Chereads / Lutung Kasarung Mileneal / Chapter 15 - Sagara dan Dewa berkelahi part 2

Chapter 15 - Sagara dan Dewa berkelahi part 2

Demi menghilangkan bulu-bulu yang ada di tubuhnya, Sagara duduk bersila di lantai untuk bermeditasi, ia harus meredam emosinya agar keadaanya kembali seperti semula. Namun semedinya terusik dengan keributan yang tak jauh dari ruangan tersebut.

"Augh, sakit!" Pekik seseorang.

Sagara terhenyak, ia seperti mengenali suara tersebut. Mengintip melalui jendela kaca. Matanya seketika terbelalak, Sagara melihat Ningrum sedang di dorong oleh seorang gadis hingga punggungnya membentur dinding.

"Gue ingetin sekali lagi, ya... Lo, jangan coba-coba cari perhatian sama Dewa lagi! Ngerti?!" Ancamnya kemudian.

Sagara yang masih memperhatikan tampak kesal dan mengepalkan tangannya tak terima. Ia ingin menolong Ningrum, tapi ia sendiri tak berdaya dengan keadaanya.

"Jawab! Jangan diem aja!" Bentak Luna pada Ningrum. Koridor kebetulan sepi, sehingga tak ada yang melerai mereka. Namun kejadian aneh pun terjadi. Tiba-tiba tubuh Luna terhempas sendiri ke belakang padahal tak ada yang mendorong.

Augh!" Pekik Luna, pantatnya telah mendarat di lantai dengan keras. Sherly dan Karina segera mendekat untuk menolong.

"Lo nggak apa-apa?" Karina dan Sherly kebingungan karena melihat tubuh Luna yang tiba-tiba mental dengan sendirinya. Gadis itu menggeleng, kedua temannya kemudian membantunya bangkit berdiri.

"Ka-kamu nggak apa-apa?" Tanya Ningrum ragu-ragu. Tapi wajah Luna malah seperti orang ketakutan. Tanpa mempedulikan kedua temannya, ia lari tunggang langgang meninggalkan keduanya. Sherly dan Karina yang masih kebingungan akhirnya menyusul Luna yang sudah lari lebih dulu.

Tidak hanya ketiga mantan temannya yang merasa aneh dengan kejadian tadi. Ningrum juga merasa heran dengan kejadian tadi. Siapa yang Siring Luna sampai jatuh? Batinnya. Sedangkan dirinya hanya diam saja tadi.

"Ningrum!"

Sebuah suara mengalihkan pandangannya, Ningrum melihat Sagara sedang beralih ke arahnya. "Ningrum, kamu nggak apa-apa? Aku lihat mereka tadi mau buly kamu lagi," ucap Sagara dengan napas tersengal karena lelah berlari. Ningrum menggeleng samar, "kaku sendiri?" Ningrum balik bertanya.

"Ya... tadi aku sempet berubah karena marah, tapi untung aku cepet pulih lagi," jelas Sagara.

"Oh... jadi kamu bisa berubah kalau kamu sedang marah?" Kedua alis Ningrum saling bertaut bertanya.

"Iya, selain malam hari, aku juga bisa berubah jika suasana hatiku memburuk. Tapi jika aku ada di dekatmu, itu akan membuatku cepat pulih."

Kini dahi Ningrum ikut mengerut mendengar penjelasan Gara. "Memang apa hubungannya denganku?" Tanyanya penasaran.

"Entahlah, aku juga nggak tahu. Yang pasti, saat di samping kamu, aku merasakan efek tenang. Itulah sebabnya mengapa takdir mempertemukan kita."

Sontak Ningrum malah terkekeh mendengar celotehan Sagara. "Kenapa kamu tiba-tiba ketawa? Emang ada yang lucu?" Tanya Sagara dengan wajah masam.

"Nggak, kamu lucu aja. Bahasamu berat pakai bawa-bawa takdir segala." Namun tak urung kini Sagara ikut terkekeh bersamanya. Senyum Ningrum seolah menular padanya.

"Oh... iya, gimana keadaan Dewa? Aku bener-bener khilaf tadi. Dia mancing-macing aku terus, sih. Jadinya aku hilang kendali."

"Aku udah bawa dia ke UKS. Kayaknya tadi dia memar di beberapa bagian. Semoga aja dia nggak kenapa-kenapa," wajahnya terlihat khawatir.

"Terus ngapain kamu malah ada di sini dan nggak nungguin dia di UKS?"

"Aku khawatir sama kamu. Makanya nyariin kamu."

Mendengar jawaban Ningrum, wajah Sagara tiba-tiba memerah. "Bearti kamu lebih perhatian sama aku dong di banding sama Dewa?" Ucapnya malu-malu.

Dahi Ningrum kembali mengeriyit, "maksud kamu apa?"

Senyum di bibir Sagara seketika memudar. Dasar nggak peka! Umpatnya dalam hati. "Bukan apa-apa," wajah Sagara berubah ketus.

***

Ningrum dan Sagara mengunjungi Dewa di ruang UKS. "Dewa... gimana keadaan kamu? Baik-baik aja kan?" Tanya Ningrum khawatir.

Cowok yang duduk bersandar di kepala brankar itu menggeleng lemah, sudut bibirnya yang memar, susah tampak di obati, dan pelipisnya sudah di pasang plester. "Aku nggak apa-apa kok, tenang aja. Kalau liat kamu, aku pasti cepat baikannya." Ningrum sontak tersipu malu mendengar pujian dari Dewa.

Sedangkan Sagara yang ada di sebelah Ningrum hanya bisa mendelik dengan mulut menganga. Dasar buaya darat! Kadal buntung!Umpatnya dalam hati. Sejenak kemudian ia menghela napas dengan mata terpejam, mencoba meredam emosinya agar tidak meluap kembali.

"Maka-nya, jadi orang jangan suka bikin gara-gara," ucap Sagara dengan penuh nada sindiran.

"Siapa yang cari gara-gara? Bukannya kamu yang nyerang aku duluan!" Sentak Dewa kesal.

"Itu karena kamu udah bikin Ningrum dalam keadaan nggak aman. Tadi aja dia hampir di buly lagi sama tiga cewek yang biasa buly dia."

Dewa sontak menatap Ningrum cemas, "beneran apa yang di bilang Sagara?"

Ningrum mengangguk lemah, "tapi mereka nggak sempet ngapa-ngapain aku, kok." Wajah Ningrum tampak berpikir. Ia jadi teringat dengan kejadian tadi, saat tiba-tiba sebuah kekuatan yang tak terlihat menolongnya.

"Ningrum, ada apa?" Lamunan Ningrum seketika buyar. Ia menatap wajah Dewa yang khawatir dan menggeleng, "nggak ada apa-apa, kok."

"Tapi kayaknya tadi kamu mikirin sesuatu?" Ucap Dewa lagi. Sekarang Sagara ikut panik.

"Kalau ada apa-apa, cerita aja sama aku," celetuk Gara menyela. Membuat Dewa menatapnya tak suka. "Mending cerita sama aku aja," ucap Dewa tak mau kalah.

"Apaan sih, aku kan sepupunya, emang kamu siapanya?" Dewa seketika terdiam mendengar penuturan Sagara.

Sedangkan Sagara melipat tangan di dada dan mengusap hidungnya dengan gaya congkaknya. Kena kan Lo! Nggak bisa jawab! Gumamnya dalam hati.

"Aku sahabatnya, jadi aku juga berhak dengar semua ceritanya," jawab Dewa setelah lama terdiam.

"Nggak boleh!" Sergah Sagara tak terima. "Kalau deket-seket kamu terus, nanti Ningrum semakin banyak musuh, aku nggak mau Ningrum kenapa-kenapa!"

Dewa menunduk, ia merasa bersalah pada Ningrum, tapi dia juga tidak ingin jauh-jauh dari gadis itu. "Tapi aku juga bisa kok lindungi dia!"

"Ihh... batu banget sih! Di bilang kamu jangan deketin Ningrum lagi, nggak ngerti juga!" Sagara hampir saja kalap lagi kalau Ningrum tidak buru-buru melerai.

"Heh... kalian kenapa sih? Berantem terus kalau ketemu?!" Suara Ningrum membuat Sagara dan Dewa berhenti berdebat. Lalu ia menatap ke arah Dewa. "Kayaknya yang di omongin Sagara ada benernya, mulai sekarang kita nggak usah terlalu deket lagi, kira jaga jarak aja. Aku nggak mau bikin yang lain iri karena kamu deket sama aku, maafin aku."

"Tapi, Ningrum--"

"Udah deh, kata Ningrum udah paling bener, kamu jangan batu jadi orang!" Sela Sagara sembari menyunggingkan senyum kemenangan.

Bersambung