Chereads / NASKAH DIHAPUS / Chapter 6 - Selebgram Idola

Chapter 6 - Selebgram Idola

Bel tanda masuk kelas berbunyi kencang. Murid-murid berlarian. Berlomba kembali ke kelas masing-masing. Begitu juga dengan Senja. Dia berlari kecil begitu mendengar suara bel tanda jam istirahat sudah selesai. Dari ruang perpustakaan dia menuruni tangga, kemudian menuju ke gedung tengah, lalu naik lagi ke lantai dua gedung itu. Cukup melelahkan jika harus berlari naik turun tangga seperti itu. Senja pikir dia masuk ke dalam kelas paling akhir, karena jarak perpustakaan dan kelasnya bisa dibilang lumayan jauh. Namun ternyata tidak.

Lima meter lagi dia sampai di depan kelasnya. koridor menuju ke kelas paling pojok itu sudah bisa dibilang sepi, karena para siswa dari empat kelas lainnya sudah menduduki bangku masing-masing. Meskipun belum ada guru yang masuk ke dalam sana.

"Ngapain aja lo di perpustakaan satu jam?"

Senja mengerjap. Damai yang entah datang dari mana sudah berjalan di sampingnya. Senja tidak langsung menjawabnya, dia menoleh ke kanan, ke kiri, depan, dan belakang, memastikan berapa pasang mata yang sedang memperhatikan mereka. Tidak seperti tadi, suasana sepanjang koridor cukup lenggang. Para siswa yang tadinya berkumpul untuk melihat Damai rupanya tidak menyadari kehadirannya kali ini. Mungkin mereka berpikir Damai sudah duduk manis di ruang kelas sebelas A.

"Baca novel aja," balasnya sembari mengangkat novel yang ada di tangannya. Novel yang baru dibaca beberapa halaman setelah kepergian Shandy tadi.

"Lo tiap hari gitu?" Damai bertanya lagi.

Astaga. Semoga saja sampai Senja menjawab pertanyaan itu tidak ada yang menyadari Damai sedang bersamanya.

"Enggak juga."

Senja kemudian menghentikan langkahnya. Otomatis Damai yang berjalan di sebelahnya juga berhenti. Kemudian Senja menunduk sebentar. "Kamu duluan aja!" pintanya.

Damai tak begitu mendengar apa yang baru saja diucapkan Senja. Suaranya pelan, dan lagi dia menunduk. Dia ikut menunduk melihat wajah gadis itu. "Gimana Nja? Gue gak denger."

Ruang kelas hanya tinggal dua meter lagi, jika Senja masuk ke dalam kelas bersama Damai. Sudah pasti dia akan menjadi pusat perhatian. Dan Senja harus menghindari itu.

Senja kemudian mendongakkan wajahnya. Ketika dia menyadari Damai mendekat karena tidak begitu mendengar apa yang sedang diucapkan Senja. "Kamu atau aku duluan yang masuk kelas?"

Sejujurnya Damai tidak mengerti maksud dari pertanyaan Senja. Kenapa harus siapa duluan yang masuk kelas? "Kenapa gak bareng aja?" timpal Damai. Wajahnya penuh tanya, keningnya juga berkerut samar.

Mulut Senja sudah terbuka, bersiap menjawab pertanyaan tersebut, tapi bersamaan dengan itu dua orang guru wanita dan tiga orang guru laki-laki terlihat berjalan dari ujung koridor. Senja mengurungkan niatnya untuk menjawab terlalu panjang pertanyaan Damai. Tidak ada waktu untuk menjelaskan. "Kalau gitu aku masuk dulu," katanya. Setelah itu mempercepat langkah masuk ke dalam kelas.

Masih dengan alis berkerut dan alis terangkat, Damai memperhatikan gadis berambut hitam panjang itu melangkah dengan cepat ke dalam ruang kelas sebelas A. "Aneh," gumamnya.

Selepas istirahat kelas berjalan dengan lancar, tanpa hambatan yang berarti. Tiga mata pelajaran dilalui dengan baik oleh Senja. Hanya ada satu hal yang sejak tadi sedikit mengganggunya. Raya. Berkali-kali menggerutu di sebelah Senja, kalau makan siangnya bersama Damai hancur berantakan. Mereka justru makan berlima bersama dengan Aska dan kedua temannya. Setelah itu Aska membawa Damai berkeliling, entah kemana. Raya malas ikut saat itu, moodnya sudah terlanjur hancur. Dia juga berkata kalau Aska sangat menyebalkan hari ini.

Kelakuan Raya membuat Senja menahan tawa sepanjang kelas berlangsung. Sekarang gadis itu meletakkan kepalanya diatas meja, sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kamu gak pulang?" Senja membuka pertanyaan pertama setelah sekian jam menghiraukan Raya dan ceritanya. Satu persatu siswa di dalam ruangan sudah melangkah keluar kelas. Senja melirik ke meja Damai di belakang sana. Sama seperti tadi, beberapa murid perempuan berkumpul di sekitar mejanya. Melontarkan beberapa pertanyaan yang tak terjawab oleh Damai. Rumah kamu dimana? Pulang sama siapa? Bareng yuk! Dan masih banyak lagi yang terdengar di telinga Senja. Ya, meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit dari waktu istirahat tadi. Sekarang hanya ada sekitar tujuh siswa yang ada disana. Sedangkan Raya sepertinya sudah tidak minat, pulang saja juga tidak ingin.

"Males Nja," balasnya lesu.

Senja memasukkan buku-bukunya sembari mendenguskan hidung ke arah Raya. Tertawa pelan melihat tingkahnya yang seperti anak SD itu. "Yaudahlah Ya, kan besok masih ada waktu makan siang. Masih bisa kok makan siang bareng selebgram idola kamu," ejek Senja. Sambil cengengesan.

Raya mengangkat wajahnya dari meja, lalu menatap tajam ke arah Senja. Ternyata wajahnya tidak menempel pada meja, pikir Senja, tak hentinya menertawakan sahabatnya itu. "Gak sama Nja. Seharusnya hari ini itu aku buat momen sama Damai. Momen hari pertama sekolah buat dia. Tapi semuanya gagal. Gak sesuai ekspektasi," gerutunya kesal.

Kali ini Senja hanya menggeleng-geleng ke arah Raya. Tak mengerti lagi harus menjawabnya seperti apa untuk menghentikan gerutuan Raya. "Yaudah ayo pulang! Aku duluan kalau kamu gak gerak." Senja menggoda Raya lagi.

Kali ini sahabatnya itu memasukkan beberapa bukunya ke dalam tas dengan gerakan malas. Menutup resleting tas ranselnya tak bertenaga. Astaga, gagal makan siang berdua dengan Damai saja membuat keceriaan Raya menghilang. Senja tak habis pikir.

"Pulang sama siapa Nja?"

Seseorang yang sedang dibicarakan oleh Senja dan Raya tiba-tiba saja sudah berdiri di sebelah Senja. Beberapa menit perhatiannya luput pada Damai dan fokus pada Raya. Para siswi yang tadi berkumpul di sekitarnya entah pergi kemana sekarang. Gawat! Jangan-jangan Damai berniat mengajaknya pulang bareng. Terus gimana kalau di depan gerbang nanti Senja diserbu sama ratusan murid perempuan disekolahnya yang masih ingin bertemu dengan Damai? Itu tidak boleh terjadi.

"Aku… Pulang sama…."

Senja berpikir sejenak. Harus menjawab apa kali ini untuk menghindari Damai? Secara halus, dan tidak menyinggungnya. "Raya," katanya. Matanya menuju pada satu-satunya murid yang tersisa selain mereka berdua. Yaitu Raya, sahabatnya yang sejak tadi menggerutu. "Iyakan Ya?" tanyanya. Tangannya mencubit sebelah lengan Raya. Sebagai kode bahwa dia harus menjawab "iya" atas pertanyaan tersebut.

Senyum Raya merekah seketika. "Iya. Kamu mau bareng kita?" sahutnya. Raya berdiri, lalu menatap ke arah Damai. Percayalah, matanya berbinar-binar seketika. Tatapan lesu yang sejak tadi dipancarkan olehnya menghilang entah kemana.

Senja menunduk, sambil menutupi sebelah wajahnya dengan tangan. Sepertinya dia salah langkah. Kenapa jadi Raya mengajaknya pulang bareng? Padahal Senja menghindari hal itu. Harusnya Raya menjawab "iya" lalu pergi dari sana bersama Senja, bukan seperti ini. Dan sekarang, setelah Senja mengatakan pulang bersama Raya, aneh bukan jika dia menyuruh mereka saja yang pulang bersama?

"Aku mau ke rumah Senja. Kebetulan kan? Katanya kamu tetangga barunya?"

Senja menghela nafas. Kali ini kekesalan berganti menghampiri dirinya. Hari ini tidak ada acara ke rumah Senja. Itu hanya acara yang baru saja dibuat oleh Raya sendiri, dan lagi kenapa Raya harus membahas soal tetangga baru? Memalukan sekali.

Damai tersenyum ke arah Raya, tapi tatapannya masih menelisik Senja yang tertunduk ke arah meja. Rambutnya menutupi ekspresi wajahnya, jadi Damai tidak bisa melihat dengan jelas wajah gadis dengan bola mata hitam itu.

"Ayo Nja!" Raya yang menyadari hal itu segera menarik Senja untuk bangun dari tempatnya. Tubuh Senja berdiri kaku karena tarikan itu. Kemudian senyum yang dipaksakan diarahkan pada Damai.

"Yaudah, ayo! Kayaknya Mbah udah jemput. Hari ini Mbah ngotot banget mau jemput, katanya besok udah gak bisa jemput lagi. Sibuk. Nyuruh gue bawa motor sendiri," ucap Damai. Sedikit bercerita tentang Mbahnya, karena menurut penglihatan Damai. Senja juga dekat dengan Mbah Sani. Jadi siapa tahu Senja berminat menerima tawaran Damai karena Mbahnya.

Setelah mendongakkan dagunya ke arah pintu keluar, dan anggukan singkat dari Senja. Damai melangkah terlebih dahulu dari dua gadis itu.

Mereka saling berbisik. Terutama Raya yang banyak bicara. Dia bisa mengartikan tatapan kesal Senja yang tak setuju dengan langkah yang diambilnya barusan. Oke Raya tahu dia salah, dan itu bukan yang Senja mau sebenarnya, tapi dia meminta Senja untuk memakluminya hari ini.

"Gapapa ya Nja. Itung-itung mewujudkan momen yang tadi gagal," bisik Raya. Sambil tersenyum tanpa rasa bersalah.