Chereads / Cintaku Nyangkut Di Kantin / Chapter 29 - Apakah Sama Saja?

Chapter 29 - Apakah Sama Saja?

Besok merupakan hari pertama Riski masuk sekolah, hari yang dinantinya telah tiba jika situasinya berbeda dengan saat SMP, tapi akan menjadi ironis ketika saat ini sama halnya seperti SMP.

Apalagi Riski harus menjual sayurannya. Jadi, selama sekolah, Riski membuka usahanya pagi hari dan juga saat sepulang sekolah.

"Lo besok udah masuk sekolah, ya?" tanya Rudy yang baru saja pulang dari kampusnya.

"Iyaa, besok hari pertama." balasnya singkat.

Rudy mengkerutkan keningnya, "Biasanya hari pertama itu MOS atau Masa Orientasi Siswa, disana lo bakalan di suruh-suruh sama kakak kelas. Dan banyak pelajaran dari sana, banyak pengalaman, dari sana lo juga bisa dapat teman. Waktu SMP, lo nggak ngalamin MOS?" tukas Rudy menatap Riski serius.

"Iyaa. Emangnya MOS itu ngapain aja kok bisa di suruh-suruh?"

"Banyak kegiatan sih, itu biasanya gak sampai seminggu deh. Sebelum memulai awal pelajaran, lo bakalan di kenalin sama lingkungan sekolah, organisasi juga." jelas Rudy lagi, karena sewaktu SMA dan juga kuliah, Rudy mengalami hal itu. Hal yang membuatnya merasa tidak memiliki harga diri.

Riski menatap Rudy cengo, "Seriusan ada pengenalan organisasi?"

Rudy mengangguk lalu bertanya, "Biasanya seluruh siswa di wajibkan mengikuti organisasi minimal satu. Lo mau ikut apa?"

"Emang ada banyak kok minimal satu?" Riski semakin penasaran akan hal organisasi, karena di sana ada gadis pandangan pertamanya, Septi.

"Banyak banget, beda kayak SMP. Ntar ada osis, pramuka, dan seluruh cabang olahraga itu ada. Kesehatan juga ada, tugasnya ngurus orang yang sakit di UKS. Enak banget kalo mengikuti organisasi, biasanya akan ada banyak kegiatan dan bisa tidak mengikuti pelajaran." jelas Rudy. Rudy dahulu mengikuti organisasi kesehatan itu dan juga futsal. Jadi, Rudy mengetahui betul kegiatan apa yang akan di lakukan.

Hening. Riski hanya diam mendengarkan penjelasan Rudy dan juga Rudy yang diam karena menunggu pertanyaan dari Riski.

"Gue mau ikut voli." ucap Riski tiba-tiba.

"Emangnya lo bisa? Terus kalo lo bisa kepilih seleksi, lo bisa mewakili sekolah lo buat ikut lomba. Karena akan ada banyak lomba."

Riski menggeleng.

Rudy tertawa, kenapa bisa-bisanya tidak bisa coli tapi berniat mengikutinya, "Yaudah, nggak masalah. Ntar lo bakalan di latih di sana."

"Yasudah." Riski melangkah pergi, berniat untuk tidur lebih awal karena keesokan paginya ia harus jualan dan juga masuk ke sekolah.

Tak lupa, Riski menyiapkan semuanya terlebih dahulu. Seragam yang sudah di setrika dan tertata rapi, sepatu yang sudah di cuci, dan juga tas yang berisi 2 buku tulis. Semua perlengkapan sudah siap, tinggal berangkat saja dan menghadapi kenyataan seperti apa SMK itu.

"Riskiiii.." teriak Sastro saat mengetahui Riski berjalan melewati depan kamarnya.

Lalu Riski masuk ke dalam kamar Sastro, "Iya?"

"Besok sudah mulai sekolah, jadi belajar yang pintar yaa. Harus bisa bagi waktu untuk belajar dan juga jualannya. Mau jualan dengan sekolah, kan?"

Riski mengangguk.

"Nah, harus bisa bagi waktu. Jangan sampai kamu keasikan mencari uang lalu lupa dengan sekolah, begitupun sebaliknya. Sibuk belajar terus, lalu lupa mengurus usaha dan akhirnya tidak ada pemasukan." nasihat Sastro. Karena zamans saat Sastro dahulu berbeda, dahulu sekolah sudah bisa pulang di jam 1-2 siang. Sekarang sekolah bisa pulang hingga maghrib, apalagi sekolah yang diambil Riski merupakan sekolah yang banyak prakteknya.

Riski mengangguk dan pergi meninggalkan kamar Sastro.

***

Suara ayam sudah berkokok, burung juga sudah banyak yang bersiul menandakan hari baru telah tiba. Riski bangun jam 5 pagi, sebenarnya ia kesiangan kali ini. Karena jam 6 pagi ia harus sudah berangkat ke sekolah.

"Aduh, kesiangan gue. Gak bisa jualan, huft." Riski menghembuskan napasnya kasar.

Terpaksa Riski mencancel pesanan di pagi hari ini karena kesiangan bangun.

Yah, namanya juga manusia. Terkadang kesiangan bangun merupakan hal wajar jika tidak disengaja, dan tidak mengulanginya lagi secara terus menerus.

"Riskiii bang--" teriak Sastro, namun ucapannya terhenti ketika melihat Riski yang sudah terbangun dari tidurnya.

"Oh ternyata sudah bangun, ya? Mau berangkat jam berapa? Ini hari pertama sekolah, kan? Jangan sampai telat." tanya Sastro yang kini duduk di sebelah Riski.

"Iyaa, bu. Apakah boleh bertanya satu hal?"

"Apa itu?"

Riski mengkerutkan keningnya, "Kehidupan saat SMP dan SMK itu apa bedanya? Apakah sama saja, bu?"

"Tentu saja berbedaa! Kedewasaan, ya kedewasaan yang membuatnya berbeda. Saat SMP kan umurnya masih remaja, tapi mungkin saat SMK pemikirannya lebih luas." jelas Sastro, ia paham sekali dengan masalah anak terakhirnya ini. Pasti ia takut jika tidak memiliki teman seperti saat di SMP. Sastro mencoba menguatkan hati Riski, "Toh, orang yang baik itu di nilai dari tindakan dan juga etikanya."

Riski mengangguk mengerti, setidaknya ada nasihat yang membuatnya tenang sebelum berangkat ke sekolah, menghadapi realita dunia yang masih tanda tanya.

"Tapi...." Sastro menggantungkan ucapannya dan membuat Riski semakin bingung.

"Tapi??" balas Riski.

"Tapi, nggak selamanya juga jika kamu baik akan mendapatkan baik. Pasti orang yang nggak menyukai kamu, akan selalu bersifat jahat padahal kamu sudah baik dan itu nggak apa-apa. Jangan dengerin mereka yang merugikanmu, jadikan itu sebagai motivasi untuk terus tumbuh. Lihat saja dan buktikan, kamu dan dia dalam 5 tahun." ucap Sastro penuh ambisi agar anak terakhirnya ini bisa sukses.

"Kenapa dalam 5 tahun, bu?"

"Yaa karena setelah lulus bakalan kelihatan kok orang yang memang hanya suka menghina. Dia akan terus seperti itu, dia nggak akan bisa sukses jika tidak bisa menghargai orang lain dulu. Jadi, kalo ada orang yang membenci, menghina, udah biarin aja. Kamu nggak usah membalas dengan hinaan juga, senyumin aja."

Riski mengangguk, ia sangat nurut kepada ibunya.

"Yasudah, bu. Mau mandi dulu." Riski berdiri dan berjalan menuju kamar mandi.

Ada banyak harapan di wajah Riski kali ini, wajah yang sudah menanggung beban hidupnya sendiri, dan wajah yang tak jadi pemeran utama di ceritanya sendiri.

Hanya ada satu alasan, membuat ibunya bangga akan keberadaannya. Septi? Mungkin itu hanya bonus ketika bisa mendapatkan cintanya, karena Riski sudah sadar diri bahwa perbandingan antara dirinya dan Septi sudah terlalu jauh.

Tapi, Riski ingin mencoba untuk lebih kenal dengan Septi dengan mengikuti organisasi voli. Pasti setiap kumpul organisasi, Riski dapat melihat wajah Septi yang sangat anggun, menurutnya.

15 menit berlalu, Riski sudah bersiap dengan seragam sekolahnya. Seragam putih abu-abu yang membuatnya bisa tersenyum karena bisa sekolah dengan biayanya sendiri tanpa merepotkan ibunya sedikit pun.

"Hari pertama masuk ya?" tanya Joko yang baru bangun dari tidurnya, dan melihat Riski yang sudah sangat rapi.

"Iyaa. Doain aja gue gak kenapa-kenapa."

"Dih, emang ada orang yang mau menculik lo?" sinis Joko, ia hanya bercanda.