"Hening."
Hening menyambut uluran tangan Dikta, pria berusia tiga puluh tahun itu tersenyum hangat, sehangat sinar mentari.
Dipta mengernyit jijik melihat sikap lembut Hening, palsu kali.
"Sadar diri!"
Dipta menarik seragam sekolah Hening keras, gadis itu hampir terpeleset. Untung bisa ngerem.
Saat ingin berteriak pada Dipta, gadis itu ingat keberadaan Dikta. Dia gak boleh menunjukan ke bar-barannya pada pria yang sangat berbanding terbalik dengan Dipta ini.
Berdiri tegak sambil membenahi rambutnya, Hening berkata, "duduk dulu, Mas, aku ambilin minum."
"Mas?" ulang Dipta dengan raut wajah hampir muntah.
Hening menatapnya sambil tersenyum paksa, "memangnya kenapa? Mas Dikta jauh lebih tua dari aku, gak sopan kalo cuma manggil nama."
Hening menatap Dikta lembut, "keberatan aku panggil mas?"
Dikta menggeleng, "senyaman kamu aja. Aku santai orangnya."
Hening melirik Dipta sinis, "orangnya aja gak sibuk, kok kau yang panas?"