Tempat yang dituju oleh Rafael adalah lokasi dia kecelakaan. Tepatnya di atas jembatan yang dilaluinya sebelum musibah itu datang.
"Nggak salah lagi. Di sinilah pelaku membidikkan laser itu." Rafael bergumam sambil berdiri di depan pagar jembatan. Memandang kesibukan jalanan di depannya. "Aku juga sempat memeriksa internet tadi waktu di mobil. Memang ada jenis laser berwarna hijau yang jangkauannya bisa menjadi sangat jauh, di mana juga sering dipakai oleh penonton sepak bola untuk mengacaukan konsentrasi pemain tim lawan. Sepertinya itu adalah jenis laser yang sama."
Namun masalahnya… latar belakang apa yang membuat pelaku sampai berpikir untuk mempraktekkannya pada Rafael. Apakah ini unsur kesengajaan, atau justru hanya ulah keisengan beberapa pihak yang menargetkan korbannya secara acak?
Itulah jawaban yang ingin Rafael dapatkan sesegera mungkin.
"Ada beberapa kamera CCTV di sini. Tapi… karena kejadiannya sudah cukup lama, rekaman mungkin sudah tidak ada. Lebih sulit lagi menemukan bukti lain yang akan mendukung beberapa hipetesis yang akan terjadi. Tapi aku akan tetap mencoba menempuh cara-cara itu. Karena mungkin masih ada jalan yang bisa didapatkan untuk menyingkap misteri di balik semua ini."
Rafael membisikkan tekad itu di dalam hatinya.
***
Walau Abraham dan Bertha sudah mencoba untuk memeriksa rekaman itu sebanyak beberapa kali, namun mereka belum juga menemukan jawaban yang mereka inginkan. Mereka tak mengerti apa yang membuat Rafael tiba-tiba beranjak pergi ke suatu tempat setelah menontonnya. Padahal rekaman video itu hanya menunjukkan sebuah kecelakaan tunggal dengan tanpa kejanggalan apapun.
"Mungkinkah bukan kecelakaan ini yang membuatnya mendadak berpikiran pergi seperti tadi? Apa aku hanya salah mengira?" tanya Bertha yang akhirnya menyerah. Sejujurnya dia juga tak kuat menyaksikan adegan nahas yang menimpa putra kesayangannya itu lama-lama.
Namun Abraham tampak masih belum menyerah. Dia coba lagi dan lagi. Dia bahkan menggunakan kemampuannya untuk mengubah penerangan dari video itu untuk melihat lebih jelas. Namun tetap saja semua terlihat wajar.
Di titik itulah dia menyerah.
"Tapi aku masih yakin kalau sikapnya ini memang berhubungan dengan video yang dia lihat ini. Dari suaranya tadi juga… terdengar sangat terburu-buru. Tentu hanya hal yang sangat mengangetkan saja yang bisa membuatnya bereaksi seperti itu."
Bertha tampak diam. Dia kini mencoba untuk memikirkan semua itu. Berusaha untuk mencari jawabannya juga di tengah kebutaan yang mereka rasakan ini.
"Apa mungkin… rekaman ini membangkitkan ingatannya soal kejadian itu?"
Abraham meliriknya dengan cepat. Tampak setuju dengan hal itu.
"Bagaimana kalau… Rafael mendadak jadi teringat kejadian di malam itu saat melihat rekaman ini. Mungkin apa yang dia lakukan, serta hal yang membuatnya lengah. Hal itulah yang membuatnya jdi begitu penasaran dan memutuskan untuk memastikannya. Mungkin ke lokasi kejadian ini."
"Tapi harusnya itu memang adalah sesuatu yang sangat penting dan mengejutkan. Kamu kan tahu kalau Rafael tak biasanya begini? Dia selalu berpikiran jernih di kondisi apapun. Sehingga tidak akan ada hal sepele yang membuatnya bertindak seperti ini."
Bertha mengangguk setuju. Akhirnya dia diam. Karena sepertinya memang yang dikatakan oleh suaminya itu ada benarnya.
"Sebaiknya sekarang kita diam dulu. Kita jangan terlalu banyak bertanya dan ikut campur. Kita biarkan Rafael melakukan apa yang ingin dia lakukan dengan semua ini. Karena kalau saatnya tiba nanti… aku yakin dia juga pasti akan bercerita kepada kita tentang apa yang tengah terjadi," kata sang kepala keluarga tak lama kemudian.
"Aku mau saja. Tapi bagaimana kalau dia melakukan hal yang berbahaya dan kita tidak menyadarinya. Karena kondisi anak kita itu kan belum pulih sepenuhnya. Selain itu… ini adalah masalah yang berhubungan dengan traumanya… bagaimana mungkin kita melepaskannya begitu saja? Aku nggak bisa."
Abraham kini terdiam mendengar ucapan istrinya. Gilirannya yang harus setuju.
"Baik. Aku akan menugaskan orang untuk mengikutinya secara diam-diam. Namun kita berdua harus tetap melakukan seperti yang kuminta tadi. Kita nggak perlu bertanya atau terlibat selama Rafael belum mau membicarakannya. Kita awasi saja dia diam-diam sambil menunggu Rafael untuk menceritakannya pada kita."
***
"Mana mungkin kami masih punya rekamannya, Pak. Itu sudah berlangsung sangat lama."
Itulah reaksi yang didapatkan Rafael keesokan harinya. Saat dia menemui petugas yang mamantau keamanan jalan ibu kota, di mana salah satunya adalah mengawasi kesibukan jalanan ibu kota dengan kamera-kamera CCTV yang ditempel di mana-mana.
"Tapi Anda kan bukan petugas pengawas CCTV biasa. Ini adalah jalan raya, di mana pasti ada beberapa kasus yang terjadi di setiap tahunnya. Bukankah seharusnya kalian mengarsip cuplikan-cuplikan janggal yang terjadi di jalan raya untuk jaga-jaga?"
Anehnya mereka malah sedikit terdiam saat Rafael bertanya begitu. Membuat pria itu curiga kalau ternyata memang ada yang disembunyikan oleh orang-orang ini?
"Dari reaksi barusan, sepertinya memang ada? Jangan-jangan… memang file rekaman itu memang sudah seharusnya disimpan untuk jaga-jaga kalau diperlukan di saat-saat tertentu," ucap Rafael menebak apa yang ada di pikiran mereka. "Ayolah, Pak. Ini benar-benar penting buat saya. Ini mungkin membuat saya mendapatkan hak hukum yang seharusnya diberikan kepada saya. Saya benar-benar harus menemukan fakta dibalik kecelakaan yang menimpa saya. Seseorang mungkin sempat hendak membunuh saya waktu itu."
Mereka masing hening.
"Pak, saya benar-benar tidak akan menggunakannya untuk tindak kejahatan. Bahkan seperti yang saya bilang tadi, ini untuk meluruskan kebenaran yang ada."
"Kami tidak bisa sembarang memberikan file kepada rakyat sipil. Kalau memang ingin mengambilnya, Anda harus mengurus sesuai hukum yang berlaku. Anda harus melaporkan kepada polisi dan ikuti prosesnya. Nantinya… file akan kami serahkan kepada petugas yang bertanggung jawab, agar dimanfaatkan sesuai ketentuan."
"Itu akan sangat lama, Pak. Apalagi karena saya bahkan belum punya bayangan akan menuntut siapa."
"Kalau begitu kami tak bisa membantu. Maaf, Pak. Tapi ini sudah ketentuan yang harus kami taati."
Rafael kini terdiam. Di dalam hati rasanya sangat kesal, sebab dia adalah seseorang yang keinginannya selalu dituruti. Dia akan melakukan apapun untuk mewujudkannya. Bahkan kalau harus membuat pelanggaran sekalipun.
"Baik. Kalau memang begitulah yang Anda berdua inginkan."
Rafael melirik sekitar. Untungnya hanya dua orang petugas saja yang ditemuinya hari ini. Apalagi sekarang masih pagi, di mana shift baru saja berganti setelah petugas yang bermalam baru saja pulang. Sehingga menurut Rafael… ini merupakan keuntungan baginya.
"Tapi saya benar-benar sangat membutuhkan rekaman itu. Saya sekarang sedang sangat berputus asa, karena saya kesulitan untuk mengidentifikasi pelaku dari kecelakaan parah yang pernah menimpa saya itu. Oleh sebab itu… saya akan melakukan apapun untuk mendapatnya. Saya bahkan bisa membayar berapapun… jika itu yang Anda inginkan."
Ucapannya itu berhasil membuat ekspresi kedua petugas itu berubah. Mereka saling berpandangan dengan ekspresi bimbang.
***