Ellen tidak tahu apa yang terjadi pada Olive sampai ia datang ke kampus keesokan harinya, meski ia tidak punya satu orang pun teman, tapi ia punya satu orang yang bisa ditanyai, orang itu adalah penjaga perpustakaan.
"Apa yang terjadi pada Olive?"
Ellen tidak berbasa-basi, langsung bertanya pada intinya.
Penjaga perpustakan itu menghela napas panjang, kacamatanya hampir melorot ke pangkal hidung, ia meletakkan buku yang ia baca ke atas meja.
"Kau tidak tahu? Semua orang membicarakannya di forum kampus. Olive tiba-tiba pingsan, ia dilarikan ke rumah sakit dan sampai hari ini masih demam tinggi."
"Aku tidak punya kontak siapa pun di ponselku." Ellen menjilat bibirnya, ia tidak bohong, selain Liu dan Ksatria Naga lainnya, ia hampir tidak memiliki siapa pun di daftar kontak, tidak ada yang mau bertukar nomor dengannya dan tidak ada yang sudi menyimpan nomornya.
"Ya ampun, seharusnya aku tahu. Kamu sangat malang." Laki-laki itu mencibir, menggambil ponselnya sendiri dan menggesek layarnya beberapa kali. "Kau bisa lihat."
Ellen meraih ponsel dengan hati-hati, memutar sebuah rekaman amatir dari salah seorang mahasiswa, awalnya ia melihat Olive tertawa-tawa bersama teman-temannya dan beberapa detik kemudian, ia menjadi aneh, berjalan ke arah halte bus seperti orang linglung.
"Oh, ini aku." Ellen terkejut melihat dirinya sendiri, lalu tatapannya beralih ke arah halte bus, di sana ia melihat seorang laki-laki berpakaian hitam. "Ooh …."
Ellen sepertinya tahu apa yang terjadi, tapi bagaimana bisa ia tidak tahu apa-apa kemarin?
"Kau ada di sana tapi kau tidak menyadari apa yang terjadi? Ellen, kau sepertinya sangat cinta pada laki-laki ini sampai-sampai buta dan tuli."
Ellen tersenyum lebar, ia mengangguk-angguk dengan pipi merah. Sang penjaga perpustakaan itu menghela napas, anak muda jaman sekarang memang aneh-aneh.
"Terserah kau saja, jangan ganggu aku."
Ellen mengembalikan ponsel itu dan mengusap dagunya, tidak salah lagi, Liu pasti mengetahui apa yang terjadi pada dirinya kemarin, tapi bagaimana bisa?
Kemarin, ia lagi-lagi menjadi korban kejahilan Olive dan teman-temannya. Bukunya dilempar ke toilet dan ia disiram dengan air kotor, ia tidak bisa menahan rasa marah dan sedih hingga meneriaki mereka, tapi apalah daya, mereka bukannya takut malah semakin menjadi.
Ellen akhirnya pasrah, ia mengganti pakainnya dengan pakaian cadangan di loker dan berusaha baik-baik saja sampai bertemu Liu.
"Bagaimana bisa dia tahu?" Ellen mengusak rambutnya dan duduk di tempat paling pojok perpustakaan, di luar hujan dan langit mendung, hanya sedikit pengunjung yang ada di perpustakaan.
Ellen menatap foto Liu di ponselnya, laki-laki itu selalu terlihat tenang dan tidak menunjukkan raut yang berarti di wajahnya.
Kalau yang begini saja ia sudah membuat Olive pingsan, apa yang terjadi kalau ia marah besar?
Wanita itu mengusap lengannya sendiri, merasa merinding tiba-tiba.
Matanya menatap lurus ke luar jendela, air hujan yang turun membasahi kaca, menampilkan goresan air panjang mengalir turun ke bawah.
Ia tahu, Ksatria Naga memiliki kekuatan supranatural, mereka bukan manusia, bukan juga Naga, mereka ada di antara keduanya dan memiliki kekuatan yang tidak biasa.
Ellen jarang melihat Liu menggunakan kekuatannya, kadang ia bingung sendiri karena melihat Liu ada di tempat yang berbeda dalam waktu singkat, kalau ia mengatakan teleportasi, laki-laki itu akan mengatakan ia hanya menggunakan kecepatan.
Cepat ….
Ellen menyandarkan tubuhnya di kursi, matanya masih menatap jendela dan ia tidak tahu harus berkata apa.
Jika ia bertanya, apakah Liu suka atau cinta padanya, laki-laki itu akan menolak, tidak peduli itu dengan perkataan sinis atau tidak, intinya ia tetap ditolak.
Tapi kalau sudah seperti ini, bagaimana bisa Ellen bisa memikirkan Liu membencinya?
Wanita itu menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin terlalu banyak berpikir. Pokoknya yang penting sekarang ia ada di sekitar Liu, itu sudah cukup.
Ellen menarik napas dalam-dalam, lalu membuka buku. Ada gumaman rendah dari penjaga perpustakaan, diikuti dengan suara kursi yang bergeser.
"Hei, kenapa kau tidak mengajakku kemari?"
Ellen langsung mengangkat wajahnya, ia bertemu tatap dengan mata Elmer, laki-laki itu meletakkan buku di depannya dan tersenyum.
"Mau mengerjakan laporan praktik bersama-sama?"
Ellen melihat ke sekitar, perpustakan terlalu sunyi dan terasa dingin. Keningnya berkerut, ia sudah dengan jelas menyatakan ketidaknyamanannya di hadapan Elmer, tapi laki-laki ini terlalu keras kepala.
"Aku sudah mengerjakan, kau bisa kerjakan sendiri." Ellen berbohong, seharusnya kalau orang normal melihat wajahnya, mereka akan tahu kalau Ellen sebenarnya tengah mengusirnya secara halus.
Tapi lain lagi dengan Elmer.
Laki-laki itu terkekeh, Ellen akui ia cukup tampan. Tapi tidak bisa menyaingi ketampanan orang tercintanya, Liu. Seandainya laki-laki itu tersenyum padanya, mungkin Ellen akan mimisan.
"Tidak apa-apa, karena aku dan kau sudah di sini. Kita bisa duduk sambil ngobrol." Elmer sepertinya tidak peduli dengan pengusiran Ellen, ia membuka buku dan mengambil pulpen, mulai menuliskan di buku kecil.
Ellen tidak tahu harus bagaimana lagi, ia mengambil buku dan tas, berniat pergi.
GREP!
Wanita itu tersentak, Elmer tiba-tiba menggenggam tangannya, laki-laki itu masih tersenyum dan lama-lama senyuman itu tidak nyaman dilihat.
"Kenapa terburu-buru? Di luar sedang hujan dan tidak nyaman berlarian. Temani aku saja di sini."
Suara hujan terdengar semakin deras dan tetesan air yang mengalir di kaca semakin banyak.
"Elmer, kau memegang tanganku terlalu kuat." Ellen memutar tangannya, mau tak mau ia kembali duduk dengan canggung. "Aku kesakitan."
"Kau tidak pergi, kan?" Elmer bertanya, nadanya lebih terdengar memaksa.
"Oke, aku tidak akan pergi. Tapi tolong lepaskan tanganku."
Ellen menahan dirinya untuk tidak melakukan sesuatu yang barbar di kampus, ia harus menahan dirinya, setidaknya di satu-satunya tempat yang mau menerima dirinya saat ini.
Elmer merasa senang karena Ellen kembali duduk, ia mulai mengajak wanita itu mengobrol, matanya tidak pernah lepas dari sosok Ellen, semakin lama ia berbicara, semakin lekat menatap Ellen, seakan-akan, ia ingin mengurung wanita itu sepenuhnya di tangannya.
***
Sementara itu di sebuah ruangan rumah sakit, Liu menatap Olive yang masih tidak sadarkan diri, wajah wanita itu merah dan ia terengah-engah, tubuhnya menggigil, seakan ia tengah berendam di air es. Tidak ada satu orang pun yang menunggunya, sehingga Liu bisa masuk dan berdiam di sana selama beberapa saat.
"Uh …." Olive mengerang, mungkin ia sedang bermimpi tentang sesuatu. Orang yang menyentuh tubuhnya akan merasakan panas yang luar biasa, sedangkan Olive sendiri merasakan dingin.
Sudut bibir laki-laki itu melengkung ke atas, ia tidak kejam, tapi hal seperti ini mungkin cukup untuk memberi pelajaran agar tidak menyakiti Ellen terlalu jauh.