Chereads / Kembalinya Kesatria Pedang / Chapter 3 - Hidup Tak Berarti

Chapter 3 - Hidup Tak Berarti

Darsih mengobati luka-luka yang di derita oleh Asoka. Ia tidak berhenti menangis melihat tubuh Asoka yang babak belur tidak berdaya akibat siksaan dari Beno.

"Maaf, karenanya kau jadi sampai seperti ini," ucap Darsih. Ia mengoleskan ramuan dari tanaman yang di tumbuk daunnya pada permukaan kulit yang terluka.

"Tidak apa-apa, kenapa harus minta maaf. Seharusnya aku yang minta maaf karena telah merepotkanmu terus-menerus," ucap Asoka.

"Hemm, andai saja saat itu aku tidak terlambat mencegahnya. Mungkin sampai sekarang kau tidak lumpuh," kata Darsih lirih.

"Apa maksud perkataan, Bibi?" tanya Asoka.

"Lupakan saja," kata Bibi Darsih segera menyelesaikan olesannya. Ia mengambil peralatan obatnya lalu bangkit dari duduknya. Asoka merasa ada yang di sembunyikan oleh Bibi Darsih. Tapi, ia juga tidak bisa memaksa wanita itu untuk menceritakan hal yang sebenarnya.

Satu hal yang perlu di pikirkannya adalah menyembuhkan luka-lukanya dalam waktu cepat. Kalau tidak ia hanya akan menjadi manusia lemah yang terus-menerus di siksa karena ketidakberdayaannya.

"Bibi sudah selesai mengoleskan obatnya, sekarang kamu istirahatlah," ucap Bibi Darsih. Ia mengemasi peralatannya. Lalu beranjak keluar dari kamar Asoka.

"Terima kasih, Bi," ucap Asoka sebelum Darsih pergi.

Darsih mengangguk meskipun kepalanya tidak menoleh ke belakang. Ia lalu menutup pintunya rapat. Asoka berusaha bangkit dari berbaringnya. Ia kesal dengan ulah Samuel yang telah meyiksanya. Suatu saat ia harus membuat perhitungan pada pria tambun itu.

"Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah seperti ini," suara hati Asoka terus saja berbicara.

Ia lalu memejamkan matanya berusaha mengumpulkan tenaga dalamnya. Ia tampak kesulitan karena tidak bisa menggunakan kekuatan sepenuhnya di tubuh Abiseka. Lelaki itu pria biasa yang tidak memiliki dasar ilmu kanuragan.

"Pertama-tama, aku harus meningkatkan energinya yang kurang, lalu membuat pilar yang kuat untuk mengumpulkan energi murni dalam tubuhku," batin Asoka.

Asoka berusaha menenangkan dirinya bersemedi. Ia tidak ingin rasa dendamnya membuatnya terburu-buru. Salah-salah tubuh lemuda yang di diaminya tidak kuat menahan tenaganya yang cukup besar.

Asoka merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuh Aron. Mata batinnya melihat ada darah berwarna hitam yang pekat yang menghalangi peredaran darahnya. Itu berarti ada racun dalam tubuhnya.

"Sial, siapa yang berani meracuniku? Tidak mungkin Bibi Darsih melakukannya," batin Asoka.

Ia menemukan penyebab kelumpuhannya. "Aku harus mengeluarkan racun ini dalam tubuhku," kata Asoka.

Asoka memejamkan matanya, ia mengalirkan tenaga dalamnya untuk mengeluarkan racun itu keluar. Tiba-tiba darah segar berwarna kehitaman keluar dari mulutnya.

UUH!

HOEK!!

"Rupanya ini yang membuat tubuh pemuda ini lumpuh." Asoka memuntahkan seluruh isinya. Darah hitam kental itu mengotori lantai.

Racun yang selama ini menumpuk dalam tubuh Abiseka akhirnya keluar. Pria muda itu tersengal -sengal, ia kembali mengatur nafasnya. Rasanya cukup lega setelah memuntahkan seluruh racunnya. Tubuhnya lemah akibat ia mengeluarkan tenaga dalam terlalu besar.

Asoka kembali merebahkan dirinya. Ia memejamkan mata untuk beristirahat. Ia tidur seperti orang pingsan karena kelelahan. Dalam tidurnya ia bermimpi bertemu dengan kekasihnya di masa lalu.

"Lihatlah dirimu sekarang! Dengan tubuh lemah ini kau mau menemuiku!" ledek Sekar.

"Wanita iblis, beraninya kau menghinaku! Tunggu pembalasanku!"  kata Asoka marah.

"Ha ... ha ... ha, berteriaklah selagi kau bisa berteriak. Kau tidak lebih dari manusia payah sekarang!" cibir Sekar.

Asoka berusaha bangkit ia ingin menarik tangan Delisha. Tapi saat ia berusaha keras untuk bangkit, tiba-tiba Sekar mendorongnya hingga Asoka jatuh terjungkal.

BUGH!

Kepala Asoka pusing terbentur lantai, ia baru sadar jika sesuatu yang di lihatnya tadi hanyalah mimpi. Meskipun hanya mimpi tapi terasa sangat nyata baginya.

Dahi Asoka berkeringat dingin, ia sekarang terjebak di lantai. Bagaimana dirinya bisa bangkit dalam keadaan kaki lumpuh seperti ini. Ia kesal dengan tubuhnya yang tak berguna. Tanpa sengaja ia menghentakkan kakinya.

Perasaannya kaget bukan main melihat kakinya bisa di gerakkan. Tidak percaya, ia pun mengulanginya lagi. Menggerakkan kakinya perlahan-lahan.

Wajahnya berubah cerah, terbit senyum di bibirnya. Tidak salah lagi, kedua kakinya sudah bisa di gerakkan. Telapak tangannya bertumpu pada lantai, lalu ia berusaha bangkit dengan hati-hati. Akhirnya ia dapat berdiri dengan tegak. Ia mencoba melangkahkan kakinya mendekati ranjangnya, selangkah demi selangkah ia lalukan.

Dan akhirnya, berhasil. Asoka merasa sangat senang. Tapi kesenangannya berakhir setelah dirinya mendengar derap kaki melangkah menuju pintu kamarnya. Buru-buru ia langsung mrnyelinap masuk ke dalam selimutnya.

Bukannya Asoka seorang pria penakut, tetapi ia tidak ingin rahasianya terkuak sekarang. Kekuatannya belum pulih sempurna, ia harus memulihkannya terlebih dahulu. Agar usaha pertamanya tidak sia-sia.

"Kau masih tidur rupanya," ucap Bibi Darsih. Wanita paruh baya itu meletakkan nasi dan sayuran di atas meja dekat ranjang Asoka. Ia lalu keluar lagi dari kamar Asoka dan menutup pintunya rapat.

Asoka membalikkan punggungnya, lalu duduk dan melihat sajian makanan di atas mejanya. Tubuhnya yang lemah seakan otomatis meminta asupan makanan untuk memulihkan tenaganya.

Pria itu mengendus ada sesuatu yang tidak beres dengan sayur yang di bawa Darsih. Entah kenapa ia merasa bau masakan sayur itu samar-samar seperti bau racun yang di muntahkannya.

"Tidak, ini pasti tidak benar. Mana mungkin Bibi Darsih berusaha meracuniku?" batin Asoka.

Asoka lalu menyiramkan sedikit sayur itu ke lantai. Ada tikus kecil yamg kebetulan lewat memakannya. Reaksinya sungguh mengejutkan, ia melihat tikus itu langsung lemas tak berdaya.

"Hemm, rupanya inilah yang membuatku lumpuh selama ini. Tapi apa, dan kenapa?" batin Asoka.

Ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Bibi Darsih, apa alasannya yang menjadikannya tega melakukan itu semua. Jika alasannya uang, sangat tidak mumgkin lagi. Karena Asoka merasa dirinya sangat miskin. Ia tidak memiliki harta benda, bahkan bajunya pun sudah tidak layak pakai.

Dalam kondisi lapar begini, Asoka tidak mungkin memakan makanan beracun yang di sediakan oleh Bibi Darsih. Ia harus keluar kamar secara diam-diam untuk mencari makanan yang tidak di bubuhi racun.

Ia pun berjalan keluar mengendap-endap, jangan sampai ketahuan oleh Bibi Darsih. Asoka mencari ruangan yang di sebut dapur. Di sana pasti ada makanan yang bisa di makannya.

Benar, ada banyak makanan yang terrata di atas meja. Asoka mencomot beberapa makanan yang bisa di bawanya. Ia berkeyakinan semua makanan itu pasti aman karena untuk konsumsi Darsih sendiri.

Asoka mendengar ada langkah kaki mendekati dapur, segera ia mencari tenpat persembunyian agar Darsih tidak melihatnya. Setelah merasa aman bersembunyi, Asoka menguping pembicaraan Darsih dengan seseorang.

"Bagaimana? Kau sudah membubuhkan racun pada makanannya tiap hari?" tanya pria itu.

"Sudah, dan sepertinya ia tidak curiga sedikitpun jika aku membubuhkan racun dalam makanannya," ucap Darsih lirih.

"Baguslah, jika dia lumpuh maka tidak akan ada yang bisa merebut kedudukan calon putra mahkota pada bayi dalam kandunganku,"  kata wanita di sebelah lelaki, yang berdiri di depan Darsih.

---Bersambung---