Hari ini Riski mendapatkan banyak sekali orderan. Sayuran yang di beli Riski tadi pagi juga terjual habis, bahkan Riski sempat membeli lagi di pasar. Riski tak ingin mengecewakan pelanggan dengan mengatakan stok habis, nggak ada untungnya bukan masalah untuk Riski kali ini. Riski ingin di awal seperti ini, usahanya banyak di kenal orang.
Riski bergerak secara diam-diam, seperti air di lautan luas. Air itu begitu tenang, tapi sangat menghanyutkan dan berbahaya. Pribahasa itulah yang tepat bagi tindakan Riski di hari pertamanya.
Apalagi Riski juga bekerja sendirian, membangun usahanya sendirian, semua keringat terbayar lunas dengan hasil yang di dapatkan hari ini. Sebuah hasil yang Riski sendiri tak mengira akan sebanyak ini.
Riski sekarang berada di rumahnya, karena juga sudah mulai larut malam. Riski berada di meja untuk menghitung semua keuntungannya hari ini. Disana juga terdapat Sastro, Joko, dan juga Rudy, semua melihat hasil kerja nyata Riski tak main-main. Apalagi ini baru satu hari lho.
"Gila, lo satu hari bisa dapat segini banyaknya. Gue dapet segini mungkin dalam waktu seminggu kerja dan bahkan bisa lebih." celetuk Joko mengawali pembicaraan.
Riski mendapatkan uang sebesar 1,5 juta. Eits, tentu saja uang itu belum di kurangi modalnya membeli sayur. Uang itu belum sepenuhnya untung Riski. Setelah menghitung dan menjumlahkannya, Riski mendapatkan untung 800 ribu rupiah. Itu semua sudah termasuk ia membeli sayur dan juga bensin.
"Capek. Tapi senang bisa dapat segini banyak." lirih Riski dengan menyandarkan tubuhnya di kursi.
"Alhamdulillah." jawab Sastro.
Kemudian Riski mengambil uang selembar seratus ribu, "In buat Ibu, sisanya mau di tabung buat keperluan lainnya. Doain semoga bisa tambah gedee."
Sastro menerimanya dengan senang hati. Kali ini Sastro tak perlu cemas lagi memikirkan biaya masuk SMK untuk Riski, karena Riski sudah berjanji sendiri bahwa uang masuk SMK akan di tanggung sendiri. Sastro kali ini hanya fokus ke Rudy, membiayai semua kebutuhannya untuk kuliah.
"Tadi lo beli sayur lagi dimana? Kan tadi udah di borong sama kakek tua itu." tanya Joko menggaruk kepalanya.
"Gue beli di bang Budi. Dia adalah orang yang mengantarkan gue ke tempat untuk beli sayur yang murah, tapi tempatnya jauh banget." jelas Riski santai.
"Oh, yang lo berangkat subuh itu?" tanya Joko lagi. Sebenarnya Joko ingin membantu Riski kesana, ia tak tega. Sebab, Riski belum lihai mengendarai sepeda motor, apalagi jarak yang lumayan jauh.
"Iyaa."
"Besok biar gue anterin. Kita berangkat lebih pagi, biar gue nggak telat masuk kerjanya."
Bola mata Riski melotot menandakan ia kaget dan tak percaya, "Serius kak? Yakin? Bangun lo aja siang-siang."
"Iyaa seriusan, ntar lo bangunin gue. Tenang aja, kita semua bakalan support lo. Gue juga nggak nyangka lo bisa tau akan ide ini, kita semua akan buat usaha lo terus berkembang. Rugi kalo nggak bisa lebih maju dari ini, apalagi lo orang pertama yang ciptain metode kayak gini." jelas Joko penuh penekanan, agar Riski juga bisa lebih bersemangat.
"Tapi, kalo pesanan kamu banyak dan di rumah pada nggak ada orang kamu yang nanti kesusahan. Gimana?" kali ini Sastro yang berbicara, Joko bekerja, Sastro bekerja, dan Rudy yang sibuk kuliah.
"Oh iya, tadi aja bingung banget. Tapi nggak papa untuk sementara waktu aja, ntar kalo udah konsisten ramai terus kayaknya bakalan cari orang." balas Riski dengan senyuman, Riski membayangkan dirinya menjadi seorang bos di usahanya sendiri. Ahh untuk kesana perlu pengorbanan yang lebih.
"Ntar ibu nggak usah bekerja aja kalo ini udah konsisten, bisa bantuin ini. Kan bisa di rumah juga, jadi lebih enak." sambung Riski.
Sastro hanya tersenyum manis dengan ucapan anak terakhirnya itu. Sastro juga melihat di wajah Riski penuh dengan mimpi.
"Rud, gimana kuliah lo?" tanya Joko, karena sedari tadi Rudy hanya melihat dan juga mengerjakan tugasnya. Sebenarnya Rudy mendapatkan beasiswa, tetapi beasiswa hanya uang gratis kuliahnya. Sementara untuk uang saku, dan keperluan lain harus menggunakan uang pribadi. Itu semua sudah lebih dari cukup.
"Aman, kak. Tenang aja, ntar kalo gue longgar juga bisa bantuin Riski." jawab Rudy dengan menyeruput kopinya.
"Udah, biarin aja. Dia lagi fokus sama mata kuliahnya." bisik Sastro ke Joko.
Setelah itu Sastro pergi menuju kamarnya. Tak lama, Joko juga pergi menuju kamarnya.
"Jangan lupa, besok bangunin gue." perintah Joko dan langsung pergi.
Hanya tersisa Riski dan Rudy. Saat sedang memikirkan hal yang baru, tiba-tiba Riski di kagetkan dengan handphonenya yang berdering sangat keras, membuat Joko kembali lagi, begitupun dengan Sastro. Ia penasaran dengan telfon milik Riski tersebut.
"Haloo?"
"Iyaa, halo. Ini sayuran online itu ya?"
"Iyaa benar. Ada yang bisa di bantu, bu?" tanya Riski, karena suara di telfon itu sangat jelas bahwa perempuan.
"Jadi gini. Berhubung saya besok sedang ada rapat, bisa antar sayur ke rumah saya?"
"Bisa, sangat bisa, bu." antusias Riski.
Sastro, Joko dan Rudy hanya memperhatikan Riski dengan tenang.
"Yaudah, besok anterin sayur ke rumah saya ya. Untuk alamat dan juga list sayuran akan saya sms, ya?"
"Baik, bu. Mau di kirim jam berapa?"
"Jam 7 pagi yaa. Kalo bisa kurang dari jam 7 juga nggak papa, malah lebih bagus."
"Siapp, terimakasih, bu."
Lalu perempuan itu mematikan telfonnya.
"Kenapa, kenapa?" tanya Joko, "Ada pesanan ya?" lanjutnya.
"Iyaa, kak. Ini ada ibu-ibu, katanya dia besok ada rapat. Jadi, dia pesan sayuran buat besok. List sayurannya akan di sms." jelas Riski.
Joko menggeleng-gelengkan kepalanya, "Di keadaan malam seperti ini pun, lo masih bisa dapat pesanan buat besok ya."
"Apalagi itu buat ibu-ibu kantoran." potong Rudy. Bahkan, usahanya bisa sampai terdengar ke ibu-ibu kantoran. Padahal, Riski sendiri tidak pernah menyebarkan kartu nama ke ibu kantoran.
"Kereeennn. Yaudah lo tidur sana." perintah Joko.
"Bentar, gue masih nungguin sms dari dia. Gue catat sekalian, biar besok beli sayurannya enak." balas Riski.
Selalu ada jalan bagi semua orang yang ingin berusaha, tetapi kenapa jalan Riski selalu terlihat lancar-lancat saja?
Setelah mendapatkan sms, Riski mulai mencatat semua sayuran yang di pesan. Tak lama, ada sms masuk lagi dari seseorang yang tidak dikenal, ia meminta di kirim sayur juga.
"Ada lagi yang sms minta di kirim sayur." celetuk Riski, bahkan ia belum selesai mencatat list sayur dari ibu kantoran itu.
Joko dan Sastro yang masih ada di sana pun di buat kebingungan, kenapa malah banyak yang memesan di malam hari seperti ini?
"Kenapa banyak yang pesan malam hari untuk besok ya?" heran Joko.
"Yaa, emang gue suruh. Kalo bisa pesannya malam hari, agar di pagi hari bisa ready dan siap kirim. Kalo pesannya secara dadakan, kan gue sendiri yang repot. Bungkusnya, nganter, dan lain-lain." jelas Riski dengan senyuman yang mengejek.
"Lagi pula, biasanya ibu-ibu masak itu di pagi hari. Jadi wajar banyak yang memesan untuk besok pagi." sambung Riski dan mulai mencatat lagi.