Valie memasuki Wynn Las Vegas Casino, menggandeng lengan Mave seraya memperhatikan sekitar. Ah terlalu banyak billionaire di sini. Yang hanya datang untuk bersenang senang menghabiskan uang mereka. Mave tampak berjalan menuju bar, memesan minuman sebelum duduk di salah satu meja di sana. Valie tetap mengikuti tanpa banyak bicara.
"Martini," ujar Mave seraya menyodorkan minuman milik gadisnya.
Valie mencebik kecil, "Bisakah aku mendapat vodka? Atau whiskey?"
"Never," balas lelaki itu malas.
Valie mencebik, namun memilih untuk tidak membalas. Memilih untuk memperhatikan meja. Perjudian ini sepertinya akan di mulai, membosankan sekali. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada bahu sang kekasih, memperhatikan dengan seksama permainan yang tengah berlangsung.
"Kau tidak ingin menjadikan dia taruhan?" seorang laki laki dewasa bertanga, menunjuk Valie dengan dagunya.
Mave melirik sang kekasih yang sama sekali tidak terlihat tertarik, "Lima dollar bahkan terlalu mahal untuknya,"
"Aku mendengarnya. Theodore bahkan baru saja menawarku dengan harga dua miliar dollar jika kau lupa," balas Valie cepat seraya mendengus keras, "Semahal apapun kalian menawarku, namun tetap saja, not for sale. Mave tidak akan pernah menjualku,"
"Percaya diri sekali," Mave terkekeh kecil, mengusap rambut sang gadis dengan lembut.
Valie mencebik kecil, kembali menyandarkan kepalanya pada bahu sang kekasih, "Uangmu sudah terlalu banyak, mengapa kau ikut permainan seperti ini?"
"Hanya untuk bersenang senang,"
Valie memutar bola matanya malas, "Aku pernah bertaruh sekali. Dan, ku rasa aku tidak pernah melihat keberuntungan berpihak padaku,"
"Apa yang kau taruhkan nona?" tanya seorang lelaki di sana.
"Hanya uang lima dollar. Aku bertaruh dengan temanku dalam kemenangan klub sepak bola sekolah kami. Dan aku kalah dalam taruhan itu," jelasnya malas.
"Temanmu?" Mave menoleh dengan cepat, ia tidak pernah tahu Valie pernah mempunyai teman sebelumnya.
"Ya. Yuki maksudku," jawabnya, "Hanya dia yang masih ingin berteman denganku setelah Brandon dan Clau yang selalu membully mereka agar selalu menjauhiku,"
"Masa sekolahmu sangat menyedihkan nona," lelaki lain menyahut prihatin.
Valie menghela napas berat, mengangguki ucapan lelaki itu, "Kau benar, masa sekolahku sangat buruk. Aku merasa kesal jika mengingatnya,"
"Apakah itu karena teman yang membencimu?"
"Tidak. Ini hanya karena sepupuku. Kau tahu? Hidupku seperti Cinderella. Yang selalu mendapat siksaan dari ibu tiri dan saudara saudara tirinya namun akhirnya bertemu dengan pangeran yang menyelamatkan nyawanya," jelasnya seraya terkekeh kecil.
Orang orang dalam meja itu tertawa mendengarnya, "Itu berarti kau masih mempunyai sedikit keberuntungan karena menemukan pangeranmu, Nona,"
"Ya, kau benar. Setidaknya aku masih mempunyai sedikit keberuntungan untuk itu," jawabnya, "Yah setidaknya,"
"Aku jarang mendapat keberuntungan. Aku bahkan tidak pernah memenangkan perjudian seperti ini. Tapi setidaknya aku pernah menggunakan keberuntunganku untuk bertemu dengan seorang gadis cantik yang sekarang menjadi kekasihku," seorang laki laki berujar. Tersenyum lembut, "Setidaknya aku menggunakan keberuntunganku untuk sesuatu yang berharga,"
Valie mengangguk anggukkan kepalanya mengertu, ikut tersenyum, "Kau benar,"
"Aku selalu mendapat keberuntungan, namun entahlah. Rasanya seperti hidupku terlalu membosankan. Hanya itu itu saja. Tidak ada kesenangan yang bisa benar benar menghiburku," laki laki lain menyahut.
Valie berpikir selama beberapa saat, "Kau harus memikirkannya dengan matang. Mungkin sesuatu yang ingin kau lakukan. Yang tidak pernah kau lakukan sebelumnya. Atau sesuatu yang sudah lama tidak kau lakukan. Itu jelas akan sedikit menghiburmu,"
"Apa yang kau lakukan ketika sedang berada dalam posisiku?"
"Mungkin menonton film, seperti Harry Potter atau Marvel. Atau terkadang aku berbelanja, menghabiskan uang kekasihku. Walaupun aku jelas tahu itu tidak akan pernah terjadi. Aku juga senang sekali menghibur diri dengan berbincang ringan dengan sahabatku. Aku selalu mempunyai banyak hal yang akan ku lakukan ketika merasa bosan terhadap hidupku. Lagi pula aku mempunyai sosok kekasihku ini di hidupku. Dia yang akan selalu melakukan apapun untukku jika aku sedang merasa jenuh," jelas Valie panjang lebar. Orang orang di sana tercenung sebelun akhirnya benar benar mengangguk.
"Kau tahu nona? Aku terkadang membenci orang yang terlalu banyak bicara. Namun, kata katamu membuka pandanganku," laki laki tadi menjawab, "Mungkin aku memang seharusnya menemukan seorang gadis untuk menemaniku kapan pun. Termasuk di masa masa jenuhku seperti sekarang,"
"Aku senang mendengarkannya," Valie tersenyum kecil. Meraih gelas yang tak jauh darinya. Pandangannya fokus pada permainan yang masih setia berlanjut di hadapannya. Meminum minuman dalam gelas yang ada di genggamannya, "Mave, kenapa minuman ini rasanya berbeda sekali?"
"Berbeda maksud— kau meminum vodkaku idiot," Mave mendengus, "Kau sengaja melakukan itu?"
Valie berkedip beberapa kali mencoba nencerna apa yang sudah terjadi, "Aku bersumpah aku tidak sengaja melakukannya. Tapi Mave, aku benar benar pusing sekarang,"
"Tidurlah. Aku akan membawamu kembali nanti setelah menyelesaikan ini," ujar Mave pada akhirnya.
"Dia selalu merepotkanmu?"
Mave menoleh, mengangguk, menjawab dengan jujur, "Dia selalu merepotkanku di manapun dia berada. Dan kapanpun itu. Menjengkelkan sekali. Namun aku tidak pernah keberatan jika dia yang merepotkanku,"
"Aku tidak pernah merasakan hal seperti itu sebelumnya,"
"Kau akan merasakannya suatu saat nanti. Gadis ini sangat menyebalkan, dan cerewet. Namun aku tidak akan pernah bisa marah padanya. Dia selalu mempunyai hal hal yang meredakan amarahku," Mave menatap Valie yang masih bersandar pada bahunya, wajah gadis itu merah padam dengan tatapan sayu yang ketara.
"Yah aku tahu kau sangat mencintainya, itulah mengapa dia seakan selalu bisa mengendalikanmu,"
"Ya, kau tahu posisiku?"
"Aku pernah merasakannya. Bertahun tahun lalu. Dia pergi begitu saja. Entah apa alasannya. Namun bertahun tahun kemudian aku tahu, dia pergi, dia ingin, aku membencinya. Kanker otak. Stadium akhir. Dan dia meninggalkan surat yang memilukan,"
"Kau sudah melewati masa yang sangat berat. Kau akan menemukan seseorang yang kau cintai suatu hari kawan. Percayalah,"
"Yah. Kau mungkin akan menemukan gadis cantik yang membawa pelangi ke dalam hidupmu," sahut Valie, "Sepertiku yang membawa pelangi ke dalam hidup Mave,"
"Menggelikan," balas Mave malas, "Joker. Aku menang," ujarnya mengakhiri permainan malam ini.
"Akhirnya Mave kembali menghasilkan uang yang bisa ku hamburkan lagi," seru Valie dengan suaranya yang mendayu dayu.
"Aku harap kau tidur sekarang, Valie,"
"Aku tidak mengantuk Mavie," jawab gadis itu, "Bisakah aku mendapat vodka lagi Mave?"
"Hanya di dalam mimpimu," lelaki itu mendesis, "Sepertinya aku harus pergi. Gadis ini benar benar harus meninggalkan tempat ini sebelum mengacau," Mave merogoh saku pakaiannya sebelum mengeluarkan sebuah kartu nama di sana, "Permainan yang menyenangkan malam ini. Aku jarang bersikap ramah pada orang lain. Namun kalian bisa menghubungiku jika sesuatu terjadi,"
"Maverick Anderson, berhentilah bersikap seperti orang asing. Pergi dan bawa Valie kembali ke hotel. Kami akan datang lagi besok untuk berjalan jalan dengan kalian,"