Napas panas William mengipasi wajah Paula yang masih basah oleh air mata. Dia hanya bisa melihat wajah tampan dan tegas sang suami melalui pandangan yang kabur karena genangan air mata di pelupuk.
"Aku menginginkan kamu, Paula," bisik William dengan suara serak. "Tak hanya saat ini. Tapi untuk selamanya."
Paula terengah-engah, mencoba mengisi paru-parunya dengan oksigen. Dia tak menyadari bahwa dirinya menahan napas sampai saat William mendaratkan gigitan kecil ke dagunya. "William, kamu sedang terluka. Jangan lanjutkan ini!"
Paula tak lagi bisa mengatakan apa pun karena saat ini William sudah menenggelamkan wajahnya di leher mulusnya yang lembut dan mempesona, tanpa cacat. Seandainya saja Paula tak melarang suaminya itu meninggalkan bekas kiss mark di sana, dia pasti sudah menandainya di seluruh sisi.