"Tidak Pak, ah terimakasih ... Mungkin jika Bapak tidak menegur, sampai malam saya akan di sini. Sampai jumpa Pak Mun!" serunya dengan ramah, setelah melambaikan tangan pada pria berusia paruh baya tersebut, Sandy pun melenggang pergi untuk kembali ke istana kecilnya.
Rumah sederhana yang berhasil ia beli dari hasil jerih payahnya selama 17 tahun ini, juga keuntungan dari bisnis kecil-kecilannya di bidang pakaian dan ekpedisi. Yang mana akan lebih memudahkan usahanya dalam mengirimkan barang tanpa harus mengecewakan pelanggan.
Waktu menunjukkan pukul 5 sore, di mana langit sudah semakin gelap berhiaa kawanan burung yang masih lalu lalang menuju singgasananya. Beberapa kali ia harus melewati genangan sisa air hujan di sepanjang jalan yang dilalui, membuat sepatu kesayangannya harus basah dan sedikit kotor karenanya.
Mau tak mau, ia pun melepas sepatunya. Menentengnya dengan kedua tangan lalu melanjutkan perjalanan tanpa alas kaki. Tak perduli dengan penilaian orang yang mungkin menganggap aneh saat melihatnya berjalan dengan telanjang kaki.
Hari ini Sandy memutuskan untuk menutup lebih cepat Toko miliknya, bukan tanpa alasan. Melainkan ada kepentingan yang tidak bisa ia tinggalkan saat itu dan beberapa pegawainya pun harus pulang lebih cepat karena besok adalah hari libur, yang mana sudah menjadi peraturan perusahaan yang Sandy buat dengan sendirinya.
Setiap minggu pertama dan ketiga Toko akan tutup selama dua hari, memberikan kelonggaran kepada pegawainya untuk bisa menghabiskan waktu bersama keluarga.
Setelah menempuh perjalanan hampir 30 menit lamanya, Sandy pun tiba di depan pagar besi berwarna putih gading yang mana terlihat begitu tenang bersama pepohonan kecil di dalam sana.
"Hahh!! Akhirnya sampai juga," gumamnya bernafas lega.
Tanpa membuang banyak waktu, Sandy pun berjalan melewati pagar rumahnya. Melewati beberapa tanaman bunga matahari yang mengangguk-angguk seperti diiringi oleh musik.
Gadis berusia 27 tahun tersebut pun segera masuk ke dalam rumahnya untuk membersihkan tubuh setelah seharian bekerja, ditambah rambut dan pakainnya yang basah akibat hujan yang mengguyur Ibukota.
Weekend adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh siapapun, tak terkecuali Sandy. Meski ia hanya hidup seorang diri, tak membuatnya bosan untuk berada di rumah seharian. Sandy lebih menyukai kesendirian untuk menenangkan diri, meng-charg dirinya setelah lelah bekerja.
Rumah sederhana berukuran 4x6 meter tersebut nampak rapih dengan furniture ala kadarnya yang sebagian besar berbahan dasar kayu. Baginya tidak penting rumah mewah, biarpun sederhana ia merasa sangat bersyukur bisa memilikinya. Mengingat banyak di luar sana yang masih lontang-lantung berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk berteduh.
Seperti biasa selesai mandi dan menyantap makan malam, Sandy membuat minuman hangat untuk menemaninya duduk di teras belakang. Di sana terdapat kebun kecil yang ditanami berbagai macam bunga dan sayuran ala kadarnya.
Menyenderi adalah satu hal yang sangat berarti untuk gadis bertubuh kurus tersebut, kata sepi sudah menjadi teman sehari-harinya sejak dulu. Ia dapat merasa lebih tenang saat itu, meski terkadang bayangan di masa lalu harus kembali singgah membuatnya tak mampu menepis kesedihan ketika harus terbayang wajah Ibunya yang semakin samar.
Sayangnya ia tak memiliki foto bersama Ibunya, tak ada kenangan yang bisa ia abadikan atau sekedar obat pelipur lara dikala rindu melanda.
"Pasti Ibu sudah bahagia di sana kan? Ibu berada di tempat terbaik di sisi Tuhan, Sandy kangen Bu! Bisakah Ibu datang ke mimpiku? Sekali saja, peluk aku Bu!" gumamnya lirih.
Malam semakin larut, minuman dalam cangkir putih pun sudah habis setelah diteguknya beberapa kali. Angin malam yang semakin dingin membuat Sandy segera bergegas masuk, kebetulan rasa kantuk juga datang dengan beberapa kali menguap yang tak bisa tertahankan.
Setelah melakukan ritual sebelum tidur, tanpa membuang banyak waktu lagi Sandy segera beranjak ke atas tempat tidur. Di mana ada beberapa boneka kecil yang ia dapatkan baik dari uang tabungan, maupun game yang tak sengaja ia ikuti untuk mengisi kekosongan. Dalam hitungan detik pun, ia sudah terlelap dalam tidurnya.
***
"Hoam!!" gumamnya seraya memiringkan tubuhnya ke kanan dan kiri diikuti oleh suara'kretek' khas tulang yang saling bertemu satu sama lain.
Pagi sudah datang, pancaran sinar matahari yang berhasil menembus ventilasi jendela pun memantul ke wajah Sandy yang masih sembab. Libur tidak membuatnya bermalas-malasan di atas kasur, perutnya sudah berdemo sejak 10 menit yang lalu.
Ia pun beranjak turun meninggalkan kasur untuk segera berkaya memanjakan perutnya. Di dalam kulkas ada bahan sup dan sisa daging yang belum di masak, mungkin ia akan membuat sup ayam dan juga sambal bawang.
Membayangkan saja cacing di dalam perutnya sudah meliuk kegirangan. Tanpa membuang banyak waktu, Sandy pun menyiapkan semuanya tak lupa ia juga memanaskan air untuk segelas kopi hitam yang mampu membangkitkan semangatnya di pagi hari.
20 menit sudah berlalu, kini semangkuk sup ayam dan sambal bawang telah siap untuk dihidangkan. Tak hanya itu, secangkir kopi hitam pun telah memanggilnya untuk segera diteguk.
"Glekk! Ahhh, nikmatnya ... Terimakasih untuk aroma kamu yang wangi, kopi. Temani sarapanku pagi ini ya!" ujarnya lembut, Sandy beralih pada sepiring nasi yang sudah didinginkan di hadapannya.
Air liurnya yang hampir jatuh membuat gadis berusia 27 tahun itupun segera mengambil sup dari dalam mangkuk ditambahkan sesendok sambal bawang yang lumayan pedas. Benar-benar nikmat, tidak ada alasan untuk tidak mensyukuri hidup.
Sandy si gadis kurus pun kini nampak lahap menyendok nasi ke dalam mulutnya yang sudah meminta diisi.
Drrrt!
"Dengan Sandy di sini," serunya dengan ramah setelah menggeser tombol berwarna hijau di layar ponselnya.
"Hai, maaf jika saya menggangu. Saya Frans, asisten Tuan Ken Skylar dari Skylar Group. Jadi begini ... saya dengar Nona memiliki bisnis di bidang pakaian. Untuk itu, tolong antarkan dua stelan jas berwarna navy dan hitam saat ini juga," ucapnya tanpa jeda, membuat Sandy yang sedikit lemot harus berpikir keras menangkap arah pembicaran yang dimaksud.
"Saya akan membayar 5x lipat dari harga yang biasa Nona jual," imbuhnya lagi.
"T-tapi kami sedang libur, Tuan!" jawabnya gugup.
"Saya mohon Nona, ini menyangkut harga diri kami ... Baiklah harga kami naikkan jadi 10x lipat!"
"Wahhh! Astaga, apa aku tidak salah dengar?" gumam Sandy tak percaya, tanpa ia sadari suaranya pun terdengar di ujung sambungan telepon sana.
Setelah berdebat yang lumayan lama, Sandy pun akhirnya kalah. Mengingat kata pepatah jika 'Pembeli adalah seorang Raja' dan kata Ibu pemilik warung tempat kerjanya dulu 'Rezeki tidak boleh ditolak'.
Dengan jurus seribu langkah, Sandy pun bergegas untuk mandi dan bersiap-siap menuju Toko mengambil pesanan pelanggan misteriusnya. Yang mana dia hanya diberikan waktu selama 45 menit untuk sampai di lokasi yang sudah ditentukan.