Mata merah itu mengawasi dari kejauhan. Rambut panjangnya tergerai awut-awutan. Dengan kelopak matanya yang hitam, tatapannya tajam kepada Wisaka dan Faruq, lalu beralih ke Onet.
Ia ambil selendang yang melilit lehernya. "Hihihi hihihi."
Ia tertawa cekikikan sambil melemparkan selendang ke arah Onet, lalu cepat-cepat menariknya lagi. Tawanya menggema di malam sunyi.
"Hihihihi ... hihihihi ... hihihihi."
Onet terbangun, ia membuka matanya. Perempuan mata merah itu melayang mendekati Onet. Onet melompat menjauhinya, tetapi terlambat. Selendang itu menyambarnya, kemudian menggulungnya.
Ajaib, Onet menghilang dari pandangan. Terdengar kembali perempuan itu tertawa cekikikan, kesenangan seperti mendapat mainan.
"Hihihihi ... hihihihi ... hihihihi ... hihihihi." Tawanya semakin panjang.
Kembali perempuan itu menarik selendangnya. Tampak Onet ketakutan. Sesaat kemudian Onet melompat menghampiri Faruq, tetapi belum menyentuh badan Faruq, kembali badannya tergulung selendang.
Onet menghilang lagi. Onet dipermainkan oleh selendang itu. Kera itu rupanya cukup pintar, terus bergerak mendekati Faruq, walaupun selendang itu tetap mengejarnya.
Jleng.
Onet terjatuh ke badan Faruq, tentu saja Faruq kaget. Onet membuat Faruq gelagapan.
"Eh, ladalah ... ladalah, siapa perempuan cantik yang menimpa badanku?" serunya setengah mengigau. Dia bangun dan duduk sambil memasang jurus.
"Oalah ... kamu toh Onet, bikin kaget saja, aya naon ... aya naon (ada apa)?" tanyanya.
Onet memandang ke atas, ke arah perempuan tadi. Kosong tidak ada siapa-siapa.
"Uk uk uk uk uk ... ek ek ek ek ek," katanya sambil menunjuk-nunjuk.
"Tidak ada siapa-siapa, Onet," kata Faruq sambil celingukan. Faruq memperhatikan arah pandangan Onet, terlihat hanya sebuah dahan pohon.
"Tidak ada apa-apa Onet, kamu mengganggu saja ... eh itu ... apa?" tanya Faruq, suaranya berubah pelan.
"Tadi perasaan tidak ada apa-apa, kok sekarang ada selendang tersampir," katanya lagi heran.
"Pasti cantik tuh pemiliknya." Hilang sudah rasa kantuk Faruq. Dia bangkit karena penasaran. Onet memegangnya, menarik tangannya seolah-olah mencegah.
"Ahh, kamu Onet, awas minggir!" Faruq bergegas mengambil selendang itu.
"Wangi bunga melati!" seru Faruq. " Ini! Cium ... ayo cium, Onet!" suruh Faruq.
Onet diam saja sambil memandangi tingkah Faruq. Ia malah seperti ketakutan saat melihat Faruq mengambil selendang itu.
"Uk uk uk uk uk ... ek ek ek ek ek," serunya.
Anehnya Wisaka tidak terbangun walau Faruq dan Onet berisik. Pemuda itu tetap tidur dengan pulas. Faruq melihat sosok putih di depannya, berjalan menjauhinya.
Faruq membuntutinya. Pemuda itu berjalan cepat menyusul, wangi selendang itu begitu menggoda hatinya. Apalagi melihat tampilan perempuan itu dari belakang, pastilah sangat cantik.
"Uk uk uk uk ek ek ... eak."
Onet menghalangi jalan Faruq, sambil menarik-narik tangan Faruq. Faruq tidak peduli malah menepiskan tangan Onet.
"Apaan sih kamu, Onet, pergi sana, sebentar lagi kamu akan punya ipar," katanya sambil tersenyum-senyum.
Akhirnya Onet kembali, dan membangunkan Wisaka.
"Tunggu, Nyai!" seru Faruq.
Perempuan itu berhenti, tetapi tidak menengok ke belakang. Bergegas Faruq mendekatinya. Wangi bunga semakin santer menguar di kesunyian malam. Faruq berdiri tepat di belakangnya.
"Nyai, rembulan pun redup karena pesonamu. Pohon-pohon tertunduk malu dengan kecantikanmu. Kunang-kunang telah menunjukkan jalan kepadaku. Mereka terbang dengan sempurna karena hati yang tulus ini, cinta ini terimalah Nyai!" Faruq berpuisi sambil merentangkan kedua tangannya. Dia berlutut, lupa kalau ini di tengah hutan.
"Hihihi." Perempuan itu tertawa halus.
"Hey, dikau tertawa Adindaku. Apakah ini pertanda kau menerima cintaku? Ini selendang milikmu, aku kembalikan beserta hatiku," kata Faruq konyol.
Perempuan itu mengulurkan tangannya ke belakang tanpa menoleh. Faruq menyodorkan selendang sambil mengusap tangan halus tersebut. Dengan sekali hentakan selendang berpindah tangan.
"Hihihi hihihi ... hihihihi."
Perempuan itu melayang ke udara sambil melecutkan selendang ke arah Faruq. Faruq terjengkang, rasa sakit menjalar dari kakinya yang terkena selendang.
"Eh sialan, rupanya kau kuntilanak, Nyai," kata Faruq sambil bangkit.
Belum lagi Faruq berdiri, satu pecutan lagi mengenai badannya. Selendang itu membelitnya, Faruq tiba-tiba menghilang dari pandangan.
Onet berlari cepat ke arah Wisaka. Membangunkan Wisaka dengan cara menggoyangkan badannya. Wisaka belum terbangun juga.
Wuss ....
Selendang itu menyambar Onet, Onet terbungkus, kemudian perempuan itu menariknya sambil tertawa.
"Hihihi hihihi ... hihihi hihihi."
Onet terlempar menjauhi Wisaka. Badannya membentur batu. Onet meringis menahan sakit.
"Uk uk uk uk ... ek ek ek ek." Onet menyeringai marah ke arah kuntilanak tersebut.
Syuuutt ....
Kembali selendang itu menggulung Onet, menghilang dan terlempar kembali. Kali ini Onet melompat jauh dan jatuh di badan Wisaka. Wisaka kaget dan akhirnya terbangun.
"Ada apa, Onet?" tanya Wisaka.
"Uk uk uk uk uk," kata Onet sambil menunjuk perempuan itu.
Wisaka melihat seseorang berdiri dengan muka tertunduk dan rambut riap-riapan ke depan.
"Astaghfirullah," Wisaka mengusap wajahnya, kemudian gegas berdiri.
"Mana Faruq, Onet?" tanya Wisaka lagi.
"Uk uk uk uk." Onet menunjuk ke depan, tetapi Wisaka tidak melihat siapa pun kecuali perempuan itu.
Wisaka mengambil tongkat kaboa milik Faruq. Dia melangkah mendekati sosok putih itu. Sosok itu melayang, melesat ke atas sambil mencambukkan selendangnya ke arah Wisaka.
"Apa yang kamu lakukan di sini, kuntilanak? Kembali! Jangan mengganggu di sini!" teriak Wisaka sambil memutar-mutar tongkat.
"Hihihi hihihi ... hihihi hihihi ... hihihi." Kuntilanak tertawa semakin panjang.
Hawa dingin pegunungan semakin mencucuk kulit, suara burung hantu begitu jelas di keheningan malam. Lolongan serigala terkadang terdengar begitu dekat dan menyeramkan.
Faruq berdiri, kuntilanak itu menyerang lagi hendak menyabet Faruq dengan selendangnya. Wisaka melempar tongkat. Ajaib, tongkat berhasil menggulung selendang. Hampir saja kuntilanak yang sedang berdiri di pohon terjatuh.
Kuntilanak itu terpaksa melepaskan selendangnya. Tongkat berputar kembali ke tangan wisata. Wisaka mengambil selendangnya.
"Kembalikan!" Satu suara menggema.
"Jangan dikembalikan, Kang, jangan!" seru Faruq sambil berlari ke arah wisaka.
Sosok putih itu mengibaskan rambutnya, tiba-tiba angin bersiur menuju ke arah Faruq. Faruq terjerembab, terduduk di tanah.
"Maksud kamu apa menyerangku? Mengapa kamu benci sama aku, heh Sundel Bolong?" tanya Faruq sambil menunjuk. "Jangan-jangan, kamu jatuh cinta ya, kepadaku, he he," sambung Faruq lagi sambil terkekeh.
"Kembalikan selendangku." Suara itu terdengar lagi.
"Aku tidak akan mengembalikannya, kamu sudah mengganggu perjalanan kami," kata Wisaka.
"Hihihi hihihi ... hihihi hihihi." Kuntilanak tertawa lagi sambil mengibaskan rambutnya ke arah Wisaka.
Angin kencang kembali bersiur keras menuju ke arah Wisaka. Wisaka cepat-cepat mengambil selendang, kemudian dibentangkannya menyongsong angin tersebut.
Wuss ....
Angin berbalik arah hendak menghantam kuntilanak tersebut. Secepatnya sosok putih itu menyingkir, terbang ke arah pohon lainnya.
"Hihihi ... hihihi ... hihihi hihihi."
"Hey, apanya yang lucu, dari tadi kamu tertawa saja," kata Faruq kesal kepada kuntilanak.
"Lucu lihat perutmu yang buncit itu dia, haha," kata Wisaka tergelak.
Kuntilanak merentangkan tangannya, lalu mengibaskan tangannya, lengan bajunya yang lebar melambai, hawa santer wangi melati menerpa hidung.
"Tahan napas!" suruh Wisaka.
Semua menahan napas, Onet nyengir sambil memencet hidungnya. Faruq juga sama. Tiba-tiba Faruq menunggingkan pantatnya.
"Bruuut." Ada bunyi yang keluar disertai bau busuk mengalahkan wangi semerbak melati. Semua lari menghindar.
"Dasar Kampret!" rutuk Wisaka.