Malam itu udara sangat dingin, Kaisar berjaga di samping Jimmy bergantian dengan Aryo. Pukul dua pagi, tak ada tanda-tanda vital yang memburuk. Jimmy sepertinya sudah melewati masa kritis.
Pria berusia tiga puluhan itu terlihat pucat meski sudah dua kantong darah yang masuk ke dalam tubuhnya. Kaisar tak pernah menyangka kalau Jimmy adalah pelarian, imigran gelap, ia tak pernah mengecek surat-surat dari para pegawainya. Ia cenderung percaya dan melihat manusia dari sikap dan tutur kata. Mata akan berbicara jujur dan tutur bahasa akan menunjukan seperti apa latar belakang kepribadiannya dari pada secarik kertas identitas.
"Boss, kopi." Seorang pemuda menyodorkan secangkir kopi panas pada Kaisar. Kopi instan. Kaisar menerimanya dengan wajah sumringah, tahu saja ia butuh cafein untuk mengusir rasa kantuk, apa lagi Kaiar habis menyumbangkan darah untuk Jimmy, pastilah dia sangat lesu dan lemas.
"Thanks."
"Sama-sama, Boss." Pemuda itu duduk di samping Kaisar.