling ruangan seolah mencari sesuatu. "T- Tuan muda." Rion bersuara terbata-bata melihat Tiran yang menggunakan kedua tangannya membuka-buka setiap laci meja dan lemari. Seperti mencari sesuatu. "Apa yang Anda cari?"
Tapi Tiran tidak menjawab. Hanya menyibukkan dirinya mengobrak abrik benda-benda barang furnitur hingga hiasan ruangan.
"Tsk." Tiran berdecak. Rion yang bertanya-tanya akhirnya melihat Tiran yang menoleh ke arahnya.
"Kau. Berikan aku uang."
Rion terperangah. "U- Uang?"
"Iya." Tiran mulai menggeram. Gemas dan kesal karena Rion begitu lamban. "Cepat berikan aku uang. Aku akan pergi dari tempat ini."
"T, Tapi, kemana," Rion bertanya tidak mengerti. Kenapa tuan mudanya tiba-tiba mengatakan akan pergi? Kemana dia ingin pergi? Hal apa yang harus Rion lakukan? Mengikutinya? Bagaimanapun Rion adalah pelayan pribadi hidup dan mati Seth. Kemanapun Seth pergi, Rion akan ikut dengannya.
Dia bertarung dengan dirinya sendiri apakah dia harus membujuk tuannya untuk tetap tinggal, atau menuruti apapun keinginan tuannya.
Tiran di sisi lain mulai memikirkan pertanyaan Rion.
Benar. Jika dia pergi, lalu di mana dia akan tinggal?
Tiran mengutuk.
Persetan. Aku akan tinggal di manapun dan akan mencari cara untuk hidup.
Tiran melewati Rion. Tidak peduli dengan reaksi kepanikan anak itu. Tiran membuka pintu dan membawa langkah kakinya keluar dari ruangan kamar Seth.
"T, Tuan muda, tunggu. Saya akan menyiapkan barang-barang. Saya akan ikut dengan Anda. Jadi, tolong tunggu sebentar." Rion berlari menghampiri Tiran. Memandanginya sebentar sebelum berlari dengan kecepatan sedang melewati lorong menjauhi kamar Tiran.
Tiran mengerutkan kening dan berwajah masam. Bertanya-tanya pada dirinya sendiri apakah anak bernama Rion itu benar-benar akan ikut dengannya.
Tapi dia memilih untuk menunggu. Dia ingin melihat barang-barang seperti apa sebenarnya yang hendak anak itu siapkan. Jadi Tiran menunggu. Di kamarnya. Menunggu selama setengah jam hingga Rion muncul dengan peluh di kening dari pintu yang sejak awal tidak ditutup oleh Tiran.
"Semuanya sudah siap, tuan muda."
Tiran mengerutkan keningnya bingung. Karena nyatanya anak itu tidak membawa apapun bersamanya. Seolah dia tidak menyiapkan apapun dan hanya tengah beromong kosong.
"Kau bicara apa?"
Rion terlihat bingung sebelum kemudian terlihat seperti menyadari sesuatu dan akhirnya memasang senyum lembut. "Ada sihir yang bersama ruang spatial, tuan muda. Jika sihir itu diaplikasikan pada sebuah tas atau kantung," Rion mengeluarkan sebuah kantong kecil namun dengan lubang mulut besar yang diikat dengan tali dari balik pakaiannya. "Tas atau kantung itu bisa menyimpan banyak barang yang bahkan ukurannya dua kali lipat dari tas atau kantung itu." Rion menunjukkan kantung terikat di tangannya.
Tiran mengerutkan keningnya bingung. Namun kemudian membawa langkahnya ke arah anak itu. Merebut kantung ikat dari tangan Rion. Membuka ikatannya. Membuka mulut kantung, dan melihat isinya. Terperanjat melihat jumlah dan banyak serta besar barang yang ada di dalamnya. Tiran melihat ke dalam sebuah kantung kecil tapi dia merasa seolah dirinya tengah berlutut di lantai dan membuat dirinya melihat gudang barang di ruang basement. Tiran terperangah dan tidak mampu berkata-kata.
Suara Rion lah yang menyadarkannya. "Apakah kita akan pergi sekarang, tuan muda?"
Tiran terperanjat sebelum menoleh ke arah pelayan muda itu.
"Kau yakin akan ikut?"
Tiran merasa cukup yakin untuk keluar istana sendirian. Dia akan mencari cara. Untuk bertahan hidup. Untuk menemukan tempat tinggal. Untuk mencari makanan. Juga mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan apapun. Yang dirinya sukai. Bahkan profesi penipu pun terdengar menarik untuknya.
Rion mengangguk. "Peran pelayan adalah untuk berada di sisi tuannya kapanpun dan di manapun. Jika saya harus dihukum maka saya akan menerima hukuman itu. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk berada di sisi tuan muda Seth Ansell." ucapnya dengan penuh keyakinan dan keteguhan hati. Tiran tidak menyangka respon seperti itu dan hanya mengangguk. Memberitahu Rion bahwa dia ingin pergi detik itu juga.
Kantung di tangan Tiran diambil dan diikat oleh Rion. Dia memasukkan kantung itu ke balik jas pelayannya. Membimbing Tiran untuk keluar dari bangunan istana. Melewati halaman istana. Menghindari para ksatria pengawal yang bertebaran di mana-mana. Rion bergerak dengan sangat hati-hati dan lihai. Menuntun Tiran hingga akhirnya mereka benar-benar keluar dari dinding benteng istana melalui pintu belakang.
Tiran terdiam dengan wajah melongo. Dia tidak menyangka kehadiran Rion bersamanya akan sangat memudahkannya untuk melancarkan misi nya. Keluar dari istana.
"Ayo, tuan muda." Rion tersenyum kepadanya. Menarik tangan Tiran pergi yang sejak tadi belum sedikitpun terlepas darinya. Rion sudah menuntunnya dari awal mereka keluar dari lorong bangunan istana yang hanya diisi oleh Seth Ansell seorang itu. Rion termakan adrenalin dan kewaspadaan hingga dia tidak sadar bahwa dia sudah menggenggam pergelangan tangan Tiran. Menariknya pergi ke sana kemari. Mengikuti pergerakannya. Bahkan setelah sudah keluar dari benteng istana pun, Rion masih menggenggam tangannya. Menariknya pergi menjauhi benteng.
Sebelumnya Tiran melihat sekeliling istana melalui kaca jendela kamar Seth. Melihat bahwa bangunan tempatnya berada adalah bangunan yang berada di atas sebuah tebing. Yang dikelilingi oleh daratan hamparan rumput tanpa pohon. Juga bunga-bunga liar. Tiran tidak melihat adanya hewan. Ketika Tiran keluar dengan kereta kuda bersama Rion dan melihat sekeliling lagi melalui kaca jendela kereta, dia bisa melihat bahwa setelah hamparan rumput adalah laut. Debur ombak mengelilingi tebing batu dimana istana tempat tinggal Seth Ansell berdiri.
Tebing batu tunggal. Yang terpisah dari tebing lain yang berukuran lebih besar dan lebih luas. Mampu menampung sebuah pemukiman besar. Sebuah kota. Atau lebih. Bangunan istana Esfand sebagai penghuni tunggal sebuah tebing tinggi namun sempit.
Mereka memang harus melewati jembatan batu menurun panjang untuk bisa ke tebing seberang di mana pemukiman berada. Tapi anehnya Rion tidak menuju ke sana.
"Kalau ingin pergi diam-diam maka kita harus benar-benar menyembunyikan kepergian kita, tuan muda." Rion memberi senyum. Lama-kelamaan Tiran merasa bahwa yang bersemangat untuk keluar dari istana adalah Rion, dan bukan dirinya.
Dia rasa itu wajar. Karena Rion masih muda. Dia anak laki-laki yang pasti memiliki semangat untuk berpetualang. Melanggar aturan. Memberontak. Dia menggunakan alasan membantu Tiran tapi nyatanya dia menikmati aksi mengendap-endap dan melarikan diri yang dia lakukan.
Di dinding tebing yang curam. Rupanya ada bagian yang masih bisa dilewati oleh manusia. Rion menginjakkan kakinya turun. Membantu Tiran. Memastikan tuannya untuk tidak salah melangkah dan bisa turun dengan selamat. Tiran langsung menepisnya. Berjalan melewati Rion hingga dirinya lah yang berjalan di depan. Rion tempat terkejut tapi kemudian tersenyum. Berjalan di belakang Seth sebagaimana seorang pelayan biasanya.
Turun dari dinding tebing, Tiran tiba di hamparan rumput yang sebelumnya dia lihat dari jendela kaca kamar Seth. Rerumputan pendek tanpa ilalang. Bunga-bunga liar tumbuh mandiri di atasnya. Rion mengajaknya untuk berjalan lebih jauh. Melewati hamparan rumput yang luas. Hanya dia dan Rion. Menyeberangi sungai sempit melalui bebatuan setapak. Sungai yang berasal dari air laut di kedua sisi daratan rerumputan.
Begitu keduanya tiba di depan dinding batu tebing tinggi pemukiman, Rion mengajaknya untuk pergi ke sisi kanan. Dimana tersedia sebuah angkutan kayu untuk pergi ke atas dan bawah tebing. Seperti lift. Dengan tali tambang besar dan kuat sebagai penarik.
Rion berkata pada Tiran untuk naik ke angkutan kayu itu. Rion menggoyangkan lonceng yang tergantung. Membuat suara dentingannya terdengar merdu dan nyaring. Sesaat kemudian Tiran merasakan angkutan kayu tempatnya berdiri bergerak. Naik ke atas. Dia lagi-lagi bisa melihat pemandangan air laut yang mengelilingi daratan rumput dan juga kedua tebing.
Di saat Tiran sedang berdiri diam dengan pikirannya Rion berkata.
"Saya harus memakaikan sihir untuk Anda, tuan muda."
Tiran menaikkan alisnya. Keningnya mengernyit. "Sihir apa?"
Rion tersenyum canggung. Mengusap rambutnya.
Tiran langsung tersadar. Warna rambutnya terlalu menonjol. Dia tidak suka perhatian. Tidak ketika dia tidak sedang berada di mood untuk menerima perhatian orang.
Rion meminta ijin untuk meletakkan tangannya di atas kepala Seth. Anak itu mengucap mantra. Sebuah cahaya putih muncul dan akhirnya Rion menarik kembali tangannya.
"Sudah." dia tersenyum hangat. Tiran memegang sekumpulan helai rambut tipis dan melirik warnanya. Rambutnya sudah berubah menjadi warna hitam. Dengan warna yang lebih berkilau dari rambut milik Rion.
"Saya sengaja membuat warnanya sedikit berbeda. Bangsawan selalu memiliki warna rambut yang lebih menawan dari rakyat biasa." ujar pelayan muda itu dengan senyum di wajahnya. Tiran hanya bergumam mengiyakan tidak peduli.
Angkutan kayu yang dia naiki akhirnya tiba di atas tebing. Membuatnya bisa melihat kota dan orang-orangnya.
Benar-benar dunia lain. Sekali lagi Tiran berkomentar sarkas di dalam hatinya.
Rion menghampiri seorang pria bertubuh kekar. Dia dan empat pria besar lainnya. Ada sebuah roda kayu kemudi horizontal di dekat mereka. Mereka menggerakkan lift pengangkut kayu dengan itu. Tali tambang besar melingkar di bawahnya. Rion memberikan sebuah koin emas kecil kepada salah satunya. Kemudian kembali menempatkan dirinya di sisi Tiran.
"Kemana tuan muda ingin pergi?"
Pertanyaan Rion membuat Tiran mengerutkan kening.
Kemana? Kemana aku harus pergi?
Tiran tenggelam dalam pikiran dan kefrustasiannya sendiri.
Rion menyadari itu. Tersenyum kecil. "Apakah tuan muda ingin membeli rumah?"
"?" Tiran langsung menoleh ke arah anak remaja itu.
Dia mengerutkan kening.
Rumah?
Rion berkata. "Orang-orang yang bekerja di istana mendapat upah yang lumayan. Pelayan lain akan menggunakan upah mereka untuk diri mereka sendiri dan juga keluarga mereka sendiri. Tapi karena saya tidak punya keluarga dan tidak pernah menggunakan upah yang saya dapat, saya sudah menabungnya. Uang yang saya miliki cukup untuk membeli sebuah rumah yang cukup untuk kita berdua."
Rion tersenyum hangat. Tiran memalingkan wajahnya. "Maksudmu kita akan tinggal bersama?"
Rion mengerjap. "Tuan muda tidak mau?"
Tiran menghela nafas. "Bukannya tidak mau."
Dia hanya merasa aneh.
Tapi kemudian dia sadar bahwa dia, dan Rion, harus mengurangi pengeluaran. Hidup di dunia yang dia tidak kenal. Dia harus memanfaatkan semua yang dia punya dengan sebaik-baiknya. Termasuk uang yang dia miliki. Uang upah Rion.
Dia mendelik seraya menautkan alisnya. "Baiklah. Kita bisa melakukan itu."
Rion tersenyum cerah dan langsung mengangguk. "Saya akan mencari rumah yang bagus untuk kita berdua." ucapnya dengan penuh keyakinan.
Tiran hanya bisa mendengus pasrah.
04/06/2022
Measly033