Hari yang di tunggu pun tiba. Semua siswa yang hendak melakukan tes untuk bea siswa sudah tampak berkumpul di sebuah ruangan. Terdapat sekitar 20 siswa yang sedang mengikuti tes tersebut.
Seorang pengawas tampak membagikan lembar soal ke tiap-tiap meja. Kali ini Sagara sangat yakin dapat mengerjakan semua soal yang di ujikan. Di mulai dengan mata pelajaran Fisika. Sagara tampak tak menemui kesulitan saat mengerjakannya. Bahkan belum sampai sepuluh menit dia sudah selesai dengan semua soal yang berjumlah 50 soal.
"Kamu yakin?" Tanya petugas yang mengawasi jalannya tes saat Sagara maju ke depan untuk menyerahkan kertas soal yang sudah selesai ia kerjakan.
"Yakin lah, pak. Kalau nggak percaya periksa aja," pemuda ini selalu tidak bisa menutupi wajah tengilnya.
Petugas itu pun beralih pada lembar soal di tangannya dan memeriksanya dengan teliti. "Gimana? Oke kan kerjaan aku?" Ucap Sagara bangga. Dahi pria di hadapannya mengeriyit, menatap Sagara tak yakin.
"Kamu jangan ciba-coba untuk nyontek, ya? Kalau sampai ketahuan kamu curang. Kamu akan langsung diskualifikasi, apa kamu ngerti?"
"Dih... Siapa yang nyontek? Nggak boleh nuduh sembarangan tanpa bukti. Lagian nyontek cuma buat orang-orang nggak percaya diri." Ucap Sagara lagi dengan berani. "Sekarang saya sudah boleh keluar untuk istirahat kan, Pak." Lanjutnya.
"Hem, silahkan."
Sagara melenggang keluar dengan gayanya yang tengil, tak lupa ia berhenti sejenak di ambang pintu, menatap semua peserta lain dan berkata, "udahlah nyerah aja, udah pasti aku pemenangnya, dah..."
Tanpa sadar seseorang sudah menunggunya di luar, Sagara terkejut melihat keberadaan Ningrum yang kini menatapnya dengan tatapan tak bisa di tebak. "Eh... kamu kok tiba-tiba ada di sini?" Sagara tampak salah tingkah.
Ningrum menggeleng jengah. "Sagara... aku harap kamu bisa jaga sikapmu. Jangan sombong, karena hasil akhir belum ketahuan, kamu nggak boleh ngomong gitu ke mereka." Rupanya Ningrum melihat pernyataannya tadi.
"Iya, aku tahu. Aku cuma pingin bikin mental mereka down dan akhirnya nggak konsentrasi deh." Sagara cengengesan.
"Kamu nggak boleh gitu, itu sama aja kamu nggak percaya diri."
"Ih... enak aja. Siapa bilang aku nggak percaya diri," protes Sagara tak terima.
"Kamu."
"Nggak, enak aja!" Eyel-nya.
"Tapi kamu tadi manas-manasin mereka, itu tandanya apa?"
"Itu kan--"
"Kalian kenapa ribut di depan ruang tes?" Sebuah suara terpaksa menghentikan perdebatan kecil mereka. Sagara dan Ningrum kini sama-sama menoleh ke asal suara. "Kalian bisa menganggu yang lain, apa kalian sadar?"
Sagara memutar bola mata malas dan membuang muka. Sedangkan Ningrum menunduk menyesal. "Maafin aku, aku spontan aja tadi."
"Iya nggak apa-apa, aku yakin kamu begitu gara-gara di pancing sama dia kan?"
Mata Sagara sontak mendelik menatap ke arah Dewa. "Siapa yang mancing? Nggak ada ikan buat di pancing." Ketusnya.
Ningrum terpaksa menahan tawa mendengar penuturan Gara, pemuda ini memang suka sekali asal bicara.
"Bukan mancing yang itu maksudku, tapi yang lain. Kau sengaja memancing keributan. Sebaiknya jika ingin berdebat jangan di sini, karena akan mengganggu aktifitas belajar yang lainnya." Jelas Dewa. Sagara hanya melengos tak peduli.
"Oh... iya, Ningrum mau ikut aku nggak?" Tanya Dewa tiba-tiba.
"Kemana?"
"Mumpung masih jam istirahat, aku mau kenalin kamu sama seseorang."
"Eh... kalian mau kemana?" Sagara tidak ingin Ningrum pergi dengan dewa.
"Aku mau ngajak dia ke ruangan laboratorium sekolah, mau kenalin dia sama guru kimia yang baru, dia itu seorang profesor." Jelas Dewa.
"Terus apa hubungannya sama Ningrum?" Sagara menatap Dewa dan Ningrum secara bergantian.
"Kenapa juga harus ku jelasin ke kamu. Ayo Ningrum ikut aku." Dewa tak ingin menggubris Sagara lagi. Ia meraih tangan Ningrum untuk segera berlalu darisana.
"Eh... tunggu, aku ikut boleh kan?" Sagara mengekor di belakang. Ia tidak ingin jauh sedikitpun dari Ningrum.
"Kenapa kamu ajak aku untuk kenalan dengan guru baru? Kalau yang lain liat kan aku jadi nggak enak?" Ningrum merasa risih karena kini semua mata tertuju padanya. Tatapan sinis dan tak terima dari para siswi lainnya.
"Yaudah, kamu nggak usah peduliin mereka." Jawab Dewa.
Langkah Dewa terpaksa terhenti karena Sagara tiba-tiba menghadangnya. "Ningrum benar, kamu sengaja ya mau buat Ningrum di musuhin?"
"Maksud kamu apa?"
"Ini!" Sagara mencoba melepas genggaman tangan Dewa pada Ningrum. "Kamu tahu cewek-cewek di sini nggak suka kamu deket-deket Ningrum, jadi sebaiknya kamu jangan deket-deket Ningrum lagi, karena aku nggak mau liat Ningrum di bully lagi. Ngerti!" Mata Sagara melotot ke arah Dewa mencoba memberi peringatan.
"Kenapa jadi kamu yang ngatur? Aku sama Ningrum udah kenal lama, kita selalu bareng-bareng. Dan aku juga ngelindungin Ningrum dari mereka. Jadi kamu nggak usah sok jadi pahlawan kesiangan!" Dewa mendorong tubuh Sagara geram.
Sagara yang tak terima, langsung membalas tindakan dewa. Ia mendorong tubuh pemuda itu hingga tersungkur di lantai.
Dewa tak terima, ia segera bangkit berdiri untuk membalas kembali perbuatan Sagara.
Dalam sekejap, murid-murid lain mulai berkerumun untuk menyaksikan perkelahian antara Dewa dan Sagara.
"STOP! Kalian jangan berantem, kalian apa-apaan?" Teriak Ningrum tak berdaya.
Sedangkan Sagara dan Dewa sama-sama terlihat kalap, mereka tak ingin berhenti dan kini malah saling adu tinju. Para murid malah bersorak dan tak ada yang mau melerai mereka.
Sagara mendorong tubuh Dewa ke dinding, ia mengunci gerakan pemuda itu dengan memiting lehernya. Saat satu tinju hendak di layangkan ke arahnya, gerakan Sagara terhenti, ia melihat punggung tangannya sudah tampak di penuhi bulu-bulu hitam lebat. Tak ingin semua orang melihat dirinya berubah menjadi lutung, Sagara buru-buru melarikan diri.
Sagara terus berlari menjauhi kerumunan. Ia berlari hingga ke ujung koridor, di sana terdapat kelas kosong yang sudah lama tak terpakai, ia masuk ke sana untuk bersembunyi.
Semetara itu, Ningrum segera memeriksa keadaan Dewa, "kamu nggak apa-apa kan?" Ia kemudian memapah Dewa ke ruang UKS.
***
Sagara hampir saja lupa. Jika dirinya berusaha meluapkan emosinya, maka ia akan berubah menjadi ke wujud lutung. Ia berharap orang-orang tidak curiga padanya tadi.
Setelah menyerahkan Dewa pada petugas UKS, Ningrum bergegas mencari Sagara. Ia takut terjadi sesuatu pada pemuda itu. Sagara tadi tiba-tiba saja melarikan diri. Untung saja murid-murid yang lain tidak menaruh curiga.
Saat menyusuri koridor yang di lalui Sagara tadi, Ningrum kembali di hadang oleh ketiga cewek yang biasa mengganggunya.
"Oh... jadi ini tadi yang bikin dua cowok berantem? Sok kecantikan banget sih!" Sergah salah satu dari mereka.
Ningrum menghela napas, "permisi, aku lagi nggak pingin debat sama kalian," ucap Ningrum sembari ingin berlalu pergi dari hadapan mereka.
Tapi Luna tak membiarkannya begitu saja, ia sengaja menjegal kaki Ningrum hingga tersungkur di lantai.
"Hahaha... Rasain, Lo! Belagu sih!" Ejek Luna, Karina pun ikut tersenyum puas.
"Kalian jangan keterlaluan," Sherly mencoba membantu Ningrum berdiri, "Lo nggak apa-apa kan?" Tanyanya pada Ningrum dengan wajah khawatir. Ningrum hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Sherly, ngapain sih Lo belain dia terus?" Ujar Luna tak terima.
"Gue bukan belain dia, bagaimanapun Ningrum dulu temen kita. Kok kalian tega sih sama Ningrum sekarang?" Protes Sherly.
"Dulu dia emang temen kita, tapi sekarang bukan lagi! Dulu Lo nggak inget dia kayak apa? Dia dulu juga belagu dan suka semena-mena. Ya... mungkin itu balasan buat dia sekarang." Jelas Luna tak peduli.
"Tapi kan--"
"Udah deh. Lo nggak usah sok baik. Dia emang pantes kok di gituin. Dulu dia kan emang sok kecantikan. Sekarang udah kena kutukan masih aja sok kecantikan, sebel deh! Di bilang jangan deketin Dewa, tapi masih ngeyel aja!" Potong Luna lagi.
Sherly beralih menatap Karina yang sejak tadi memilih diam saja. Berharap satu temannya itu masih memiliki nurani. "Gue setuju sama Luna." Ujarnya. Membuat harapan Sherly patah. Ia tak memiliki harapan kembali untuk mengembalikan persahabatan mereka seperti dulu lagi.
"Ningrum..." Sherly menatap iba pada gadis itu.
Ningrum mengulas senyum tipis, "aku nggak apa-apa kok. Mereka bener, kamu nggak usah peduliin aku lagi."
"Tahu diri juga dia!" Sergah Luna.
Bersambung