Reyhan membanting diri di atas ranjang empuk miliknya. Kesibukan di tempat kerja dan juga pertengkaran pertamanya dengan Fiona membuat rasa letih pria muda ini berlipat-lipat kali lebih terasa.
"Baiklah! Kalau memang Kak Reyhan nggak mau menuruti permintaan Fiona! Tapi hari ini pokoknya Kak Reyhan harus ngomong ke Papa Bisma tentang hubungan kita. Tak mungkin kita terus menyembunyikan darinya kalau memang ingin menikah, bukan?" Fiona merenggek, membuat Reyhan tak punya pilihan lain selain menuruti keinginannya.
"Sial!!"
Reyhan menatap langit-langit ruangan. Kalau Felicia, gadis itu tidak mungkin sampai meminta gaun mahal seperti Fiona. Dia pasti akan mengukur sesuai dana yang mereka miliki. Apa lagi tipe perempuan mandiri dan tak suka merepotkan orang lain seperti Felicia. Dan lagi, Felicia tak akan pernah merenggek dan menuntut ini itu pada Reyhan.
Reyhan menutup wajahnya dengan batal, kenapa di saat seperti ini ia justru teringat dengan mantan kekasihnya yang cupu itu?
[ Menyebalkan!! Yah, menyebalkan karena bayangan wajah Felicia tak mau menghilang dari otaknya.]
Beruntung ketukan pintu membuat pikiran Reyhan teralihkan.
"Mas Rey, dipanggil sama Bapak." Suara ART membuat Reyhan kembali bangun.
"Ya, Bi."
Reyhan bergegas turun ke ruang keluarga. Di sana Bisma sedang bercakap dengan Sony, adik dari Reyhan yang merupakan anak dari ibu sambung Reyhan. Meski tidak kasat mata, Reyhan bersaing dengan Sony untuk menjadi pewaris dari perusahaan Dirgantara.
"Duduk, Nak." Perintah Bisma.
"Sony balik ke kamar dulu ya, Pa." Pamit Sony, Bisma mengangguk. Sony pun juga memberi senyuman pada Reyhan sebelum berlalu pergi.
"Ada apa, Pa?" tanya Reyhan begitu menghenyakkan pantatnya pada sofa empuk.
"Bagaimana hubunganmu dengan Cia? Sudah lama kamu nggak ngajakin Cia makan malam sama kita? Kalian baik 'kan? Tinggal sebentar lagi hlo kalian menikah? Terus persiapannya bagiamana? Undangan? Baju? Eo? Kok papa nggak pernah dapat laporan apa-apa?" Bisma menyeruput teh panas yang disuguhkan Bik Sumi. Sebagai orang tua wajar bila ia ingin tahu tentang kehidupan anak-anak mereka.
Gluk! Reyhan menelan ludahnya dengan berat. Saat ini adalah saat yang tepat untuk mengatakan pada Bisma kalau mereka telah berpisah. Reyhan tak lagi mencintai Felicia dan lebih memilih untuk menikahi Fiona.
"Kok diam?" Bisma mengeryit.
"Maaf, Pa. Reyhan baru bisa cerita hari ini. Reyhan sudah putus dari Felicia satu minggu lalu. Reyhan merasa sudah nggak cinta dan nggak cocok lagi sama Cia. Reyhan jauh lebih mencintai Fiona, adik Felicia." Tutur Reyhan dengan mata yang tak berani memandang ke arah Bisma.
"Apa?? Putus?? Kamu putusin wanita sebaik Felicia??" Bisma langsung meninggikan suaranya. Reyhan sudah bisa menebak reaksi Bisma. Ayahnya ini memang sangat menyukai Felicia, baginya Felicia adalah seorang dewi penyelamat.
"Felicia tidak sebaik yang Papa kira. Dia tak pernah punya waktu untuk Reyhan. Selalu berpenampilan buruk. Dan lebih mementingkan dirinya dibandingkan Reyhan." Reyhan membalas ucapan sang ayah.
"Dasar anak bodoh! Apa kamu kira menilai seorang wanita cukup hanya dari penampilannya saja??" Bisma terlihat marah, Felicia begitu hormat dengan orang tua dan sangat cekatan dalam bekerja. Dia pasti bisa mendampingi Reyhan dengan baik.
"Fiona adalah adik Felicia, Pa. Dia juga sama baiknya dengan Felicia. Dan Fiona jauh lebih cantik dan perhatian pada Reyhan dibandingkan Felicia!!" Reyhan membela diri, ia tak lagi malu mengumbar cintanya pada Fiona.
"Anak ini … ugh!!" Bisma menekan dadanya yang mendadak nyeri. Rasa nyerinya sampai membuat Bisma tak bisa bernapas. Bisma terus menekan dadanya dan ambruk ke lantai.
"Bapak!!" Bik Sumi berseru panik.
"Papa!!" Reyhan ikutan panik.
"Papa kenapa, Kak?" Sony pun bergegas turun dari lantai dua untuk menolong Bisma.
"Bi, cepat panggil pak Gun. Kita bawa Papa ke rumah sakit!" Pinta Sony.
"Baik, Mas Sony."
Keduanya bergegas menuju ke rumah sakit terdekat begitu mobil siap.
******
.
.
.
Satu minggu kemudian.
Pertemuan mereka itu salah? Iya salah! Jadi Felicia memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan Kaisar meskipun ia mengatakan pada Felicia untuk menghubunginya tiap kali ada masalah.
Sudah satu minggu berlalu, berarti sudah hampir dua minggu sejak Felicia putus dari Reyhan dan kehilangan keperawanannya. Tak ada yang bisa Felicia lakukan selain menjalani kehidupannya seperti biasa dengan menumpang di apartemen Jessca. Felicia bahkan belum memberitahukan perihal putus dengan Reyhan pada ayah dan keluarganya. Ia juga belum punya hati yang cukup berani untuk mengembalikan cincin pertunangannya pada Reyhan.
Gadis berrambut hitam panjang itu menatap jalanan sore yang ramai dari jendela kedai kopi. Nuansa vintage yang kental terlihat pada interiornya, dilengkapi dengan suara music jazz dan aroma seduhan kopi, atmosfirnya sungguh pas untuk melepas lelah setelah kesibukannya hari ini.
"Satu caramel machiato dengan ekstra whipcream dan croufell blueberry plus ice cream vanilla." Jessca meletakkan pesanan Felicia di atas meja. Felicia menggosok telapak tangannya tidak sabar lagi menikmati menu andalan di kedai kopi tempat Jessca bekerja.
"Gue kasih ekstra toping taburan almond kesukaan loe!" Nilai plus punya teman yang bekerja di kedai kopi, bisa dapat toping gratisan.
"Thanks, My love!" Felicia memberikan tanda love pada sahabatnya. "Eeeuumm ...." Lengguh Felicia. Wajahnya begitu sumringah saat menikmati es krim. Jessca hanya berdecak saat melihat wajah puas penuh kenikmatan terganbar jelas di wajah cantik Felicia begitu manisnya es krim mencair di dalam mulut.
"Tumben makan manis? Biasanya elo pesen cold brew, americano, v6 drip?" tanya Jessca.
"Tau nih, gue juga heran, gue lagi craving banget sama sugar, mungkin gue mau mens. Udah kelewat dua hari dari tanggalnya." Felicia gantian melahap whip cream sampai belepotan.
"Ya udah, gue cabut. Bentar lagi jam kerja gue selesai. Lo makan aja, ntar kita pulang bareng." Jessca melirik ke arah jam dinding, sudah pukul lima sore sebentar lagi pergantian shift kerja.
"OK."
Sepeninggalan Jessca, Felicia menikmati semua pesanannya sendirian. Ia tak peduli dengan sekelilingnya bahkan tak peduli bila ada gempa bumi sekalipun. Karena, kemanisan ini terlalu manis untuk dianggurkan. Felicia sangat menginginkan makanan manis dan cruncy.
"Apa gue stress ya? Kok bisa makanan manis rasanya seenak ini?" Felicia terheran dengan keinginan tubuhnya sendiri.
Tringg ...
Bunyi deringan ponsel membuat Felicia melirik benda pipih yang ada di atas meja.
"Papa," lirih Felicia, bahunya langsung lemas seketika. Manusia yang saat ini sangat ingin Felicia banggakan justru akan kecewa padanya saat tahu bahwa Reyhan telah memutuskan untuk tidak menikahi Felicia.
Felicia ragu, haruskah ia mengangkat panggilan itu? Seumur-umur Felicia selalu menjadi anak baik yang dibanggakan. Baru kali ini ia takut mengangkat ponsel dari sang ayah.
"Angkat donk!" Jessca kebetulan lewat, ia melirik Felicia yang masih ragu.
"Gue takut."
"Sampai kapan mau menghindar? Bilang sama Om Rangga, Fiona adik lo yang ganjen itu yang jadi pelakor dalam hubungan kalian!" Jessca terlihat gemas saat meninggalkan meja Felicia menghantarkan pesanan pelanggan lain.
"Huff …" Felicia mengambil napas dan membuangnya panjang-panjang sebelum mengangkat panggilan.
"Halo?" Felicia berusaha setenang mungkin dalam bersuara. Padahal Felicia tahu betapa nada suaranya bergetar karena takut. Takut mendengar kekecewaan terucap dari bibir sang ayah.
"Di mana kamu, Cia?? Mamamu bilang sudah dua minggu kamu tidak pulang ke rumah??" Bentak Rangga, ia baru saja pulang dari dinas di Luar Negeri.
"Maaf, Pa. Felicia tidur di rumah sakit dan kadang di apartemen Jessca."
"Ngapain?? Kamu itu dokter, bukan budak!! Sesibuk apa pun pekerjaanmu tidak mungkin sampai tidak bisa pulang dua minggu!!" Bentak Rangga. Felicia menggigit bibir bawahnya cemas.
"Pulang sekarang!! PULANG SEKARANG JUGA!! PAPA MAU BICARA."
Tut—
Sambungan diputus sepihak oleh Rangga sebelum Felicia bisa menyangkalnya.
"Gawat!!" dengus Felicia.
********