Aku sangat suka membaca, dengan membaca membuatku dapat mengetahui banyak hal, membaca... mampu menyembunyikan rasa kesunyian disaat tidak ada seorang pun yang berada disekitarku. Tidak peduli jika itu koran, majalah remaja, komik, novel, kamus, buku yang ada di perpustakaan, hent- ehm... maksudku media sosial. Jika aku memiliki waktu luang, akan kugunakan waktu tersebut untuk membaca, mencoba untuk memperluas wawasanku, mencari hiburan untuk menenangkan diri dari masalah yang tak menentu, atau hanya sekedar mempermainkan imajinasiku. Namun itu hanya salah satu hobi yang aku lakukan ketika aku sedang sendirian, lain halnya jika aku sedang bersama kawan-kawanku, bermain game online akan menjadi hal yang paling utama.
30 Desember 2017, Hari ini aku harus berangkat kerja lebih awal dari biasanya, karena setiap hari sabtu tidak ada jam perkuliahan. Terkadang aku iri melihat teman kampusku yang asyik bersantai di kamar kos-nya, atau mungkin beberapa dari mereka yang berencana untuk kembali ke kota asalnya masing-masing untuk berlibur di akhir tahun bersama keluarga ataunya.... Namun itu tidak masalah, sebab aku masih memiliki pekerjaan sampingan yang dapat menyibukkanku dari suasana libur, meskipun cuaca sangat tidak mendukung. Pagi inj hujan turun dengan derasnya, membasahi debu jalanan yang kian menumpuk, membuat pagi ku menjadi lebih berat untuk sekedar bangkit dari kasurku. Dinginnya hujan membuatku enggan untuk membasuh diri, seketika rasa malas hampir memenangkan diriku. Untunglah karena gajian bulan ini diberikan hari ini, lebih cepat dari biasanya yang diberikan setiap tanggal 1, hal itu yang membuatku bersemangat untuk pergi bekerja meskipun harus menerobos derasnya hujan. Aku selalu menyiapkan mantel hujan di bagasi motorku, memudahkanku untuk bepergian dikala cuaca sedang merajuk. Sambil memasang earphone dan memutar lagu-lagu dari band Dustbox, salah satu band asal jepang favoritku, membuat perjalananku ke tempat kerja menjadi lebih bersemangat. Sesampainya di tempat kerja, aku disambut oleh hujan yang mulai reda. Ketika aku melepas helm dan maskerku, aroma khas setelah hujan sungguh membuatku nyaman.
"Pagi zel, ujan-ujanan nih?" sapa Ilham ketika melihatku ingin memasuki ruang khusus karyawan. "Pagi juga mas ham, iya nih, kapan lagi di umur segini bisa ngerasain ujan-ujanan lagi haha".
"Kalo mau ujan-ujanan, tuh di belakang ada air kobokan, biar saya yang siramin haha" celetuk Riska, salah satu karyawati yang baru bekerja selama 3 bulan di Kafe ini dan usianya lebih muda 1 tahun dariku, saat menghampiri kami setelah melakukan bersih-bersih di meja pelanggan.
"Wah mbak Ris bisa aja hahaha"
"Mas zel, jangan panggil aku mbak ishh... aku jadi keliatan tua tauuuu!" sahut ia sambil memukulku pelan dengan kain lap yang ia pegang.
Aku selalu memanggil setiap karyawan perempuan disini dengan sebutan "mbak", meskipun usia mereka lebih muda dariku. Mungkin lebih nyaman seperti ini daripada harus memanggil mereka dengan namanya secara langsung. Setelah sedikit obrolan kami di pagi hari, kami bergegas melanjutkan pekerjaan masing-masing karena beberapa pelanggan sudah mulai berdatangan. Saat memasuki jam istirahat, Riska menghampiriku yang sedang duduk di belakang Kafe, di sebuah kursi panjang yang terlihat sedikit basah karena sisa-sisa air hujan, sambil merokok dan memainkan ponsel. Ia langsung duduk di sebelah ku, mencoba mengajakku berbicara dengan nada yang sedikit kaku.
"Mas zel" sapa Riska kepadaku.
"Ada apa mbak Ris?".
"Anu... Besok malem sibuk gak?" tanya ia dengan sedikit malu-malu.
"Hmm... Paling sibuknya jam 9an, soalnya temen kos sama temen kampus mau ngadain bakar-bakaran di kosan. Emangnya kenapa?" jawab aku setelah menutup ponselku dan mematikan rokok-ku.
"Yahhh... yaudah deh kalo gitu" ucapnya sambil merasa kecewa.
"Lho, kenapa?" tanya aku dengan kebingungan.
"Ahh gapapa kok, tadinya aku cuma mau ngajak main, tapi kalo mas zel sibuk yaudah gapapa hehe" tutur Riska dengan menunjukan senyum yang terlihat sedikit memaksa.
"Hoo gitu, kalo kamu mau sih mending sore aja, aku free kok dari jam 4 sore sampe jam 8 malem" ucap aku sambil meyakinkan dia.
"Yaudah kalo gitu besok sore kamu jemput aku ya, nanti alamatnya aku kirim lewat WA" seketika raut wajah Riska menjadi terlihat bahagia, dan ia pun langsung bergegas untuk melanjutkan pekerjaannya. Meskipun aku hanya menganggap ia sebagai juniorku, aku akui bahwa wajahnya memang benar-benar cantik, tidak heran jika hampir seluruh karyawan terpana saat pertama kali melihatnya datang untuk bekerja disini. Ia kuliah di Universitas C dan mengambil jurusan sastra inggris S1. Meskipun berasal dari keluarga kaya, aku salut dengan kepribadiannya yang tidak tenggelam dalam kemanjaan meskipun keluarganya terbilang mampu, ia masih ingin berusaha untuk mencari uang dengan jerih payahnya sendiri tanpa harus meminta pada orangtuanya.
Ketika pekerjaanku telah selesai, aku langsung mampir menuju rumah Harun. Rumahnya terlihat tua dan lokasinya yang dekat dengan rel kereta api, namun rumah inilah yang menjadi tempat berkumpulnya antara aku, Harun, dan Hanafi. Ketika aku sampai disana, aku disambut oleh adiknya yang bernama Widya, ia masih duduk dibangku SMA kelas 2. Ketika aku masuk ke dalam rumahnya, aku pun menyapa ayahnya Harun yang sedang sibuk membaca koran di ruang tamu, dengan ditemani segelas kopi dan sebungkus rokok yang tergeletak di meja. Tanpa basa-basi, aku memberikan salam padanya dan langsung pergi menuju kamar Harun. Ya, ini adalah kebiasaan setiap kali aku mengunjungi rumahnya. Mungkin karena aku sudah sering mampir kesini, jadi mereka pun sudah menganggapku seperti keluarga dan begitupun sebaliknya, itulah mengapa terkadang aku merasa suasana di rumah ini lebih nyaman ketimbang di rumah sendiri. Ketika memasuki kamar Harun, Harun dengan sigap menyalakan PC nya, sedangkan Hanafi mengambil gitar milik harun yang tergeletak di kasur.
"Besok main ke kosan gak?" tanya aku pada mereka berdua.
"Ndak bisa bol, gua mau ngumpul sama Dika di rumahnya Salsa" ucap Harun dengan tegas. Dika dan Salsa adalah teman masa SMA-nya, dan mereka berdua kuliah di kampus dan jurusan yang sama dengan kami namun berada di kelas yang berbeda.
"Gua juga gak bisa cuk, mau jalan sama cewek gua" ungkap Hanafi.
"Halah.... kalo urusan selangkangan paling semangat lu" ketus Harun sambil memutar lagu lewat PC-nya.
"Yaiyalah, kan udah tradisi gua sama cewek gua tiap malem tahun baruan cuk, makanya lu berdua cari pacar hehehe" pungkas Hanafi sambil tertawa meledek aku dan Harun.
"As* ndes, awas bocor hahahaha" cetus aku.
Ketika waktu menunjukkan jam 9 malam, aku dan Hanafi memutuskan untuk pamit pulang karena khawatir akan cuaca yang sedang labil. Selama perjalanan pulang, malam terasa cukup dingin, untungnya aku selalu memakai sweater hoodie kemanapun aku pergi. Sesampainya di rumah kos, tiba-tiba gerimis turun dan tak butuh waktu lama hujan pun mengalir dengan derasnya.