Kamilia melihat ke arah ponsel Garganif. Nama itu tertera lagi … berulang-ulang.
"Siapakah Paulina? Mengapa menelpon berulang-ulang sepertinya sangat penting?" tanya Kamilia dalam hati.
Kamilia melihat ke arah suaminya yang tertidur pulas. Memperhatikan wajahnya, sambil menerka-nerka. Adakah kebohongan dalam dirinya. Garganif terlalu sempurna, dia tidak mungkin melakukan kesalahan. Apalagi berselingkuh.
Malam terasa sangat panjang bagi Kamilia. Nama itu mengusik hatinya. Ini adalah malam pertamanya, harusnya tidak ada sesuatu yang mengganggunya. Kamilia ingin segera tahu yang dilakukan Garganif keesokan harinya. Jangan harap dia bisa lolos dari penyelidikannya.
Rupanya Garganif terbangun oleh kegelisahan Kamilia. Dia membuka matanya perlahan. Melihat Kamilia terjaga, dia meraihnya ke dalam pelukan. Mendekapnya seolah-olah tidak ingin terpisahkan. Menghangat mata Kamilia membayangkan kecemasannya.
"Ada apa, Sayang?"
Kamilia menggelengkan kepalanya. Garganif semakin mendekapnya. Dia mencium kening istrinya. "Tidur lagi, kamu aman dalam dekapanku," katanya lirih sambil memejamkan kembali matanya.
"Aku aman dari orang lain tapi dari dirimu sendiri, bagaimana?" batin Kamilia. Hatinya tidak bisa tenang. Nama Paulina masih membayang di wajahnya.
Cuitan burung lovebird menemani pagi Kamilia yang kelabu. Burung yang tidak ingin sendirian. Makanya dinamakan burung cinta, karena filosofinya pasangan cinta atau cinta sejati. Burung yang hanya mempunyai satu pasangan sampai mati.
Garganif bangun kemudian mengecek HP. Kamilia pura-pura masih tidur. Muka lelaki itu terlihat kaget saat melihat isinya. Kemudian, lelaki itu memastikan kalau Kamilia masih tertidur. Dia beringsut pelan-pelan. Garganif keluar kamar dan menelpon seseorang. Kamilia mendengarnya samar-samar.
"Baiklah, tunggu aku datang," kata Garganif.
Kamilia melihat lelaki itu mandi dengan cepat. Berganti pakaian lalu mencium keningnya. Dia berbisik, "Aku pergi dulu, Sayang."
"Hem. Dia masih ingat berpamitan, hendak ke mana dia terburu-buru?" batin Kamilia.
Secepat kilat Kamilia bangun, terburu-buru mandi bermaksud membuntuti Garganif. Kamilia bertekad harus menemukan misteri di balik nama Paulina. Dia tidak ingin pernikahannya ada duri dalam daging.
**
Kamilia melihat kiri dan kanan. Rupanya dia sudah kehilangan jejak Garganif. Cepat sekali laki-laki itu menghilang. Kamilia terus saja menyetir, berharap menemukan mobil Garganif di taman atau mana saja.
"Sialan! Dia lenyap ke mana?" kata Kamilia pada dirinya sendiri. "Ooh!"
Kamilia berteriak sendiri, tiba-tiba dia merasakan sakit di kepalanya. Mungkin karena semalam kurang tidur. Dia segera mencari rumah sakit terdekat.
Sampai di pelataran parkir rumah sakit. Kamilia sangat terkejut melihat mobil yang dia kenal parkir di sana. Dengan perasaan tidak menentu Kamilia turun dan masuk rumah sakit. Jantungnya seperti mau copot melihat Garganif duduk bersama seorang perempuan. Hatinya seakan-akan diremas melihat perempuan itu sedang hamil.
"Garganif sudah menikah? Dan istrinya sedang hamil kini," desis Kamilia.
Ditahannya rasa sakit di kepalanya. Kian berdenyut hebat saat melihat kebersamaan mereka. Walau Garganif tidak melakukan kontak fisik, terlihat lelaki itu sangat gugup. Mungkin ini kehamilan anak pertamanya.
"Sungguh biadab! Di saat istrimu mengandung, kau menikahiku. Perbuatanmu tidak bisa dimaafkan!" batin Kamilia.
Kamilia kembali bergelung dengan sedih. Hatinya hancur saat melihat Garganif menuntun wanita itu memasuki poli kandungan. Kamilia merasa kepalanya seperti ditusuk ribuan jarum, tetapi dia memutuskan untuk pulang.
**
Sebutir pil pereda rasa nyeri sudah diminumnya. Wajahnya pucat dan Garganif belum pulang juga. Kamilia merasa dunianya runtuh. Pengkhianatan suami di hari pertama pernikahan membuatnya hancur lebur. Selalu dirinya ingin menyalahkan takdir. Namun, itu tidak mungkin.
"Kalau begitu, Garganif telah mengkhianati pernikahannya dengan wanita tersebut. Dan aku sudah merebutnya," pikir Kamilia.
Kembali hati Kamilia patah dan ini lebih menyakitkan. Sumpah lelaki itu di depan penghulu hanya bualan semata. Kamilia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi, seandainya pernikahan mereka hancur. Wanita itu tertidur dengan air mata yang kembali mengalir.
**
Entah berapa lama Kamilia tertidur. Dia terbangun karena kecupan lembut di dahinya. Oh … rupanya Garganif sudah pulang. Lelaki itu tersenyum lembut.
"Munafik!" maki Kamilia dalam hati.
Kamilia tidak habis pikir, ada laki-laki semunafik dirinya. Tadi pagi dia menuntun wanita yang diyakini bernama Paulina di klinik kandungan. Kini dengan muka tanpa bersalah pulang ke rumah, seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa.
"Dari mana, Sayang?" tanya Kamilia.
"Emm … dari tempat kerja, emergency," jelas Garganif.
"Emergency … istrimu mau melahirkan," lanjut Kamilia dalam hatinya.
Tanpa sadar wanita itu mencebik, Garganif gemas melihat istrinya. Dia ikut merebahkan diri di samping Kamilia. Kamilia berbalik, tidak kehabisan akal, Garganif memeluk Kamilia dari belakang.
Seandainya tidak ada nama itu –Paulina, tentu Kamilia merasa dirinya adalah wanita yang paling bahagia. Dengan adanya nama itu, hati Kamilia kini mendua. Menanyakan langsung atau membiarkan ini berlarut-larut sampai Garganif jujur kepadanya.
"Kenapa, Sayang? Tadi pagi kamu masih tidur saat aku pergi, makanya tidak pamitan. Jangan merajuk, aku mencintaimu," bisik Garganif di telinganya.
Nafasnya terasa hangat di telinga Kamilia. Namun, rasa sakit karena pengkhianatannya lebih dominan. Hati Kamilia sudah berubah dingin, dan dia lebih memilih bungkam. Membiarkan Garganif dengan lakon bohongnya.
Kamilia ingin membuktikan kejujuran lelaki itu. Beranikah dia berkata jujur atau Kamilia yang akan membuka kedoknya. Lelaki yang kini tengah memeluknya dan membisikkan kata-kata cinta. Kejujurannya menjadi tanda tanya.
**
Garganif bimbang dalam hatinya. Harus jujur atau berbohong untuk menghadapi Kamilia. Dia belum tahu betul karakter Kamilia. Dia takut Kamilia tidak bisa menerima kenyataan.
Paulina sudah semakin besar kandungannya. Memerlukan ekstra perhatian. Garganif bingung bagaimana mengatur waktu untuk Paulina. Apalagi dirinya baru saja menikah, masih masa-masa pengantin.
"Untung saja kemarin Kamilia tidak tahu, kalau tahu harus bagaimana aku menjelaskan?" tanya Garganif dalam hatinya.
Lelaki itu tidak tahu, kalau Kamilia sudah mengetahui segalanya. Wanita itu hanya perlu menunggu kejujurannya. Kamilia akan bersikap hati-hati dalam memutuskan perkara ini.
**
Garganif pergi tergesa-gesa, bahkan tidak sempat sarapan. Kamilia tidak banyak bertanya, seperti biasanya dia hanya diam.
"Aku pergi, Sayang," pamit Garganif.
Kamilia hanya mengangguk. Dia memang tidak perlu banyak bicara sebelum semuanya terungkap. Dia hanya perlu membuntuti Garganif ke mana lelaki itu pergi.
Rupanya lelaki itu sudah membuat janji di taman. Perempuan yang Kamilia lihat di rumah sakit sudah menunggunya. Wanita itu duduk sambil mengelus perutnya. Tampak dia tersenyum saat suaminya datang. Sekilas Garganif mengelus perut wanita itu
Mendidih darah Kamilia melihatnya. Dirinya tidak rela suaminya memperlakukan Paulina semesra itu. Walau dalam hal ini mungkin dirinya yang posisinya merebut. Kehamilan wanita itu sebagai buktinya.Satu yang menjadi tanda tanya besar di pikiran Kamilia, "Mengapa mereka mesti bertemu di taman?"
Kamilia tidak berani mendatangi mereka yang terlibat percakapan serius. Mungkinkah mereka membahas tentang dirinya. Wanita itu apakah tahu tentang keberadaannya. Kamilia mengikuti mereka yang pergi. Garganif membantu Paulina berdiri, rupanya perempuan itu sudah kesulitan dengan besarnya kandungan.
Mereka pergi ke rumah sakit. Kamilia bersembunyi di balik tiang besar. Melihat suaminya menandatangani beberapa lembar dokumen. Wajah Garganif tampak tegang, ada keresahan di sana. Garganif berusaha menularkan ketenangan dengan menggenggam tangan wanita tersebut.
Tidak lama kemudian datang kursi roda yang membawa Paulina. Rupanya wanita tersebut akan segera melahirkan. Kamilia melihat suaminya mengiringi dari samping. Dia tidak berhenti berbicara, mungkin sedang menguatkan Paulina. Wanita itu akan menjalani bedah caesar.
Kamilia pergi ke bagian customer service. Menanyakan siapa yang barusan akan melahirkan. Jawabannya tetap membuat Kamilia lemas, walau sudah menduga sebelumnya. Lututnya goyah saat petugas itu berkata, "Nyonya Wiliam Garganif." Dan itu adalah nama lengkap suaminya.