Chereads / Maverick Davidson / Chapter 20 - Twenty

Chapter 20 - Twenty

Valie memasuki mobil yang sudah di siapkan oleh Angela untuknya. Bnw hitam, selera Mave sekali, sejujurnya. Gadis itu membuka kaca mobil itu," melihat pemandangan sekitar. Di depan sana, seorang lelaki paruh baya mengendarai mobil ini sedang Angela duduk di samping Valie.

"Apakah kita hanya akan berkeliling nona?" tanya Angela.

Yang di tanyai hanya mengangguk, sibuk menikmati pemandangan sekitar, "Aku malas jika harus menemani Mave berjudi. Menyebalkan sekali. Entah apa yang dia lakukan hingga ia bisa selalu menang dalam berjudi. Bodoh sekali,"

"Mungkin karena peruntungan?" Angela ikut menebak.

Valie menggelengkan kepalanya benerapa kali, "Aku tidak pernah percaya pada peruntungan, keberuntungan, dan lain lain. Itu bukanlah hal yang bisa aku jadikan patokan dalam melakukan sesuatu,"

"Ah aku mengerti," sang asistant mengangguk, ia mengerti kemana arah bicara perempuan di hadapannya itu, kehidupan lama Valie. Yang sangat menyedihkan, tidak pernah ada keberuntungan kecuali saat Valie bertemu dengan Mave. Dengan cepat, kehidupannya berputar seratus delapan puluh derajat.

"Paman Antonio dan Bibi Margarethlah yang mengambil seluruh keberuntunganku. Dan seluruh keberuntunganku seumur hidup, sudah ku pakai saat bertemu Mave saat itu. Karena aku sudah tidak mempunyai stok keberuntungan, aku memilih untuk tidak mempercayainya," jelas Valie santai, meraih ponselnya sebelum mencari kontak milik Mave. Segera menelfon lelaki itu. Tidak membutuhkan waktu lama hingga sang kekasih menerima panggilan itu.

"Apa yang kau butuhkan?" tanya Mave sesaat setelah panggilan mereka terhubung.

Valie mendengus, "Kau harus belajar berbasa basi ketika seseorang tengah menelefon mu," serunya kesal.

Mave di seberang sana terdengar berdecak keras, "Apa yang kau inginkan Valerie Helen,"

"Tidak ada. Hanya rindu kau," jawab Valie seraya terkikik kecil.

"Stop berkata hal hal yang tidak berguna dan omong kosong seperti itu," balas Mave.

Valie dapat memastikan lelaki itu tengah memutar bola matanya malas, di seberang sana. Gadis itu lagi lagi terkikik kecil, "Aku ingin bicara sesuatu,"

"Kau sedang berbicara Valie," balas Mave malas.

Vakie menengok pada kaca spion, melirik mobil di belakangnya, "Mobil Theodore mengikutiku," ujarnya sebelum mengeluarkan sebuah pistol di kantung pakaiannya.

"Kirim lokasinya,"

Valie mengangguk, segera mengirim lokasinya pada Mave, "Cepatlah Mave. Aku tidak ingin mengacau di negri orang,"

"Aku ada di seratus meter dari posisimu. Jangan khawatir. Aku tidak akan pernah membiarkanmu berkeliaran sendiri Valie," jelasnya tenang.

Senyum Valie mengembang lebar mendengarnya, gadis itu menengok ke belakang. Ada dua mobil. Tiga mobil berurutan. Mobil Valie, Theodore, lalu mobil milik Mave, "Aku melihat mobilmu,"

"Ya aku bisa melihatmu," balas Mave.

Gadis itu berbalik, menatap sang supir, "Apakah kaca mobil inti anti peluru?"

"Ya nona. Tentu saja," balas lelaki paruh baya itu.

Valie mengangguk puas, membuka kap mobil sebelum berdiri, menghadap tepat ke arah Theodore yang duduk diam di jok depan mobil milknya, "Apa yang sebenarnya kau inginksn, Tuan Theodore,"

Pria dewasa itu tampak tertawa renyah, ikut membuka kap mobilnya, menatap Valie dengan pandangan penuh puja, "Kau. Hanya dirimu yang aku inginkan selama ini,"

"Hanya dalam mimpimu," balas gadis itu tanpa gentar, "Dan Mave akan benar benar membubuhmu jika kau melakukannya,"

"Aku akan memberinya dua miliar dollar untuk hargamu," balas Theodore seraya menyeringai.

Mendengar itu Valie lantas tertawa penuh ejekan, "Hanya itu yang kau miliki huh? Kau terlalu cepat menawar, Tuan Theodore. Ingatkah yang kau inginkan saat ini adalah Permaisuri Calsito?" dengusnya, "Aku tidak peduli bahkan jika kau ingin menawarku dengan harga lima triliun dollar. Aku tidak akan pernah melirikmu sekalipun, di dalam hidupku ini,"

"Kau terlalu banyak bicara. Aku menyukainya," Theodore menyesap rokoknya, menghembuskan asapnya di udara, "Hanya tinggal menunggu waktu hingga kau duduk pasrah di ranjangku, Valerie Helen,"

"Namun sayang saja itu tidak akan pernah terjadi sampai kapanpun," balas Valie, gadis itu melirik mobil Mave yang juga membuka kapnya. Mobil itu melesat dengan cepat hingga kini berdampingan dengan mobil yang di tumpangi sang gadis, "Dan tentu saja, Mave tidak akan meninggalkanku kapanpun, dan di mana pun. Jadi berhentilah berharap seperti seorang yang bodoh Tuan Theodore," serunya sebelum melompat memasuki mobil sang kekasih.

Daniel melirik ngeri gadis itu, Valie dan segala kebar-barannya kadang membuat orang lain terkejut. Namun Mave tidak, lelaki itu segera membawa Valie ke dalam dekapannya, "Kau baik baik saja?" tanyanya tenang, namun gadis itu tau, sorot khawatir terpampang jelas dalam mata kekasihnya.

"Aku sudah berani berbicara padanya Mave. Aku baik baik saja selama kau selalu berada di belakangku. Mendukungku di belakangku," jawabnya sebelum mengangkat pistol dan menarik pelatuknya. Mobil yang tadi di tumpangi Valie sudah melesat di depan sana. Dan kini, mobil Theodore ada di belakang mobil Mave.

Suara dor terdengar memekakkan, bersamaan dengan jatuhnya pistol milik Theodore di jalanan. Gadis itu melirik sinis, "Aku sangat benci seseorang yang menusuk lawannya dari belakang, Tuan Theodore dan kau baru saja mencoba untuk melukai lelakiku? Kau tahu? Apa yang berkobar dalam mataku saat melihatmu? Kebencian, dan rasa trauma karena malam itu, di mana kau menyiksaku dalam sebuah penyiksaan paling mengerikan dalam hidupku. Saat itu Mave datang. Menolongku, membawaku pergi. Aku terlihat baik baik saja, namun tidak. Hanya Mave yang tahu bagaimana kacaunya kondisiku setiap malam, setelah malam itu terlewati,"

"Dan kau mencoba membawaku kembali ke dalam masa kelam itu? Jangan pernah bercanda! Aku bahkan sangat membencimu. Aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri ketika malam itu Mave tidak datang menyelamatkanku, aku akan benar benar mengalami penyesalan terberat dalam hidupku jika aku benar benar menikah denganmu," seru Valie lantang. Matanya berkilat amarah dan kebencian.

Mave menghela napas berat. Valie memang terlihat baik baik saja. Namun penyiksaan yang sebenarnya di lakukan Theodore padanya, benar benar membuat gadis itu trauma. Penyiksaan dalam kegelapan yang tak berkesudahan. Valie trauma, itulah mengapa ia berkata pada Mave bahwa ia hanya di pukul beberapa kali oleh para penjaga Theodore. Namun tidak. Suara itu, ia mengenalinya. Sang pemimpin Da Zera. Namun gadis itu tidak ingin terlihat takut ataupun gentar, karenanya ia memilih untuk terus memberontak.

Mave menoleh menatap Valie yang berdiri di mobilnya, menatap Theodore dengan pandangan penuh kebencian. Juga pandangan bergetar, trauma atas ingatan masa lalu. Lelaki itu segera menarik sang gadis ke dalam pelukannya, "Tenanglah. Kau bersamaku. Semuanya akan baik baik saja. Jangan takut," gumamnya pelan.

Valie mengangguk kecil, melepaskan satu tembakan hingga mengenai lengan Theodore, "Hanya sebuah balasan kecil untuk apa yang sudah kau lakukan padaku,"