Chereads / Second Chance Revenge / Chapter 4 - Secretary's Job

Chapter 4 - Secretary's Job

Tari menatap tumpukan kertas di mejanya. Banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukannya. Dari tadi pagi Deon sudah menjelaskan panjang lebar mengenai pekerjaan yang biasa Tari lakukan. Mulai dari membuatkan kopi, mengurus jadwal Faro, membuat janji temu, booking restoran tempat meeting, menyiapkan makanan Faro untuk memastikan dia tidak mati kelaparan, dan masih banyak lagi.

"Aku sudah sebisa mungkin meng-cover pekerjaanmu, tapi tidak bisa semua karena kerjaanku juga sudah menumpuk," kata Deon dengan rasa bersalah. Deon mau membantu teman seperjuangannya itu, terlebih karena Tari baru sembuh tapi apa daya tangan Deon hanya dua dan tidak mungkin mengerjakan semuanya sendiri. "Kalau kau bingung bisa langsung tanya aku ya, kita ini teman dekat loh kalau kau lupa, hehe."

Tari mengangguk. "Ngomong-ngomong kenapa aku yang membuat kopi dan menyiapkan makanan untuk Far...eh...Pak Faro?" Tari hampir keceplosan memanggil Faro dengan namanya saja. "Memangnya tidak ada OB yang mengurus?"

Dulu di perusahaan Tari selalu OB yang mengurus makanan dan minuman yang dikonsumsinya jadi Tari heran kenapa Faro tidak diurus oleh OB saja.

"Entahlah, kau dulu yang menawarkan diri sejak awal. OB kita, Mas Eko, kau suruh untuk berhenti bikin kopi karena kau bilang kopi buatanmu lebih cocok dengan selera bos. Pak Faro sih tidak memerdulikan siapa yang menyiapkan kopinya. Pasti dia tidak mau pusing masalah sepele," jelas Deon sambil mulai mengetik di komputernya.

Tari mengangguk-angguk. Menilik sifat Faro yang cuek Tari yakin Deon benar. Faro hanya peduli pada pekerjaannya sejak dulu, untuk urusan makan dan minum memang sering dia kesampingkan.

"Biasanya aku pesan makanan dari mana untuk Pak Faro?" Tanya Tari. Tari tidak mengetahui restoran enak di sekitar sini dan Tari yakin Faro tidak makan di kantin karyawan.

"Kau sering pesan makanan di restoran seberang kantor, di sana ada banyak pilihan makanan western, jepang, indonesia, dan korea," jawab Deon.

Tari melirik jam di depannya. Sudah hampir jam dua belas siang, sebaiknya dia pesan makanan sekarang daripada menunggu lama saat jam makan siang. "Oke, terima kasih, Kawan. Aku pergi beli makan dulu ya. Kau mau titip sesuatu?"

"Tidak, hari ini aku mau makan siang dengan Lisa, anak HRD gebetanku," kata Deon. Dia bersiul-siul riang. "Lisa itu salah satu dewi di perusahaan ini, aku sudah booking tempat di cafe yang lagi hits dekat kantor. Tidak lama lagi aku akan meninggalkan kejombloan ini."

Deon terkekeh-tekeh, membuat Tari menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakukan rekan kerjanya itu.

...

"Mbak Tari! Sudah lama tidak ke sini," sapa seorang pelayan wanita ketika Tari masuk restoran. Pelayan itu tersenyum lebar menunjukkan giginya yang rapi. Pasti usianya lebih muda dari Tari.

"Mbak mau pesan yang biasa?" Tanya pelayan itu.

"Biasanya aku pesan apa ya?" Tanya Tari bingung. Sepertinya pelayan itu tidak tahu kalau Tari kecelakaan dan hilang ingatan.

"Mbak bisa aja nih. Masa lupa kalau tiap hari suka pesan pasta. Hari ini mau yang apa? Aglio Olio? Carbonara? Atau Bolognese?" Sahut pelayan itu.

Karena sepertinya pelayan itu mengenal Tari dan belum tahu tentang kondisinya saat ini jadi Tari memutuskan untuk memberitahu tentang hilang ingatan yang sedang dia alami. Mata pelayan itu membulat. Dia tampak terkejut tapi tetap membiarkan Tari menceritakan kejadiannya terlebih dahulu sambil terus mengangguk-angguk.

"Jadi, maaf ya kalau aku tidak ingat padamu dan makanan yang biasanya aku pesan kalau ke sini," jelas Tari.

"Astaga, Mbak! Untung Mbak sudah sembuh ya sekarang. Pantesan itu pipi Mbak ada samar-samar memar. Semoga ingatannya bisa cepat balik ya, Mbak. Oh iya, namaku Lala. Biasanya aku yang ambil pesanan Mbak, " kata pelayan yang ternyata bernama Lala itu.

"Iya, terima kasih ya, La. Mudah-mudahan aku bisa cepat ingat kamu lagi ya," ucap Tari. Dalam hatinya Tari tahu kalau ingatannya tidak akan pernah pulih karena sekarang jiwa dan ingatan Thea yang ada di tubuhnya.

"Mbak mau pesan pasta untuk Pak Faro, kan?"

Tari memutar otaknya. Aneh sekali mendengar Faro makan pasta. Dulu saat masih hidup sebagai Thea, dia dan Faro sering makan siang bersama dan makanan Italia adalah pilihan makanan terakhir bagi Faro. Sepertinya Tari tidak mengetahui selera makan Faro seperti yang diklaimnya.

"Lupakan soal pasta. Apa di sini ada nasi goreng seafood?"

Lala mengangguk dan segera mencatat semua pesanan Tari.

...

"Apa ini?" Tanya Faro saat melihat makanan yang dibawa oleh sekretarisnya itu.

Di hadapan Faro sudah tersaji nasi goreng seafood, pangsit goreng, kue tart stroberi, dan kopi hitam.

"Makan siang, Bapak," jawab Tari riang. Tari yakin Faro puas dengan pilihan makan siangnya. Dia sudah memilihkan semua menu yang Faro suka dan sering pesan ketika makan bersama Thea.

"Ambil ini kembali," perintah Faro sambil menggeser kotak berisi kue ke Tari.

"Loh, Bapak tidak mau makan kue? Tart stroberi mereka katanya terkenal enak loh," kata Tari. Tari langsung menyesal berkata begitu melihat perubahan ekspresi wajah Faro.

"Kalau saya bilang bawa pergi ya kamu bawa pergi. Kamu mungkin sudah lupa ya kalau saya tidak makan yang manis-manis. Cukup makan berat saja yang kamu sediakan. Tidak perlu makanan penutup segala. Kalau kamu lupa tentang apa yang biasa saya makan kan kamu bisa tanya OB atau saya langsung!" Bentak Faro, ditatapnya Tari dengan tajam.

Tari tidak pernah melihat Faro marah seperti ini. Faro yang dia kenal memang sedikit arogan dan tegas tapi Faro tidak pernah meninggikan suara padanya.

"Ma..Maaf, Pak," kata Tari pelan sambil mengambil kue dari meja. "Saya permisi, Pak."

...

"Pucat banget wajahmu, Tar," kata Deon begitu melihat Tari keluar dari ruangan bosnya. "Kena omel ya?"

Tari hanya tersenyum tipis sambil mangut-mangut. Rasanya energinya sudah terkuras habis karena dimarahi. Tari meletakkan kue tart Faro di samping kue tart miliknya. Tadi Tari memesan dua kue stroberi, satu untuk Faro dan satu lagi untuknya sendiri.

Tari ingat betul Faro dan dirinya yang dulu alias Thea selalu pergi mencari dessert kue tart setiap selesai makan dan mereka paling sering memesan tart stroberi kesukaan Thea. Jadi aneh rasanya mendengar Faro bilang dia tidak suka makanan manis.

"Jangan diambil ke hati, Tar," hibur Deon. "Sejak Mbak Thea berpulang Pak Faro jadi makin sensitif. Kalau ada kesalahan kecil saja pasti kena semprot. Wajarlah dia seperti itu karena wanita yang dia sayangi pergi tiba-tiba."

Tari tertegun mendengar penjelasan Deon. Faro benar-benar menyayangi Thea dengan Tulus. Tari bersyukur karena Thea memiliki sahabat seperti Faro.

"Oh iya, Tar, aku sudah kirim e-ticket ke WA kamu ya. Sudah aku bantu urusin. Kamu sudah kuat kan?"

"E-ticket untuk apa ya?" Tanya Tari heran.

"Pak Faro belum bilang ya? Minggu depan Pak Faro ada perjalanan bisnis ke luar kota dan dia mau kamu ikut."

Tari mengecek ponselnya. Ada pesan WA dari Deon. Isinya dua e-ticket atas nama Tari dan Faro.

Tari menelan ludah. Kalau dirinya masih seorang Thea dia pasti semangat karena bisa jalan-jalan sambil kerja dengan sahabatnya, tapi dirinya sekarang adalah Tari. Dan Faro kelihatannya kurang suka dengan gadis ini apalagi menurut Deon bosnya itu sangat sensitif sekarang dan tidak menolelir kesalahan sekecil apa pun. Perjalanan bisnis minggu depan terdengar seperti hukuman di neraka.

"