Wanita usia dua puluh lima menatap tajam ke arah adik laki-laki yang sama-sama menunggu di depan kamar mandi. Ayah keduanya baru saja keluar dari kamar mandi. Menatap kebingungan ke arah putra dan putrinya.
"Ada apa dengan kalian? Apa kalian bertengkar di pagi hari?" Tanya Ayah seraya menggelengkan kepalanya dan pergi meninggalkan putra dan putrinya yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi.
Detik selanjutnya wanita dan sang adik laki-laki berebutan masuk ke dalam kamar mandi. Wanita tersebut tersenyum lebar penuh kemenangan setelah mendorong sang adik laki-laki hingga jatuh ke lantai.
Tanpa banyak bicara, wanita tersebut masuk ke dalam kamar mandi. Sementara sang adik dengan rasa kesal harus menunggu.
"Kak Yuni, jangan lama-lama mandinya!" Teriak sang adik kepada kakak yang bernama Yuni Lestari.
Yuni selesai dari kamar mandi dengan memakai pakaian rapi seorang layaknya seorang guru. Yuni adalah wanita karir di bidang guru untuk anak Sekolah Dasar.
Putra, adik Yuni melirik tajam saat masuk ke dalam kamar mandi. Yuni tertawa melihat wajah kesal sang adik.
Yuni bergabung bersama Bapak Ari dan Ibu Naura selaku orangtua dirinya dan Putra. Yuni membantu Ibu Naura.
"Kamu ini Yuni. Selalu mengganggu adik kamu. Padahal kamu mengajar anak Sekolah Dasar. Pasti menyukai anak kecil tapi tidak suka sama saudara sendiri." Ibu Naura menggelengkan kepalanya melihat anak sulungnya.
Yuni menampilkan senyuman lebar. "Sebenarnya Yuni tidak niat mengganggu Putra tapi, Yuni tadi bangunnya telat. Yuni begadang buat materi mengajar untuk hari ini."
Yuni, Bapak Ari, dan Ibu Naura menunggu Putra untuk sarapan bersama. Putra akhirnya bergabung dengan pakaian rapi tapi tetap kekinian. Putra masih menempuh kuliah di universitas ternama.
"Masakan Ibu selalu enak. Enggak ada yang bisa mengalahkannya." Ucap Putra membuat Ibu Naura mengukir senyuman.
Setelah sarapan bersama, Yuni dan Putra pamit pergi. Yuni yang akan bekerja dan Putra yang ke kampus. Yuni menumpang dengan Putra yang membawa sepeda motor. Apalagi jalan menuju ke sekolah tempat ia bekerja searah dengan kampus Putra.
Setelah sampai, Yuni langsung turun dari sepeda motor. "Hati-hati di jalan." Pesan Yuni saat sepeda motor milik Putra keluar dari pekarangan Sekolah.
Yuni memulai harinya sebagai guru Sekolah Dasar di salah satu Sekolah Dasar di kotanya. Yuni berjalan menuju ruang guru. Yuni berhenti dan tersenyum saat melihat ponselnya. Ada nama sang kekasih di sana. Tanpa pikir panjang, Yuni langsung mengangkatnya.
"Tenang saja, Juna. Aku sudah sampai di sekolah. Putra aman membawa kekasih kamu ini ke Sekolah." Yuni tertawa kecil karena setiap paginya, Arjuna Afandi-sang kekasih-selalu menanyakan apakah dirinya sampai dengan selamat di sekolah atau tidak.
Yuni dan Juna sudah menjadi pasangan selama tiga tahun. Juna sendiri adalah seorang Dokter di Rumah Sakit ternama. Terkadang Yuni merasa tidak cocok bersanding dengan Juna yang notabene adalah seorang Dokter. Sedangkan dirinya hanyalah seorang Guru yang berjuang untuk biaya keluarga dan yang kuliah sang adik.
Bapak dan Ibu tidak bekerja lagi. Bapak yang dulunya seorang petani memutuskan untuk pensiun karena sudah lelah. Sementara Ibu hanyalah ibu rumah tangga. Keuangan mereka tergantung dengan Yuni sekarang.
Setelah selesai bertelepon, Yuni langsung masuk ke dalam ruang guru. Dea menyapa Yuni dengan senyuman. Dea adalah guru sekaligus sahabat Yuni.
"Yuni, setelah mengajar kita makan bersama di kantin." Ajak Dea dan langsung mendapatkan persetujuan dari Yuni. Dea tersenyum mendengarnya.
Yuni tersenyum lebar dan menyapa dengan penuh semangat kepada anak kelas satu. Yuni harus tersenyum dan sabar menghadapi anak-anak. Lagi pula, Yuni juga senang dengan anak-anak.
Yuni menepati janjinya dengan Dea untuk makan bersama di kantin. Yuni menikmati mie ayam yang sudah menjadi langganannya di kantin. Sementara Dea memesan nasi goreng jumbo.
Yuni dan Dea mengobrol banyak hal tapi topik utama mereka tetap anak-anak di kelas yang ada saja kejadiannya setiap hari.
"Maaf, Dea. Aku permisi sebentar. Harus mengangkat panggilan ini." Ucap Yuni dengan sopan. Dea mengangguk. "Enggak masalah."
Yuni beranjak dari tempatnya. Sedikit menjauh dari tempat mereka makan. Putra tiba-tiba menghubunginya di waktu yang tidak tepat. Yuni langsung merasakan firasat buruk.
"Kak Yuni, aku baru ingat. Ada tugas makalah aku di dalam tas Kak Yuni. Tadi pagi aku meletakkan di Tas Kak Yuni karena aku enggak bawa tas tapi, aku lupa mengambilnya." Ucap Putra dengan cepat.
"Jadi, sebagai kakak yang cantik dan baik hati, tolong bawakan tugas makalah aku ke kampus. Aku tunggu kakak sekitar tiga puluh menit lagi. Intinya harus cepat sebelum Dosen aku datang."
Panggilan langsung terputus. Yuni diam di tempat. Mencerna perkataan Putra yang cepat. Setelah mengerti, Yuni mengepalkan tangannya. Harinya yang bahagia hancur berantakan karena permintaan sang adik.
Yuni pamitan kepada Dea untuk pergi sebentar. "Dea, aku minta maaf. Sepertinya aku ada urusan mendadak. Jadi, aku pamit pulang." Yuni mengambil tasnya. Membuka isi tas seraya berjalan keluar Sekolah.
Ternyata benar ada tugas makalah dengan nama Putra Aditya. Yuni memutihkan untuk naik ojek online. Selama dalam perjalanan, Putra mengirimkannya pesan berulang kali. Menyuruh dirinya untuk segera datang. Yuni hanya membacanya dan tidak membalas sama sekali.
Setelah sampai di kampus, barulah Yuni menghubungi Putra. "Keluar kamu, Putra. Kakak sudah di kampus kamu. Kita mau bertemu dimana?"
Yuni dapat mendengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. "Kakak tunggu di depan fakultas Kedokteran. Aku akan ke sana. Ini lagi menuruni anak tangga."
Putra adalah mahasiswa kedokteran semester dua. Yuni membutuhkan banyak biaya untuk kuliah Putra. Bersyukur karena Putra mahasiswa yang pintar.
Putra berdiri di hadapan sang kakak dengan napas memburu cepat. Yuni memberikan tugas makalah milik Putra. Putra langsung memeluk sang kakak. "Terimakasih banyak Kak Yuni. Nanti aku traktir beli es krim."
Yuni langsung melepaskan pelukan sang adik. "Langsung kembali ke kelas. Nanti Dosen kamu datang."
Putra menggelengkan kepalanya. "Itu Dosennya." Yuni menoleh ke belakang. Mengikuti arah pandang Putra.
Yuni mengernyitkan dahinya saat melihat pria dengan tubuh tinggi, kulit putih, dan brewok membuat ketampanan di wajah tersebut menghilang.
Putra memberikan langsung tugas makalah tersebut kepada pria yang pastinya lebih tua dari Yuni. Itu hanya pendapat Yuni sendiri.
"Ini tugas makalahnya, Bapak Lucas." Ucap Putra dengan senyuman tipis.
Pria tersebut menerimanya tanpa bicara dan tanpa senyuman. Pria yang bernama Lucas menoleh ke arah Yuni. Mata keduanya saling bertemu.
Waktu seakan berhenti sekarang. Memberikan waktu untuk keduanya saling menatap. Mengenal hanya dengan tatapan. Yuni langsung mengalihkan pandangannya saat Putra memanggilnya berulang kali.
"Maafkan Kaka saya, Pak Lucas." Ucap Putra dengan sopan. Yuni menundukkan kepalanya.
Lucas menggelengkan kepalanya. "Tidak masalah. Terimakasih sudah mengumpulkan tugasnya dengan tepat waktu." Yuni terkejut dengan suara berat dan maskulin dari pria di depannya.