Zayyan dan Dhita memulai kelas tepat waktu. Setelah pertemuan singkat di gerbang sekolah pagi tadi, belum ada interaksi apapun yang terjadi antara Zayyan dan Dhita.
Mereka berdua disibukkan dengan pelajaran di kelas masing masing sampai jam istirahat tiba.
"Dina! Anjani! kantin yuk!" begitu guru keluar dari kelas karena sudah masuk jam istirahat, Dhita langsung mengajak kedua sahabatnya itu pergi ke kantin.
Kedua sahabatnya itu mengerutkan kening, tidak biasanya Dhita sangat bersemangat saat akan pergi ke kantin. Bahkan lebih sering dibujuk dulu baru mau ikut ke kantin saking malasnya dia pergi ke tempat ramai seperti itu.
"Lo sehat kan Ta?" Anjani memicingkan matanya.
"Maksud lo apa nanya gue sehat apa nggak? emang gue keliatan sakit gitu?" jawab Dhita ketus, ia hanya sedikit lebih bersemangat dari biasanya masak dibilang sakit sih!
"Ya ngga keliatan sakit sih, tapi yaudah deh yuk!" Anjani gak tau harus jawab apa. Menurutnya Dhita bersikap sangat aneh hari ini.
Mereka bertiga langsung menuju ke kantin dan seperti biasa kelompok mereka selalu menjadi pusat perhatian karena ada Dhita didalamnya, kemanapun Dhita pergi dia akan selalu menjadi pusat perhatian selama itu masih dalam lingkungan sekolah.
Di sepanjang perjalanan menuju kantin Dhita terlihat seperti mencari sesuatu, kepalanya menoleh kesana kemari dan itu membuat Anjani dan Dina merasa heran dengan sikap sahabatnya yang satu ini.
"Dhita lo lagi nyariin apa sih?" tanya Dina dengan wajah bingungnya. Sejak mereka keluar dari kelas dan berjalan di koridor sekolah, kepala Dhita gak bisa diem untuk tidak melihat kesana kemari.
"Nyari apa? gue gak nyari apa apa kok," merasa sikapnya terlalu diperhatikan oleh kedua sahabatnya, Dhita mencoba untuk bersikap santai dan tidak lagi menoleh kesana kemari.
"Kalau lagi nyari sesuatu bilang aja kali, biar kami bantu cariin!" tambah Anjani.
"Nggak ada kok, udah yuk cepetan ke kantin. Gue udah laper banget!" sahut Dhita yang dari gelagatnya seperti menyembunyikan sesuatu.
Saat mereka tiba di kantin, Dhita memilih meja yang mereka tempati kemarin. Ia memesan semangkuk bakso dengan tambahan beberapa potong tempe goreng sebagai pelengkapnya.
Anjani dan Dina juga memesan menu yang sama.
Duduk dikantin dengan semangkuk bakso di hadapannya, Dhita masih saja melirik kesana kemari. Seakan ada seseorang yang sedang ia cari saat ini.
"Dhita! lo kenapa sih? dari tadi kok kayak lagi nyariin sesuatu? ada apa emangnya?" tanya Anjani yang sudah memperhatikan sikap aneh Dhita sejak awal.
"Lo gak lagi nyembunyiin sesuatu dari kita kan?" tambah Dina dengan tatapan rumit diwajahnya.
"Apaan sih, gue gak apa apa kok. Cuma takut aja ntar geng Farrel tiba tiba datang terus ngancurin mood gue hari ini," jawab Dhita sedikit kikuk.
"Geng Farrel? maksud lo Zayyan?" tanya Dina mengkonfirmasi.
"Tenang aja kali, mereka gak bakal ganggu lo hari ini! banyak tugas organisasi yang harus mereka urus, hari ini kan jadwal siswa baru daftar ekstrakurikuler jadi Zayyan udah pasti sibuk dengan cabang silat, kan dia ketua." Anjani menjelaskan.
Tapi alih alih merasa senang dengan kabar yang baru saja ia dengar dari Anjani, Dhita terlihat kecewa dengan kabar itu.
"Kok lo jadi lemas gitu?" tanya Anjani sambil mengelus bahu Dhita.
"Oh nggak, gue cuma mikir aja kira kira Daffa masuk ekskul apa nanti," jawab Dhita dengan singkat.
"Gue rasa dia bakal ambil silat deh, tu anak kan fans banget sama Zayyan." Anjani menambahkan.
Mereka semua tau kalau Daffa sangat mengidolakan Zayyan yang sudah menyelamatkannya dari situasi yang sangat sulit beberapa bulan lalu.
"Iya sih, tapi dia sempat tanya tanya tentang karate sama gue," sambil menyantap baksonya, Dhita menjawab.
Ia berusaha menghilangkan kecanggungan karena sikapnya yang sedikit aneh di awal tadi.
"Yaudah kita liat aja dia bakal milih silat apa karate" sahut Dina.
"Btw Karate ketuanya gilang kan yah?"
"Berarti Daffa milih antara Zayyan dan Gilang dong?" tawa kedua sahabatnya.
"Apaan sih! ketawa sambil makan ntar keselek terus ga bisa napas lagi mau kalian?" tambah Dhita dengan wajah juteknya.
Di tempat lain, setelah sibuk mensosialisasikan cabang silat di kelas kelas siswa baru Zayyan dan teman teman langsung menuju ke salah satu ruang olahraga, markasnya anak silat.
Zayyan duduk di meja yang disusun satu saff, dan tentu saja ia tidak sendirian di sana. Farrel dan Yuda juga menemani di sebelah kanan dan kiri.
Ada juga beberapa junior yang melengkapi sesi pendaftaran ini, mereka duduk di sebelah Yuda dan Farrel.
Dan seperti tahun tahun sebelumnya, begitu jam istirahat tiba ruangan langsung di kerumuni oleh siswa siswi kelas satu yang ingin mendaftarkan diri ke ekstrakulikuler cabang silat. Termasuk Daffa.
"Baiklah, semuanya harap tertib! tetap kedepankan kedisiplinan walaupun kalian tidak berada di kelas, oke?" Yuda berdiri dan langsung menginteruksi semua orang yang baru datang agar tetap tertib agar suasana kondusif dan berjalan dengan lancar.
"Kenapa banyakan siswinya?" salah satu junior yang duduk di ujung berbisik pada temannya.
"Tahun kita kemarin juga banyakan ceweknya kali, liat dong siapa yang duduk di tengah itu! kak Zayyan! kalau lo yang duduk di sana baru sepi ni ruangan!" sahut temannya yang mengerti mengapa lebih banyak siswi yang mendaftar.
Setelah Yuda menertibkan agar siswa dan siswi kelas 1 itu berbaris dengan rapi barulah Zayyan yang mengambil alih ruangan.
"Sebelumnya gue ucapkan selamat datang bagi kalian semua yang sudah memutuskan untuk datang kemari dan memilih silat sebagai ekstrakulikuler yang akan kalian ambil diluar jam pelajaran di sekolah." Zayyan bicara dengan penuh kewibawaan.
Coolnya itu dapet banget kalau lagi mode serius.
"Tapi sebelum gue data semua orang yang akan bergabung, gue mau tanya satu hal. Apakah ada diantara kalian yang di paksa agar bergabung dengan kami?" ini adalah salah satu hal yang wajib di tanyakan.
Karena jika ada organisasi yang kedapatan memaksa anggotanya bergabung dengan mereka, akan ada sanksi berat yang harus mereka terima.
"Jika ada angkat tangan!" sahut Farrel.
Tapi setelah menunggu beberapa saat tidak ada dari mereka yang mengangkat tangan jadi Zayyan langsung menganggap kalau tidak ada dari mereka yang bergabung secara terpaksa.
"Akan ada surat untuk membuktikan kalau kalian tidak terpaksa dan di izinkan orang tua bergabung dengan ekskul silat, silahkan ambil setelah data diri kalian." tambah Zayyan.
Ia menjelaskan cukup banyak prosedur dan peraturan, sebagai salah satu ekskul favorit mereka harus tetap disiplin akan aturan yang ada.
Setelah itu mereka yang hadir diberikan formulir yang harus mereka isi dirumah karena ada tanda tangan orang tua yang juga harus dicantumkan.
Setelah semuanya selesai, Zayyan bertanya pada adik adik kelasnya itu.
"Siapa dari kalian yang memang sudah berpengalaman sebagai atlet silat saat di SMP atau diluar sekolah?"