Chereads / Kembalinya Kesatria Pedang / Chapter 2 - Siksaan Dari Pria Tak Di Kenal

Chapter 2 - Siksaan Dari Pria Tak Di Kenal

Pertama, ia harus memulihkan kesehatan Abiseka. Jika tubuhnya sudah sepenuhnya sehat, maka ia baru bisa melakukan latihan-latihan kecil untuk mendatangkan tenaga murni masuk ke dalam tubuhnya.

Dan satu-satunya orang saat ini yang bisa membantu proyeknya hanya Bibi Darsih yang selama ini merawatnya. Meskipun Asoka yakin hal itu akan merepotkan wanita paruh baya itu.

Pilihannya hanya dua, berusaha untuk sembuh atau mati saja menjadi orang yang tak berguna.

**

Asoka bukanlah pria lemah yang gampang menyerah, ia tidak ingin menjadi pria manja yang berserah diri pada nasib. Harus ada tekad yang kuat agar dirinya bisa berjalan kembali di tubuh barunya.

"Bibi, bisakah aku meminjam cermin?" tanya Asoka.

"Oh, tentu saja." Bibi Darsih mengambilkan cermin kecil yang tergeletak di atas meja. Tangannya terulur menyerahkan cermin itu pada Asoka.

Asoka melihat wajahnya dalam pantulan cermin. Wajahnya sebenarnya tampan, hanya saja rambutnya acak-acakan dan terurai panjang tidak teratur. Jambangnya juga sudah tumbuh lebat, ia merasa jijik melihat dirinya seperti gembel.

Ia sadar jika Bibi Darsih juga tidak memiliki cukup uang untuk membawanya ke tukang potong rambut. Dan membawa dirinya tentu saja sangat merepotkan. Tugas utamanya saat ini adalah membuatnya dirinya berjalan agar tidak merepotkan Bibi Darsih. Jika bisa berjalan, ia juga dapat mencari uang tambahan untuk memperbaiki hidupnya yang melarat.

"Kenapa wajahmu seperti itu? Apa yang kau pikirkan?" tanya Bibi Darsih.

"Tidak ada, hanya saja kenapa saya bisa menjadi lumpuh, Bi?" tanya Asoka.

Bibi Darsih terdiam, ia menunduk seperti enggan untuk menceritakannya. Ia lalu mengangkat kepalanya dan berusaha tersenyum pada Asoka.

"Jangan terlalu banyak berpikir, aku yakin suatu saat kamu pasti sembuh. Sekarang beristirahatlah," ucap Bibi Darsih mencoba menenangkan hati Asoka.

Wanita paruh baya itu bangkit dari tempat duduknya yang sudah reot sehingga saat ia menggerakkan tubuhnya terdengar suara kriet-kriet dari kursi bambu yang di dudukinya.

"Tunggu, Bi. Boleh aku minta tolong?" tanya Asoka.

Bibi Darsih menoleh ke arah Asoka. "Katakan, mau minta tolong apa?"

"Mulai besok, tolong makananku di ganti dengan semua jenis sayuran. Atau berilah aku makan seperti seorang vegetarian," pinta Asoka.

Bibi Darsih mengernyitkan dahinya, ia heran dengan permintaan Asoka. Biasanya pria muda itu tidak pernah meminta apapun. Ia menerima apa saja yang di berikannya termasuk makanan.

"Apa kau sudah berubah selera?" tanya Bibi Darsih.

"Tidak, aku tidak ingin pengeluaran Bibi bertambah membengkak. Aku akan membiasakan memakan lebih banyak sayuran daripada daging atau ikan," ucap Asoka beralasan.

"Baiklah, mulai besok kau akan sering menyantap sayuran. Tapi, jika kau bosan kau boleh mengeluhkannya pada Bibi," ucap Darsih.

"Tentu," jawab Asoka.

Bibi Darsih akhirnya keluar dari kamar Xavier. Lelaki itu hanya bisa berbaring sambil menatap kepergian Bibi Maghda yang sudah keluar dari pintu kamarnya.

Asoka sebenarnya sudah bosan jika hanya seharian berbaring saja. Ia tidak bisa melakukan apapun dengan kakinya yang lumpuh. Kondisi tubuhnya yang kurang sehat juga membuat otot-ototnya makin kaku karena kurang melakukan pergerakan.

Menunggu adalah hal yang membosankan, apalagi menunggu bersama dengan kondisi fisik yang tidak sempurna. Tangannya mengepal dan memukul keras kasurnya. Ia jengkel kenapa harus mengalami nasib sial seperti ini.

Asoka penasaran, bagaimana nasib kekasihnya yamg telah berhasil membunuhnya pada waktu itu. Apakah ia sekarang bahagia, atau menderita karena karmanya di masa lalu? Atau justru tidak mengalami reinkarnasi seperti dirinya.

Jika tidak mengalami reinkarnasi, sia-sia juga ia meminta pada Dewa Neraka untuk di lahirkan kembali. Tujuannya hanyalah satu, yaitu membalas dendam atas kematian yang tidak di inginkannya.

Derap langkah kaki seakan mendekat ke arah pintu kamarnya. Sepwrtinya bukan Bibi Darsih, karena langkah kaki itu mirip seorang pria. Asoka bisa menebak dengan indera pendengarannya yang tajam. Ia juga bisa membayangkan perawakan lelaki yang tengah berdiri di depan pintu itu adalah seorang lelaki yang bertubuh tambun, perut buncit, dan wajahnya bulat.

Krieeet

Pintu kamarnya terbuka, dan benar seorang lelaki tambun sudah berdiri di tengah pintu sambil memilin kumisnya. Ia melangkah mendekat ke arah tempat tidur Asoka. Tanpa basa-basi ia menggebrak ranjangnya.

BRAAK!

Asoka dengan tatapan sedikit marah melihat ke arah pria tambun itu. Ia tidak mengerti maksud dari lelaki itu menggebrak ranjangnya.

"Dasar pria pemalas, tidak berguna! Kau hanya merepotkan mantan istriku saja! Kalau bukan karena ayahmu yang menitipkanmu di sini. Sudah ku tenggelamkan dirimu ke sungai. Untuk apa memelihara pria tidak berguna sepertimu! Karenamu Darsih menceraikanku!" ucap pria tambun itu.

Asoka akhirnya paham siapa lelaki itu. Ternyata dia adalah mantan suaminya Bibi Darsih. Tapi kenapa Bibi Darsih menceraikannya? Apa karena membela dirinya yang lumpuh? Jika benar, kasihan juga Bibi Darsih.

"Kenapa kau hanya melotot saja! Apa selain lumpuh kau juga bisu!" sentak pria tambun itu.

"Sungguh tidak berguna!" Lelaki itu menarik tangan Asoka hingga tubuhnya terjatuh ke lantai.

Asoka meringis kesakitan, ia tidak bisa melawan pria itu. Lelaki itu kemudian menendangnya hingga tubuhnya berguling-guling di lantai. Ingin rasanya Asoka bangkit dan membalas perlakuan kejam pria tambun itu. Namun apa daya, sekarang dirinya hanyalah seorang yang tak berguna. Asoka pun membenci dirinya sendiri karena tidak bisa melawan pria yang menganiayanya.

Tubuh Asoka babak belur di tendang-tendang pria yang tak di kenalnya. Tiba-tiba Bibi Darsih datang dan berlari memeluk tubuhnya. Ia menangis sejadi-jadinya.

"Hentikan! Dasar kejam! Beraninya kau menyiksa orang yang tak berdaya seperti ini!" Air mata Bibi Darsih jatuh menetes di baju Asoka. Asoka bisa merasakan ketulusan Bibi Darsih melindungi dirinya.

"Kau masih saja melindungi pria tidak berguna ini! Karenanya kau menceraikanku!" kata pria tambun itu.

"Beno, aku menceraikanmu karena kau selalu mabuk-mabukan. Apa kau mencintaiku. Kau juga tidak ragu membawa wanita penghibur ke rumah! Apa masih pantas kau menanyakan kenapa aku menceraikanmu!" bantah Bibi Darsih.

"Aaaargh!"

"Itu hanya alasanmu saja. Kau tidak suka jika aku di sini mengganggu hubunganmu dengan pria lumpuh ini!" tuduh Beno.

PLAKK

"Tuduhanmu sangat kejam! Mana mungkin aku berselingkuh dengan pria yang sudah ku anggap sebagai anakku sendiri!" jelas Darsih.

"Katakan! Untuk apa kau kesini!" lanjut Darsih.

"Mana bagianku! Aku meminta uang bagianku! Yang Mulia Raja pasti sudah mengirimkan uang padamu!" Beno menengadahkan telapak tangannya.

"Tidak ada uang! Aku sudah menolak kiriman uang dari Yang Mulia Raja," terang Bibi Darsih.

"Wanita bodoh! Apa yang kau katakan? Kau pasti sedang membohongiku! Kau ingin menikmati semua uang itu sendiri!" tuduh Beno tidak percaya.

"Terserah jika kau tidak percaya ucapanku. Yang jelas aku sudah tidak menerima uang itu lagi, karena Yang Mulia Ratu sudah mengetahuinya. Jadi, dia tidak setuju jika Yang Mulia Raja memberi uang pada kita," terang Darsih.

"Aaargh! Dasar wanita bodoh, kenapa kau mau saja dengan keputusan Yang Mulia Ratu. Apa ia tidak peduli lagi pada nasib pria tidak berguna ini!" lirik Beno pada Asoka yang tergeletak tidak berdaya.

"Kalau begitu, sudah tidak ada gunanya lagi ia tinggal di sini!" Beno kembali menendang tubuh Asoka yang sudah tak berdaya.

"Hentikan! Kasihanilah dia!" teriak Darsih.

--Bersambung--