Yuni kembali keluar dari area kampus setelah urusannya dengan urusan Putra selesai. Yuni berdiri di pinggir jalan. Menunggu taksi atau angkutan umum yang lewat tapi, sudah menunggu setengah jam tidak ada tanda-tanda angkutan umum akan lewat.
Yuni menghubungi Dea. "Dea, sepertinya aku enggak bisa kembali ke sekolah. Enggak ada angkutan umum yang lewat di depan kampus. Sepertinya aku akan menunggu Putra pulang dan pulang bersamanya."
"Enggak masalah, Yuni. Lagi pula, jadwal kamu mengajar untuk hari ini juga selesai. Selamat menunggu." Dea tertawa di akhir kalimat. Seolah-olah menertawakan nasib sial Yuni. Yuni ikut tertawa karena tidak tahu harus merespon seperti apa.
Yuni mengirimkan pesan kepada Putra bahwa dirinya menunggu di kantin kampus. Yuni memesan teh manis dingin sebagai teman menunggu.
Yuni tersenyum melihat foto di galeri ponselnya. Foto dirinya bersama anak muridnya. Yuni menjadi wali kelas di kelas 1-A.
Yuni mendongak saat seorang pria duduk di hadapannya. Yuni terkejut karena pria brewok tersebut adalah Dosen sang adik. Yuni berpura-pura tidak melihatnya dan sibuk bermain ponsel.
"Saya akan memberikan kehidupan yang layak untuk keluarga kamu. Bahkan saya akan membiayai uang kuliah Putra hingga selesai. Asalkan kamu mau menjadi istri saya. Lebih tepatnya istri kontrak."
Yuni berteriak terkejut bahkan hingga beranjak dar tempatnya. Untungnya kantin sedang sepi karena para mahasiswa dan Dosen sedang di dalam kelas.
"Kamu pria aneh. Tentu saja aku menolaknya. Aku bukan wanita murahan yang hanya menginginkan uang. Aku bisa menghidupkan keluarga aku sendiri." Yuni yang tidak bisa menahan kekesalannya, menumpahkan es teh manis dingin ke arah wajah Lucas.
Lucas memejamkan matanya. Mengepalkan tangannya. "Sepertinya kamu akan menyesal, Yuni."
Yuni merinding saat pria bernama Lucas menyebut namanya. Yuni ingin pergi tapi, Lucas menghalangi langkahnya.
"Padahal saya memberikan penawaran yang bagus. Seharusnya kamu menyebut saya sebagai penyelamat kamu. Lagi pula, kamu tidak merasa rugi."
"Tentu saja saya merasa rugi. Kehidupan aku berakhir di tangan kamu. Itu sangat tidak mungkin. Maaf, Tuan Lucas. Saya menolaknya." Yuni berjalan melewati Lucas.
"Jika kamu bersikap seperti ini, saya akan membuat kehidupan Putra menjadi sulit selama di kampus. Seperti memberikannya nilai E di beberapa mata kuliah saya." Lucas memakai teknik mengancam. Jika teknik penawaran tidak berjalan dengan lancar maka, Lucas harus memakai cara yang berbeda.
Yuni memutar tubuhnya. Yuni berjalan ke arah Lucas dengan tatapan tajam. "Jangan membawa Putra di masalah ini. Putra tidak ada sangkut pautnya."
Lucas mengelus brewok di dagunya. Menatap Yuni beberapa saat. Yuni sudah bosan melihat wajah Lucas. "Intinya. Jangan mengganggu Putra. Jika kamu berani mengganggu Putra maka kamu berhadapan dengan aku."
Lucas tersenyum seraya mengelus brewok kesayangannya. "Saya senang kamu ingin berhadapan dengan saya. Intinya juga. Saya menunggu keputusan kamu."
Lucas menepuk puncak kepala Yuni. "Saya tunggu keputusan kamu berikutnya." Yuni melirik tajam. Menepis tangan Lucas dari puncak kepalanya.
"Jawaban saya tetap sama." Yuni berlalu pergi dari hadapan Lucas. Lucas tersenyum miring.
"Menarik sekali berhadapan dengan kakak kamu Putra." Lucas juga berlalu pergi dari kantin.
Yuni memutuskan untuk menunggu di taman kampus. Yuni kembali memberikan pesan kepada sang adik keberadaannya sekarang.
Yuni sibuk bermain ponsel. Membalas pesan dari teman dan sang pacar. Yuna tersenyum senang saat Juna mengirimkan video hewan yang lucu.
"Terimakasih banyak, Juna. Hidup aku kembali berwarna lagi karena kamu." Yuni sangat bersyukur memiliki pacar seperti Juna.
Juna adalah tipe pria yang lembut dan hangat. Juna juga sudah sangat akrab dengan keluarga Yuni. Hanya saja Juna sangat sibuk makanya mereka jarang bertemu. Profesinya sebagai Dokter yang membuat Yuni bangga sekaligus rendah diri.
"Ini untuk kakak." Tiba-tiba Putra menyodorkan sebuah kotak hadiah.
Yuni mengernyitkan dahinya. "Kakak lagi enggak ulang tahun hari ini. Lagi pula, kenapa kamu tiba-tiba memberikan kakak kado?" Tanya Yuni kebingungan.
Putra duduk di samping Yuni. "Siapa bilang ini kado dari aku." Yuni semakin bingung dengan jawaban Putra.
"Jadi, ini kado dari siapa?" Tanya Yuni semakin penasaran. Putra menghela napas sesaat lalu menjawab.
"Ini kado dari Bapak Lucas. Dosen aku. Katanya berikan kado ini untuk kakak kamu. Jika aku memberikan kado ini maka, Bapak Lucas akan memberikan aku nilai A di setiap mata kuliahnya." Jawaban Putra membuat Yuni terkejut.
Hari ini banyak sekali kejutan membuat jantung Yuni tidak siap menerima segala kejutan itu. Apalagi itu karena orang yang sama.
Yuni mengambil kado tersebut dari tangan Putra. "Ayo kita pulang. Hari ini kakak lelah sekali." Putra mengikuti sang kakak menuju parkiran.
"Setidaknya semester ini aku mendapatkan nilai A untuk beberapa mata kuliah." Gumam Putra dengan nada kecil tapi Yuni dapat mendengarnya.
Yuni menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Tubuhnya sangat lelah hari ini. Hari ini seperti sedikit berbeda dari biasanya. Ada kejutan yang tidak ia inginkan datang hari ini.
Yuni menatap kotak hadiah di atas meja belajar. "Aku penasaran dengan isinya tapi, aku terlalu takut jika itu berhubungan dengan yang tadi ia bicarakan di kantin." Yuni menghela napas berat.
Yuni memutuskan mandi dan membantu sang Ibu di dapur menyiapkan makan malam. Yuni menyampingkan masalah kado. Ia akan membukanya setelah dirinya siap.
Setelah selesai makan malam bersama keluarga, Yuni kembali ke kamar. Yuni tadi meninggalkan ponselnya di kamar. Yuni memutuskan bermain ponsel sebelum nantinya tidur.
Mata Yuni membulat besar saat nomor yang tidak di kenal telah menghubunginya selama sepuluh kali. "Siapa lagi yang menghubungi aku malam-malam bahkan hingga sepuluh kali?"
Yuni terkejut karena nomor tidak di kenal itu, menghubunginya lagi. Yuni menyiapkan dirinya lalu mengangkat panggilannya.
"Apakah jawaban kamu masih sama, Yuni?" Yuni melemparkan ponselnya ke tempat tidur.
"Kenapa dia tahu nomor aku?" Tanya Yuni kebingungan.
"Jika saya berusaha pasti saya bisa mendapatkannya. Sepertinya kamu belum membuka kadonya. Tidak masalah. Saya akan menunggu sampai kamu siap dan mengubah jawaban kamu sebelumnya."
Panggilan berakhir setelah itu. Yuni duduk di meja belajar. Wajahnya seperti wajah orang yang kebingungan.
Putra membuka pintu kamarnya. Yuni menatap Putra cukup lama. Putra mengerjapkan matanya kebingungan.
"Ada apa, Kak Yuni?" Tanya Putra.
"Pasti kamu yang memberikan nomor kakak sama Dosen brewok kamu itu, bukan?" Yuni langsung menunjuk Putra sebagai pelaku dimana nomornya sudah ada di tangan Dosen Brewok bernama Lucas.
Putra tidak terkejut sama sekali. Mengangguk dengan santai. "Tentu saja Bapak Lucas mendapatkan nomor kakak dari aku. Lagi pula, sepertinya Bapak Lucas menyukai kakak."
Yuni terdiam mendengarnya. "Apa maksudnya, Putra?"
Putra mendekatkan wajahnya ke arah wajah sang kakak. "Bapak Lucas suka sama kakak. Aku membantu Bapak Lucas agar dekat dengan kakak. Dengan itu, aku mendapatkan nilai A di mata kuliahnya."
Tamparan keras mendarat di wajah Putra. Putra terkejut. "Aku benci kakak. Kakak jahat." Putra keluar dari kamar Yuni.
Yuni memijit kepalanya yang terasa pusing. Hari ini adalah hari terburuknya. Apalagi bertemu dengan Dosen Brewok yang menghancurkan kehidupan tenangnya.