Chereads / Menikahi Tuan Muda Berkepribadian Ganda / Chapter 27 - Aku Suamimu, Aku Berhak Menyentuhmu!

Chapter 27 - Aku Suamimu, Aku Berhak Menyentuhmu!

Setelah William menanganinya dengan sabar, Olivia pun berhasil mengontrol suasana hatinya. Rasa panik yang membuatnya seperti mau mati sudah berangsur membaik. Napasnya pun mulai teratur. Air mata di kedua pipinya sampai mengering, William mengusapnya dengan lembut. Seketika luka di tulang pipinya tersingkap karena riasan tebalnya terhapus oleh air mata.

"Kenapa ini?" tanya William sambil mengelus di area sekitar luka pipi Olivia.

Olivia beringsut menjauh sambil menundukkan wajahnya dengan dahi mengernyit. Kesadarannya berangsur membaik. Rasa tidak nyaman pun mulai menyerang saat menyadari kalau dirinya sedang berduaan dengan William di dalam toilet.

Olivia beranjak bangun dan tergesa-gesa membuka pintu toilet, tapi William langsung menghentikannya dengan menyentuh tangannya.

"Minggir! Aku harus pergi!" bentak Olivia kesal.

William hanya bisa menghela napas kasar saat melihat pandangan Olivia lagi-lagi dipenuhi kebencian. Dia melepaskan jubah putih yang sedari tadi dikenakan, lalu memakaikannya pada tubuh Olivia. Tak lupa William pun mengancingkan jubahnya dari dada sampai lutut untuk menutupi penampilan seksinya.

"Memakai pakaian terbuka seperti ini, tidak sayang tubuh, kah? Ke mana kamu akan pergi? Aku akan mengantarmu," tanya William, perhatian.

"Tidak perlu. Jangan ikuti aku," kata Olivia yang masih bersikukuh bersifat kasar. Dia pun ke luar dari toilet dengan tergesa-gesa menelusuri lorong sambil menatap hati-hati ke sekitar.

William tak mendengarkan perkataan Olivia, meski sakit hati, tapi dia tetap saja mengikuti Olivia dari belakang. Tak mungkin William membiarkannya berkeliaran di kelab malam seperti ini.

Olivia melihat Erfan dan Jerry yang sedang celingak-celingukan di tengah ramainya pengunjung kelab, seperti sedang mencari seseorang. Dia bersembunyi dari pandangan Erfan dan Jerry dengan masuk ke dalam keramaian sambil menyembunyikan wajahnya.

Bukan Erfan dan Jerry yang sebenernya dia hindari, bukan juga dengan Noah, melainkan Petra. Petra bisa marah kapan saja dan berubah jadi Rex, lalu mengancam nyawanya. Olivia tak akan membiarkan itu terjadi. Rasa takutnya jadi semakin besar.

Matanya terus berhati-hati dari keberadaan Petra. Jika tak sengaja berpapasan, apa yang harus Olivia jelaskan padanya jika Petra bertanya?

Akhirnya Olivia berhasil sampai di luar kelab tanpa bertemu Petra. Dia baru bisa bernapas lega sekarang. William pun sepertinya tidak dapat mengejarnya. Namun, tiba-tiba supir pribadi Petra berjalan mendekatinya.

"Nona Olivia, saya datang menjemput. Mari masuk ke mobil sebelum ada yang melihat," ucapnya dengan hormat.

"A-apa Petra sudah menunggu di dalam?" tanyanya ketakutan.

"Tuan Muda Petra sudah pulang dari tadi," ujarnya sambil menggerakkan tangan kanannya menyuruh Olivia masuk ke mobil yang sudah dibukakan pintunya.

Jantungnya kembali berdetak kencang. Petra sudah pulang, entah dengan suasana hati bagaimana. Mau tak mau Olivia pun masuk ke dalam mobil karena tidak mungkin baginya untuk menolak.

Apa pun yang terjadi aku harus bisa melewatinya. (Batin Olivia)

Mobil pun pergi menuju Mansion Phylax. Sepanjang perjalanan Olivia tidak bisa tenang. Telapak tangannya mulai berkeringat lagi karena terlalu banyak berpikir.

"Kamu lihat tidak seperti apa suasana hati Petra saat dia ke luar dari kelab?" tanya Olivia pada supir dengan kecemasan tinggi.

"Saya tidak bertemu langsung dengan Tuan Muda. Beliau pergi ke kelab dengan mengendarai mobil sendiri. Saya hanya dihubungi untuk menjemput Nona pulang," jelasnya.

Mendengar penjelasan sang supir, membuat Olivia semakin tegang. Dia menyuruh supir untuk jalan pelan-pelan karena tidak ingin cepat sampai. Olivia harus menguatkan mentalnya dan mempersiapkan alasan jika Petra benar-benar marah.

Setelah sampai di Mansion Phylax, mobil berhenti di luar gerbang. Supir mempersilakan Olivia ke luar.

"Silakan, Nona."

"Eh, tidak mengantarku sampai dalam?" gumam Olivia terheran-heran saat ke luar dari mobil.

Begitu dia memperhatikan dengan seksama suasana mansion di depannya, bulu kuduknya seketika merinding. Langit yang gelap dan angin yang berembus kencang dengan pepohonan tinggi di sekelilingnya membuat rasa takut Olivia semakin menggerogoti. Ditambah lagi suasananya sangat sunyi sepi, hanya terdengar suara burung dan jangkrik saja.

"A-aku merasa bukan akan memasuki mansion, tetapi memasuki rumah hantu. Ke mana para pelayan yang lain? Kenapa aku tidak melihat ada kehidupan di dalam?" tanya Olivia sambil memeluk tubuhnya sendiri dan mengelus lengannya.

"Silakan Anda masuk untuk memastikannya sendiri karena saya tidak tahu. Saya hanya diberikan perintah untuk mengantar Nona sampai depan gerbang saja," jelas sang supir sambil masuk ke dalam mobil dan pergi begitu saja. Seakan tak mempedulikan Olivia.

Olivia menelan saliva sambil celingak-celinguk ketakutan. Firasatnya mengatakan kalau ada sesuatu yang aneh di mansion karena suasananya tidak seperti sebelumnya.

Dengan langkah gontai Olivia memberanikan diri masuk ke dalam. Dia melewati mobil sport Petra yang terparkir asal. Begitu berhadapan dengan pintu masuk, tangannya kembali gemetar saat hendak mendorong pintu.

Olivia mengontrol napas dan berusaha menenangkan suasana hatinya. Dia pun memberanikan diri membuka pintu sambil mempersiapkan senyum indahnya.

Namun, saat pintu terbuka, dia tak melihat keberadaan siapapun. Olivia terheran-heran sambil mengedarkan pandangan matanya.

"Pak Lim?" panggilnya dalam kesunyian. Suaranya bahkan menggema di mansion ini.

Setelah menutup pintu dengan hati-hati, Olivia berjalan menuju dapur. Di dapur pun Olivia tak menemukan siapa-siapa. Tidak ada satu pun pelayan di mansion, ke mana perginya mereka semua?

Begitu Olivia membalikan badan, tubuhnya langsung terlonjak kaget. Matanya membulat saat melihat keberadaan Petra di hadapanya dengan aura hitam berkabut. Keningnya menjurus tajam, matanya menatap marah.

"P-Petra?" ucap Olivia dengan wajah pucat. Kakinya melangkah mundur dengan sendirinya.

Petra melihat penampilan Olivia dari ujung kaki hingga kepala. Olivia mengenakan jubah putih milik William. Mendadak ada rasa tidak suka melihat sesuatu milik pria lain menempel di tubuhnya.

Petra menyeret tangan Olivia menuju ruang tamu. Dia membanting tubuh Olivia tanpa ampun ke atas sofa. "Otakmu hilang ke mana?! Bukankah sudah kuperingatkan sebelumnya jika ingin melakukan apa-apa harus menggunakan otak! Untuk apa kamu pergi ke sana sebagai wanita penghibur?! Tidak lihat di sana ada Lucas?"

Tubuh Olivia gemetar hebat. Dia baru melihat kemarahan Petra yang meluap-luap dalam keadaan sadar. "Petra, a-aku ... aku -"

"Kamu ingin mengujiku atau apa? Apa uang dariku saja tidak cukup untuk memuaskanmu sampai harus menggoda pria seperti itu dan menghasilkan uang lagi?" geram Petra sambil berkacak pinggang dengan dada naik turun.

"Tidak, bukan begitu. Aku -"

"Aku apa? Kamu butuh kepuasan untuk menuntaskan nafsumu, lalu tidak sengaja bertemu denganku, begitu?"

"Apa? Tidak!" bantah Olivia dengan mata melotot.

"Seperti ini yang kamu mau, hah?!" Petra melepas paksa jubah putih milik William dari tubuh Olivia, sampai kancing-kancing jubah itu terlepas karena begitu kuat Petra menariknya.

Olivia berteriak sambil memberontak dengan menyilangkan kedua tangannya di dada karena kini jubah milik William tidak dapat melindungi tubuhnya.

"Hentikan, Petra! Apa yang kamu lakukan?!" teriak Olivia dengan tubuh gemetar ketakutan.

"Kenapa? Aku suamimu, aku berhak menyentuhmu. Sedangkan Noah, dia bukan siapa-siapa, tapi kamu tidak segan saat dia menyentuhmu seperti ini. Kamu suka, kan?" Tangan Petra menjamah liar paha Olivia dengan menggertakkan giginya, dia kehilangan kewarasannya karena marah saat berusaha masuk menerobos ke dalam rok mini yang Olivia kenakan.

Olivia segera menghentikan lengan Petra. "Petra, sadarlah! Kamu tidak boleh bersikap seperti ini."

"Tidak boleh? Oh, aku lupa." Petra mengeluarkan dompetnya dan mengambil sejumlah uang, lalu dia lemparkan ke wajah Olivia. "Sekarang boleh, kan?"

Petra mendorong tubuh Olivia sampai tubuh Olivia terlentang di sofa. Dia menindihnya dari atas dan mengedus tengkuk leher Olivia dengan kemarahan yang masih menggebu.

Olivia merasa dilecehkan atas perlakuan Petra. Hatinya terluka. Air matanya jatuh tak tertahan. Dia mendorong Petra dan tak segan menamparnya dengan kuat sampai wajah Petra terbuang.

Tubuh Olivia gemetar setelah sadar dengan apa yang sudah dia lakukan. Dia sudah berani menampar pipi mulus nan tirus suaminya. Olivia melihat Petra yang langsung terdiam dengan poni berantakan, itu membuat bulu kuduknya merinding hebat.

"P-Petra?" panggil Olivia dengan nada gemetar.

Petra masih terdiam. Dia beranjak bangun dan membelakangi Olivia. Aura hitam berkabutnya tidak hilang, malah bertambah tebal. Olivia merasa situasi semakin mengancam. Apa yang terjadi dengan Petra? Apa dia berubah jadi Rex? Itu tidak boleh terjadi!

...

BERSAMBUNG!!