Makan malam kami akhirnya selesai, aku mendapat beberapa info dimana aku bisa melakukan turnamen solo untuk ke pusat kota, tapi rasanya aku tidak terlalu percaya dengannya. Entah kenapa, kupikir kata-katanya terlalu manis, seperti terlihat semuanya berjalan cukup lancar.
Aku sebenarnya tak terbiasa memberi keputusan terlebih dengan keadaan yang tidak kukenal seperti ini. Melakukan turnamen kurasa terlalu beresiko. Mungkin cara satu-satunya adalah meminum 3 pil yang diberikan Tirta itu meski ada resiko dalam catatannya. Tapi setidaknya jika Tirta memberiku pil-pil ini, aku rasa efek sampingnya takkan sampai membunuhku.
Aku mengemasi beberapa barang, terlalu lama disini juga bisa beresiko, sebenarnya aku juga sedikit kurang nyaman dengan segala kamera dan sensor pengawasan yang ada di tempat ini. Dengan cukup nekad, aku kemudian memakan pil teleportasi, saat kujilat sejenak entah kenapa seperti permen, ada rasa manis dan asam. Sembari aku menyiapkan beberapa barang sampai aku selesai menghabiskannya. Entah kenapa tidak ada efek apapun. Apa ini benar-benar pil penambah kemampuan atau sebenarnya ia membohongiku.
Aku diam sesaat lalu menunggu selama hampir setengah jam, tidak ada efek apapun. Aku rasa Tirta benar-benar membohongiku, untungnya aku tidak mengandalkan pil ini di waktu ketika terjadi pertarungan genting. Masih sisa dua kemudian aku menelannya seketika. Dan sama saja, tidak terjadi apa-apa. Aku rasa aku telah ditipu, aku jadi enggan melaksanakan misinya dan segera pulang saja menggunakan alat yang kupegang ini. Alatnya sama berbentuk prisma saat aku kembali ke dunia sebelumnya.
Tapi tugas tetaplah tugas, setiap orang pasti memiliki minusnya tersendiri. Untuk sekarang aku harus menjalaninya saja. Aku ambil gadget di saku untuk melakukan turnamen karena aku tidak mungkin menerobosnya sekarang juga. Aku melihat pesan, ada satu pesan yang tak lain dari Lina, saat kubuka itu menunjukkan lokasi turnamen yang diadakan hampir setiap harinya. Tapi mau bagaimanapun hidup memang penuh resiko, setiap pilihan selalu ada resikonya sekalipun berdiam diri, jadi aku perlu mengambil keputusan sekarang.
Tapi kemudian aku merasa mengantuk, rasa kantuk yang amat berat menjalar ke seluruh tubuhku, inginnya ku pergi sekarang. Namun sepertinya tidak bisa, aku langsung beranjak ke tempat tidur, tak lupa mengunci pintu kamar.
**
Kulihat siluet bayangan seorang gadis yang nampak duduk di pekarangan rumah yang memiliki latar bunga berwarna-warni. Ia sedang menyiram bunga-bunga itu dengan senyum sumringahnya lalu melihat ke arahku. Ia melambaikan tangannya. Aku baru ingat kalau itu dia.
"Tirta, apa yang kau lakukan disini?"
"Menemuimu."
Setelah beberapa saat aku baru ingat kalau ini adalah mimpi, sebelumnya aku tertidur akibat rasa kantuk yang amat kuat. Kalau tidak salah aku meminum 3 pil sekaligus yang membuatku mengantuk tak tertahankan. Aku mencoba mencubit pipiku beberapa kali untuk memastikan apakah ini mimpi, aku sudah mencobanya dan beberapa kali memukul wajahku sendiri, dan ternyata tidak sakit. Ternyata ini memang benar-benar mimpi.
"Apa yang sedang kau lakukan Mikka?"
"Tidak ada, karena ini mimpi jadi aku bebas melakukan apa saja bukan?"
Ia hanya menatapku dingin, sesuai dengan bayanganku, NPC dalam mimpi memang rata-rata tidak memiliki emosi yang terlihat nyata. Itu wajar karena sebuah mimpi memang dikendalikan oleh pikiran sendiri. Tapi, meski ini mimpi ada hal yang ingin aku lakukan.
"Tirta?"
"Ya?"
"Menikahlah denganku," ucapku tanpa ragu, anggap saja ini sebagai simulasi ketika aku mencoba menyatakan perasaanku padanya.
Tapi setelahnya, aku melihat ia terheran-heran. Ia kemudian memetik beberapa bunga di taman kemudian menyerahkannya padaku, bukankah ini seperti kebalikannya. Ia hanya sedikit tersenyum lalu berkata sesuatu padaku.
"Jadi itukah perasaanmu sebenarnya?"
"I-iya, tentu saja. Bagaimana jawabanmu?"
Entah kenapa walaupun dalam mimpi ini terasa memalukan karena memang baru kali ini aku mengatakan sesuatu pada seorang perempuan, meski itu dalam mimpi sekalipun.
"Tentu saja aku menerimanya, tapi kau perlu berjuang cukup keras untuk itu."
Semudah ini, ya kupikir hal ini terjadi karena hanya sebuah mimpi, tapi entah kenapa perasaanku jadi lega setelah mengatakan itu.
"Ya, aku pasti akan berusaha."
"Semangat ya, karena hanya orang yang bekerja dengan benar yang akan mendapatkan penghargaan."
Setelahnya bunga-bunga di sekitar berhamburan, berpendar menimbulkan cahaya berwarna-warni lalu mulai memutih.
**
Mataku kembali terbuka, mimpi tadi benar-benar serasa nyaman. Entah kenapa aku ingin kembali tidur untuk berada di mimpi itu lagi. Tapi kesempatan untuk bertemu di mimpi yang sama itu sangat rendah. Jam menunjukkan pukul 4 pagi, rupanya aku hanya tidur selama 3 jam saja. Aku rasa aku akan— "Eh!"
Tiba-tiba aku langsung berada di kamar mandi, padahal aku belum juga berdiri dan beranjak.
"Jangan-jangan."
Aku memikirkan kembali untuk ke kamar, tiba-tiba aku langsung berada di kamar, ini berhasil rupanya pil itu benar-benar berfungsi. Tapi sepertinya agak sulit mengendalikannya, jika aku memikirkan ke tempat lain secara tak sengaja bisa saja aku terteleport kesana, aku harus latihan terlebih dahulu. Maaf Lina, kurasa aku langsung beranjak ke langkah B, aku sedikit kurang enakan, jadi kubuat surat di tempat tidur sehingga ketika ia kemari, ia akan tahu soal surat ini.
***
Perlu waktu lebih dari satu jam untuk menyesuaikan diri, setelahnya aku sudah lumayan bagus mengendalikan kemampuan ini. Seperti halnya menggunakan fitur baru dalam sebuah aplikasi, tentunya kuharap tidak ada bug yang akan terjadi setelah memakainya.
Kembali ku ambil tasku dan beberapa barang yang tercecer di lantai, menyiapkan senjata lalu kusimpan di saku jubah serta tas kecil yang kuikatkan dipinggang.
Setelah semuanya sudah siap, aku mulai mengaktifkan ponsel lalu menentukan koordinat yang akan kutuju, mulai kubayangkan tempat tersebut dititik pertemuannya. Rasa berpindah dalam teleportasi itu layaknya menggeser meja lalu mendapat kantuk beberapa mikrodetik.
Dalam sekejap, setelah ku mengaktifkan kemampuan ini, pemandangan sudah berubah diluar ruangan dengan aku yang sudah berhadapan dengan dinding besar. Aku terpaku pada simbol berwarna biru seperti pecahan kristal di tengahnya.
*****