"Lo serius?"
Iqbaal mengangguk mantap. "Iya. Bahkan gue tau sebelum dia ke USA. Saat itu, dia nyuruh gue buat ngambilin tas dia yang ketinggal di kelas. Pas gue ambil, gue lihat kalo di laci meja dia ada buku diary."
"Trus trus?" tanya Aldi semakin penasaran.
"Gue iseng buka diary itu, dan ternyata isinya, semua curhatan kalo dia suka sama lo. Dari pertama kalian ketemu, sampe kalian mutusin buat bersahabat. Saat lo anterin dia pulang. Lo ngebelain dia di depan Tari. Lo nyelamatin dia dari Dony. Semua ada di diary itu. Gue juga udah sempat tanya ke dia, dan dia akuin itu semua," jelas Iqbaal. Tak ada salahnya kan mengatakan itu semua kepada Aldi. Toh Key sudah tidak ada disini.
Aldi terdiam. Membayangkan semua yang pernah ia lalui bersama Key. "Tapi kenapa Key nggak pernah bilang ke gue?"
Iqbaal terkekeh. "Itu juga yang sempat gue tanyain ke dia. Kenapa dia nggak pernah bilang ke lo kalau dia suka sama lo. Dan lo tau apa alasan dia?"
"Apa?" Aldi benar benar ingin tahu.
"Karna perjanjian yang udah kita buat. Lo lupa, kalo lo pernah bilang, jangan pernah ada yang suka di antara kita bertiga. Dan kalo sampai ada yang suka, persahabatan kita bakal bubar."
Aldi menepuk jidatnya sendiri. Aldi baru ingat apa yang ia katakan dulu. "Kok sekarang gue rada nyesal pernah bilang kayak gitu, yaa."
Iqbaal terkekeh. "Penyesalan emang selalu datang terlambat. Dan penyesalan itu nggak harus di sesali. Yang harus lo lakuin sekarang adalah berjuang. Berjuang buat dapatin hati Keyla lagi. Lo masih punya kesempatan kok. 3 bulan lagi Key bakal balik kesini."
Aldi mengangguk mantap. "Yaps, gue pasti bakal merjuangin dia!"
"Gituu dong, tapi lo jangan lupa kalo lo masih harus pacarin 4 cewek lagi supaya lo bisa dapetin mobil gue," peringat Iqbaal.
"Itu masalah gampang," jawab enteng Aldi. "Gue ke toilet dulu, kebelet," ujar Aldi yang langsung pergi meninggalkan Iqbaal sendiri.
***
"Sals, kantin kuy," ajak Felly.
Salsha yang sedang merapikan alat tulisnya menoleh ke arah Felly. "Lo aja deh, gue mau ke perpustakaan. Nyari buku fisika. Kan ada tugas.
Felly mengangguk mengerti. "Yaudah deh. Kalo gitu gue duluan aja. Gue laper soalnya. Bye, Sha."
"Bye."
Setelah selesai merapikan alat tulisnya, Salsha keluar dari kelasnya menuju perpustakaan untuk meminjam buku.
Sudah banyak kelas yang di lalui oleh Salsha, tetapi ia belum mengetahui dimana letak perpustakaan.
"Bodoh. Gue kan murid baru disini. Gue juga nggak tau dimana letak perpus. Kenapa gue tadi nggak nanyak Felly ya. Bodoh banget!" rutuk Salsha sembari menepuk jidatnya.
Salsha kembali berjalan sembari melihat lihat ruangan yang ada tulisan perpustakaan. Karena tak melihat jalannya, Salsha tak sengaja menabrak seseorang yang berjalan berlawanan dengannya dan membuat Salsha terjatuh.
Seseorang yang tak sengaja di tabrak oleh Salsha itu mengulurkan tangannya. Salsha pun menerima uluran tangan itu dan berdiri. Salsha sempat terkejut saat tahu orang yang di tabraknya adalah Aldi !
Ini kan cowok yang Felly ceritaan pas di kantin kemaren. Batin Salsha.
"Sorry, gue nggak sengaja," ujar Salsha meminta maaf. Karna bagaimana pun, Salsha lah yang tidak melihat jalannya.
Aldi tersenyum tipis. "Its okay. Nggak masalah."
Salsha yang melihat Aldi tersenyum tipis menahan nafasnya. Berada dekat dengan Aldi. Di dekat cowok yang mampu menghipnotis matanya.
"Lo murid baru, ya? Perasaan gue belum pernah lihat lo disini," tanya Aldi. Sedangkan Salsha hanya mengangguk mengiyakan. Berada di dekat Aldi membuatnya tidak bisa berkata kata.
"Kenalin, gue Aldi," ucap Aldi sembari mengulurkan tangannya.
Salsha tersenyum sembari menerima uluran itu. "Salsha."
"Ohh, Salsha. Lo kelas berapa?" tanya Aldi lagi sok ramah.
"Kelas 11 Ipa 1."
"Wahh pinter dong," kekeh Aldi.
"Apaan sih," ujar Salsha malu. "Kalo lo?"
"Gue 12 Ips 2," jawab Aldi ramah.
Kalo Aldi memang benar playboy, pasti dia minta no gue. Batin Salsha percaya diri.
"Umm btw, lo mau kemana?" tanya Aldi lagi.
"Hah? G- gue mau ke perpus kak," jawab Aldi sedikit gugup. Karna apa yang di pikirannya tidak terbukti.
"Ohh gitu. Yaudah gue duluan ya, mau ke lapangan basket mau latihan."
Salsha menggaruk tengguknya salah tingkah melihat Aldi yang lagi tersenyum ke arahnya. "Iya kak."
Selanjutnya, Aldi berbalik dan berjalan meninggalkan Salsha yang kini menatap kagum ke arah Aldi. Sedetik kemudian, ia baru ingat tujuannya untuk mencari letak perpustakaan.
"Kak Aldi!" panggil Salsha dengan sedikit keras.
Aldi yang sudah lumayan jauh mendengar panggilan Salsha langsung berbalik. Menatap Salsha sembari mengernyitkan keningnya.
Salsha menggaruk tengkuknya menahan malu. Lantas ia berjalan mendekati Aldi. "Perpus mana ya Kak, Salsha nggak tau."
Aldi terkekeh. "Jadi daritadi lo gak tau dimana perpus?"
"Heheh, iya kak," cengir Salsha malu
"Ya ampun." Aldi menepuk jidat nya. "Kalo mau ke perpus, lo tinggal lurus truk belok kanan, nanti lo bakal ketemu sama Ruang musik. Nah, di samping ruang musik itu perpus."
"Oke, makasih ya kak."
******
Aldi memasuki lapangan basket dengan menenteng tas kecil di bahu sebelah kanannya. Setelah berkenalan dengan Salsha tadi, ia langsung mengganti seragamnya dengan baju basket karna Aldi harus latihan untuk turnamen antar sekolah yang akan di adakan 2 minggu lagi.
Aldi langsung menemui Iqbaal yang sedang mendriblle bola. Aldi merebut bola itu dari tangan Iqbaal, berlari sedikit dan memasukkan bola basket tersebut ke dalam ring.
"Lama amat lo, darimana aja sih?" keluh Iqbaal.
"Kenalan sama cewek cantik," jawab Aldi sembari mendrible bola basket.
"Cewek mulu yang ada di otak lo."
"Iya dong, kan playboy," ujar Aldi membanggakan diri.
Iqbaal terkekeh. Sepertinya sifat playboy Aldi sudah tak bisa di ubah lagi. Terbukti yang ada di otak Aldi hanyalah wanita.
"Lo di panggil pak Eko tu. Katanya ada yang mau di bahas," kata Iqbaal sembari mengambil bola basket dari tangan Aldi.
"Dimana?"
"Di ruangannya lah. Nggak mungkin di rumah lo kan?"
Aldi menggerutu kecil. Tak ingin berdebat, Aldi langsung berjalan menuju ruang guru untuk menemui pak Eko, guru olahraga sekaligus pelatih basket Sma Nusa Bangsa.
Sesampainya di ruangan pak Eko, Aldi mengetuk pintunya perlahan. Pak Eko yang sedari tadi berkutat pada berkas di mejanya menatap ke arah Aldi dan mempersilahkannya masuk.
"Masuk Aldi."
Aldi tersenyum mengerti. Aldi segera berjalan masuk ke ruangan tersebut dan duduk di kursi depan pak Eko.
"Pak Eko manggil saya?" tanya Aldi sopan.
Pak Eko mengangguk. "Iya. Ada yang ingin bapak omongin sama kamu."
"Ada apa pak?" tanya Aldi.
"Umm begini Aldi, kamu tahu kan kalau dua minggu lagi bakal ada turnamen basket antar sekolah," kata pak Eko kepada Aldi. Aldi pun menganggukkan kepalanya pelan. "Jadi pertandingannya itu untuk Putra dan Putri. Sedangkan basket Putri kita itu baru saja di bentuk seminggu yang lalu."
Aldi mengangguk mendengar penjelasan pak Eko. Aldi juga sudah mengetahui arah tujuan pembicaraan mereka.
"Bapak ingin mereka tampil maximal saat tanding nanti. Kamu kan kapten basket putra disini, jadi diantara yang lain, kamu yang paling jago bermain basket," ujar pak Eko membanggakan Aldi.
"Jadi, apa yang harus saya lakuin pak?" tanya Aldi to the point.
"Bapak minta sama kamu buat ngelatih para pemain basket Putri. Nantinya kamu akan bekerja sama dengan kapten tim Putri," elas pak Eko.
Aldi menyergit. Ia tidak tau siapa kapten tim basket. "Siapa pak?"
"Umm, itu dia," kata pak Eko menunjuk ke arah pintu masuk.
Seorang wanita masuk ke ruangan pak Eko dengan memakai seragam basket dan menenteng bola basket di tangan kanannya.
Aldi mengikuti arah tunjuk Pak Eko dan terdiam saat melihat seorang wanita masuk dan duduk tepat di sampingnya.
"Dia, Sheryl. Kapten tim basket Putri. Dia yang akan ngebantu kamu buat ngelatih para pemain basket putri," jelas pak Eko.
"Sheryl." Wanita yang bernama Sheryl itu mengulurkan tanganya ke arah Aldi.
"Aldi," balas Aldi memperkenalkan diri.
"Bapak harap kalian bisa kompak," ucap pak Eko kepada Sheryl dan juga Aldi.
"I-ya pak," jawab mereka serempak.