Setelah Kerajaan Gilang Gilang dikalahkan oleh kerajaan Singaparna, daerah kekuasaan kerajaan Gilang Gilang mulai dikuasai oleh pihak kerajaan Singaparna.
Bahkan sudah beberapa kabupaten yang takluk kepada kerajaan Singaparna. Bahkan pada beberapa Dipati yang melarikan diri atau bahkan tewas karena serangan kerajaan Singaparna.
Tentu saja Raja Sutawijaya sedih mendengarnya, sebab kerajaannya kini sudah runtuh. Hal ini membuatnya sangat sedih.
Raja Sutawijaya merasa tak ada gunanya lagi untuk hidup, tetapi para pendukung Raja Sutawijaya berusaha menguatkan Raja Sutawijaya agar bisa merebut kembali kekuasaannya.
Tetapi hanya Kalingga, Paman dari Raden Mardian yang sepertinya keberatan karena ia menyarankan jika Raja Sutawijaya takluk kepada kerajaan Gilang Gilang.
Hal itu tentu saja menjadi perdebatan di antara para Patih, sehingga membuat Raja Sutawijaya bingung.
Kalingga mengatakan kalau Raja Sutawijaya takluk kepada kerajaan Singaparna, maka tak akan ada lagi perang dan pertumpahan darah.
Tentu saja hal itu sebenarnya sangat dihindari oleh Raja Sutawijaya. Tetapi bagi para pengikut setia Raja Sutawijaya yang lain.
Pendapat dari Kalingga bukanlah saran yang baik, karena untuk bisa merebut kembali kekuasaan Raja Sutawijaya tentunya harus dengan cara peperangan, agar mereka bisa kembali merebut wilayah kekuasaan Kerajaan Gilang Gilang.
Brama yang ikut berunding Brama para pendekar pendukung lainnya merasa heran, sebab ia tidak mengerti jalan pikiran Kalingga yang menyarankan Raja Sutawijaya takluk kepada ada pihak musuh.
Bahkan Brama berpikir jika Raja Sutawijaya takluk, tentu akan menginjak-injak harga dirinya atau bahkan Raja Sutawijaya dihukum mati karena dia adalah pihak musuh yang sudah menyerah.
"Maaf Gusti Raja, hamba menyarankan agar kita terus berperang. Karena hamba tak ingin jika Gusti Raja nantinya malah menerima dampak dari keputusan menyerah. Sebab hamba khawatir jika Gusti Raja akan dihukum mati. Atau bisa jadi di putra mahkota dan keluarga Raja Sutawijaya yang akan dibantai dan menjadi korbannya," papar Brama.
Ia mengemukakan pendapatnya dan disetujui oleh para pelatih dan pendukung setia Raja Sutawijaya. Kalingga pun mendengus kesal dengan perkataan Brama.
"Siapa kamu, pendekar buntung? Berani sekali kamu memberikan pendapat seperti itu," sahut Kalingga. Brama merasa tersinggung mendengarnya, karena Kalingga malah menghina fisiknya.
Raden Mardian juga menatap sedikit kesal kepada pamannya itu. Sebab Ia merasa tidak enak kepada sahabatnya sendiri dengan hinaan pamannya.
"Maaf Gusti Patih, hamba hanya mengemukakan pendapat kalau Raja Sutawijaya yang menyerah maka akan sia-sia juga perjuangan para pendukung setianya yang lain. Bahkan yang sudah berkorban nyawa seperti ibunda Raden Mardian. Semua pengorbanan ini akan sia-sia ," balas Brama. Raden Mardian pun terkesiap mendengarnya.
'Brama benar juga. Seharusnya aku marah kepada ada musuh yang sudah menghabisi nyawa ibuku, bukan malah kepada Ayahku,' gumam Raden Mardian. Raja Sutawijaya pun menganggukkan kepalanya. Ia paham dengan maksud Brama, tetapi tidak dengan Kalingga.
Bahkan terjadi perdebatan lagi antara Kalingga dan Patih lainnya yang mendukung saran dari Brama untuk terus melakukan pembalasan.
Raja Sutawijaya merasa kalau perdebatan itu semakin memanas. Dia pun mengakhiri perundingan itu agar tidak terjadi adu mulut dan bisa berakhir dengan pertarungan sesama pengikutnya sendiri.
"Baiklah, kalau begitu. Aku mengakhiri perundingan malam ini. Kita bisa lanjutkan besok," tandas Raja Sutawijaya. Semua merasa kecewa dengan keputusan Raja Sutawijaya, karena kerajaan Singaparna sudah membabi-buta merebut wilayah kekuasaan mereka.
Bahkan sudah banyak nyawa yang melayang karena serangan tersebut. Kalingga pun kembali berusaha untuk memengaruhi Raja Sutawijaya agar menyerah saja.
"Sudahlah, Gusti. Sebaiknya Gusti Raja menyerah saja. Paling tidak jika Gusti menyerah, maka situasinya akan terkendali. Tidak mungkin jika mereka akan membantai Gusti Raja dan keluarga Kerajaan Gilang Gilang," bujuk Kalingga.
"Bahkan aku yakin kalau mereka akan memberikan wilayah kecil saja untuk Gusti Raja," Penuturan Kalingga membuat Raja Sutawijaya.
Semua menduga kalau Kalingga sedang menghasut Raja Sutawijaya, namun para patih yang lain pun sepertinya tidak setuju dengan bujukan Kalingga setelah perundingan itu berakhir.
Bahkan Brama juga merasa heran sepertinya Kalingga ada maksud tertentu untuk bisa mempengaruhi Raja Sutawijaya agar menyerah kepada musuh.
"Waktunya untuk berunding sudah habis, Kalingga. Lebih baik kita beristirahat terlebih dahulu, Esok pagi aku akan memberikan keputusannya," tandas Raja Sutawijaya.
Namun sebenarnya Raja Sutawijaya bingung bagaimana harus mengambil keputusan menyerah kalah atau melanjutkan perlawanan, agar bisa merebut kerajaannya kembali.
Kalingga sebenarnya merasa kecewa dengan sikap Raja Sutawijaya.
"Baiklah kalau begitu, Gusti. Hamba mohon pamit untuk beristirahat," pungkas Kalingga. Raja Sutawijaya hanya mengagukkan kepalanya.
Tetapi para Patih kerajaan Gilang Gilang tampaknya menatap sinis kepada Kalingga. Namun Kalingga tidak peduli, sebab ia merasa kalau sarannya kepada Raja Sutawijaya adalah yang terbaik.
Mereka pun kemudian membubarkan diri, Dan Brama sendiri juga mencari tempat untuk bisa beristirahat.
Brama kemudian menemukan sebuah pohon untuk sekedar melepaskan kantuk. Sebab Brama sudah dilatih oleh eh Ki Paronwaja supaya bisa tidur di mana saja termasuk di atas pohon.
Bahkan kini sudah kebiasaan Brama untuk tidur di atas pohon. Namun saat Brama tertidur, ia merasa kalau ada ada yang menimpuknya dengan batu dari bawah. Brama pun merasa kaget saat merasakan tubuhnya dilempar sesuatu.
'Siapa yang berani menimpukku dengan batu ini,' gumam Brama. Ia kemudian menoleh ke bawah.
Ternyata Raden Mardian yang melemparinya batu. Brahma pun segera turun untuk menemui Raden Mardian.
"Ada apa, Raden? Mengapa Raden membangunkanku?' tanya Brama sambil mengusap matanya.
"Tadi aku mencarimu kemana-mana, tetapi kamu malah tidur di atas pohon," jawab Raden Mardian sambil terkekeh. Brama pun tersenyum lebar.
"Memang sudah kebiasaanku tidur di atas pohon, Raden," ujar Brama.
"Lalu ada apa Raden membangunkanku? Apakah ada yang penting?" tanya Brama. Raden Mardian pun menganggukkan kepalanya.
"Benar, Brama. Ayo ikut aku!" perintah Raden Mardian. Brama menganggukkan kepalanya. Ia pun mengikuti langkah Raden Mardian. Walaupun ia bingung hendak ke mana Raden Mardian membawanya.
Mereka berdua menelusuri hutan yang begitu gelap dan mencekam. Brama pun kaget saat melihat ada Raja Sutawijaya, Wilutama sang putra mahkota, dan beberapa pengikut Raja Sutawijaya yang lain. Tetapi Brahma tidak melihat Kalingga di sana.
'Ada apa sebenarnya in, Raden? Apakah ada sesuatu yang harus dibahas lagi?' tanya Brama.
"Sudahlah lebih baik kamu ikut saja. Nanti kamu juga akan tahu sendiri," jawab Raden Mardian. Brama pun terdiam sambil menuruti apa yang dikatakan oleh Raden Mardian.
"Terima kasih kamu sudah datang, Brama," sambut Raja Sutawijaya.
"Memangnya pada itu apa ini, Gusti? Mengapa ada pertemuan khusus seperti ini?" tanya Brama. Namun Brama menduga jika ada sesuatu yang harus dibicarakan oleh raja Sutawijaya dengan beberapa pengikutnya termasuk Brama.
"Sebelumnya aku minta maaf, aku mengganggu waktu kalian semua untuk beristirahat. Tetapi kalian semua adalah orang-orang yang aku percayai selama ini. Semoga saja pertemuan ini tidak diketahui oleh siapapun karena bersifat rahasia," papar Raja Sutawijaya. Semua yang hadir pun terkejut mendengarnya.