Chereads / Jadi Pengacau Dunia Gadis Penyihir / Chapter 64 - Bab 25. Tabrakan dua angin

Chapter 64 - Bab 25. Tabrakan dua angin

"Rina..." Ucap Dina dengan tangannya yang diangkat ke depan. "Turunkan senjatamu itu..." Suaranya kalem seperti tidak merasa dendam sama sekali dengan wanita itu.

"Oh... Kau ke sini, ya? Dina!" Rina menoleh ke arah Dina yang sedang berdiri jauh dari dirinya. Dia menatapi kedatangan wanita itu dengan perasaan puas yang menggebu-gebu. Seperti di dalam dirinya sedang mengatakan, 'akhirnya kau datang juga!'.

"..." (Dina)

"..." (Rina)

Mereka berdua beradu mata tanpa memberikan kepastian kalau salah satu dari mereka akan bergerak dan menyerang. Rina yang tadi memasang wajah puas lama-kelamaan memudar dan menjadi datar karena sadar betapa canggung dan sunyinya pertemuan mereka berdua sebagai musuh ini.

"Eh..." Rina mulai membengkokkan mulutnya dan membuat wajah aneh.

Kesunyian mereka terasa salah saat ini.

Sementara itu, Ira, Dian, dan Hannah hanya bisa menonton adu melotot mereka dengan emspresi bodoh.

"(Mereka kenapa?)" Ira mulai berbisik ke Hannah yang ada di sebelahnya.

"(Jangan tanya aku! Aku bukan keluarganya!)" (Hannah)

"Sepertinya mereka canggung..." Dian yang berada jauh dari mereka berdua kini berjalan mendekat sambil menyilangkan kedua tangannya. Kedua matanya mengunci pada dua saudara yang menatap satu sama lain dengan mematung itu. "Maklumlah... Mereka berdua saling membongkar rahasia satu sama lain." Dian terkekeh.

Seperti yang Randy katakan dengan telepatinya saat sebelum mereka berkumpul. Keadaan dua saudara ini seperti sedang menikam satu sama lain. Dina yang bisa memprediksi masa depan, sedangkan Rina yang bisa memundurkan waktu.

Time Fracture ini seakan menjadi titik akhir dari pertarungan mereka. Bila Dina gagal, maka dia masih memliki ratusan rencana cadangan berkat penglihatan masa depannya, sedangkan bila Rina gagal maka dia akan kembali ke pagi hari sesaat mereka pertama kali berkunjung ke rumah saudara mereka.

'Sungguh pertengkaran saudara yang rumit...' Ira memijati bagian di antara dua matanya. 'Jika aku harus membuat rekor muri, maka aku bisa memasukkan mereka sebagai pertengkaran saudara yang paling rumit yang pernah ada.'

Membiarkan mereka berdua sendiri saat ini akan membuat akhir yang runyam, akan tetapi, mereka tetaplah bukan siapa-siapa dihadapan mereka berdua. Salah gerak, maka salah satu dari mereka akan tinggal nama.

"Hey Ira..." Dian berbisik dari sebelahnya. Rambutnya yang bergelombang terlihat terbang beberapa kali karena tertiup angin.

"A-apa...?"

"Aku cuman ngingetin... Aura mereka berdua semakin lama semakin aneh..." Dian mulai melindungi wajahnya dengan kedua tangannya. Dia menahan sesuatu yang tak bisa dia tahan. "Hembusan angin di antara mereka berdua semakin kuat!"

"Ira...! Aku benci mengatakannya, tapi kita harus mundur!" Hannah yang biasanya pantang menyerah kini ikut memberikan firasat buruk.

"Tapi... Bukankah kita diminta menahan mereka Rina untuk beberapa saat?"

"Ingat, dia hanya bilang menahan Rina, tidak dengan Dina juga!" Hannah membentak cewek itu. Meskipun Hannah juga sangat ingin melakukan apa yang Randy minta, namun bila dilihat dari situasinya. Hal itu adalah tidak mungkin bisa dilakukan. "Aku sebenarnya juga ingin melakukan apa yang dia minta, namun lihatlah...! Situasi menjadi lebih buruk daripada sesaat ada Rena!"

Merasa yang dikatakan Hannah benar, Ira menunduk sambil menatapi kedua kakinya. "Baiklah, kita mundur!"

'Maafkan aku, Randy...' Dengan rasa bersalah yang besar, Ira berbalik dan meninggalkan kedua saudara yang semakin memanas itu.

Namun, sesuatu yang tak terduga.

'Tidak apa, anggap saja ini adalah rencana cadangan.' Sebuah suara membalas permintaan maafnya.

Suara yang familiar dari orang yang dia cintai. Suara itu membuat Ira yang ragu untuk mundur menjadi sepenuhnya yakin untuk sepenuhnya meninggalkan lokasi itu.

***

Di suatu tempat, masih di dalam pepohonan dan tidak berada jauh dari tempat pertemuan Dina dan Rina. Randy dan Celicia berlari ke arah sumber berbahaya. Bahaya yang dimaksud tidak lain dan tidak bukan adalah kedua saudara itu.

"Randy... Apakah mereka berdua benar-benar di sini?" Ucap Celicia dengan ngos-ngosan.

"Ya(mengangguk), Ira, Hannah, dan Dian juga berada di sana."

"Mereka bertiga?!" Saat mendengar nama mereka bertiga, Celicia terkejut. "Kenapa kau meminta mereka untuk menghadapi dua monster mengerikan itu?!" Sumber ketakutannya berasal dari kepeduliannya pada orang lain.

"Hey! Aku sudah meminta mereka untuk mundur! Tidak mungkin aku membiarkan mereka melawan musuh seberbahaya mereka."

"Lalu, maksudmu apa dengan keberadaan mereka bertiga?!"

"Mereka hanya kusuruh menahan Rina saja, namun tak kusangka malah berakhir menjadi seperti ini!"

"Oh..."

Dengan begitu, pembicaraan di jalan ini berhenti seketika. Celicia masih ingin bertanya lebih banyak kejelasan dari situasi ini, namun sebaiknya dia menyimpannya untuk nanti.

"Oh iya... Aku baru ingat, Ira baru memberi tahuku, Rena tadi terlibat dalam pertarungan..."

Mendengar nama itu, Celicia langsung terkejut. Mulutnya yang ngos-ngosan karena mengambil nafas langsung mengeluarkan bunyi aneh.

"Re-Rena~" Suaranya serak. "Bagaimana bisa? Bukankah dia seharusnya berada di kamar Farida?!"

"Aku juga tidak tahu, tapi yang bisa kupastikan..." Randy menatap ke arah pepohonan yang bergoyang-goyang karena angin, di balik pepohonan itu terdapat sebuah akhir dan sebuah putaran angin yang semakin kuat. "Dewi itu membantunya..."

Sesaat setelah mengatakan itu, mereka menginjakkan kaki di tempat Ira, Hannah, dan Dian pernah berada.

Saat mereka datang, pemandangan dua wanita yang sedang saling menatap mereka temui. Mereka seperti sebuah patung yang saling berhadap-hadapan. Putaran angin yang kuat terbentuk dari mereka berdua. Dua putaran itu saling menabrak dan menciptakan puting beliung di sekitar mereka.

Semua benda yang bisa terbang menjadi beterbangan. Rambut Celicia yang diikat ponytail terus-terusan berkibas oleh kuatnya angin, itu juga termasuk rambut DNA dan RNA kedua saudara itu.

"Sial, anginnya kuat sekali! Bagaimana cara kita mendekati mereka?!" (Celicia)

Mendengar pertanyaan itu, Randy menatap cewek itu dengan tatapan bodoh. Dia hampir tidak menyangka kalau cewek di sampingnya akan menanyakan itu.

"Bukankah sudah jelas..."

"Ha?" Meskipun begitu, Celicia masih tidak paham dengan tatapan aneh laki-laki itu.

"Aku ingat bayanganmu yang ditiru oleh Copycat dapat menahan suhu di bawah 0° C, bukankah seharusnya situasi ini sama dengan situasi itu?"

Saat diingatkan dengan kejadian kemarin malam, raut muka cewek itu berubah menjadi suram. Mengingat apa yang terjadi kemarin jelaslah sangat mengecewakan bagi dirinya, namun dia sadar kalau hal itu bukanlah sesuatu yang dibutuhkan saat ini.

"Ide bagus, namun sayang..." Celicia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Itu hanya berlaku untuk suhu saja, tidak berefek pada sesuatu yang mengenai fisik."

"Maksudmu?"

"Bila aku menggunakan buff ku saat ini, aku hanya akan tidak terkena efek anginnya, namun tubuhku tetap akan melayang jika kekuatan angin lebih kuat dari kekuatanku."

"Ah aku mengerti, semakin berat dirimu, maka akan semakin ampuh juga buff-mu?"

Randy baru saja mengatakan perkataan terlarang pada wanita.

"Hey, kau mau kugemplang? Intinya begini saja..." Celicia tidak tahan dengan ini. "...Kita tidak tahu seberapa kuat hembusan angin mereka berdua! Itu yang kumaksud! Mengerti?!"

"Ah, aku paham!" Randy memukul telapaknya sendiri. "Kalo gitu, kenapa tidak langsung kita uji saja?"

Dengan begitu, Randy langsung mengangkat tangannya ke atas. "Weapons Fall!

Keempat senjata yang dia miliki langsung muncul di atas kedua saudara itu. Senjata-senjata itu terjun dan masuk ke dalam pusaran angin sampai jatuh ke tanah. Hal ini bertujuan untuk menguji, seberapa kuat kekuatan angin mereka berdua.

Dari busur yang paling ringan ke kapak yang paling berat hasilnya busur dan tombak terbawa angin sedangkan pedang menyentuh tanah dengan masih sedikit bergerak-gerak karena tertiup angin, sedangkan kapak jatuh ke tanah tanpa terkena pengaruh angin sama sekali.

"Hey..." Melihat hasil dari pengujiannya, Randy menyadari ada satu hal yang perlu dia katakan.

"A-apa?" Celicia menatap kebingungan laki-laki itu.

"Itu senjata beratnya gak sampai 10 kg lo... Aku yakin tubuhmu yang berada di atasnya jelas akan bisa melewati pusaran angin itu tanpa masalah."

"Entah kenapa aku benar-benar ingin segera memukulmu, tapi akan kusimpan itu untuk nanti."

"Sudahlah, sebaiknya jangan dipikirkan dalam-dalam... Bahkan akupun bisa melewatinya tanpa harus memakai buff." Randy berjalan ke arah pusaran angin dengan wajahnya yang tersenyum optimis.

Namun...

'Goblok! Jangan dideketin!' Suara Dalor yang berada di dalam dirinya memperingatinya. Namun, sayangnya hal itu sudah terlambat.

Randy sudah memasuki perputaran angin itu dan...

"Gwahhhhh!" Dia terbawa angin dan terbang oleh pusaran.

Dia terlempar jauh dan meninggalkan Celicia sendirian di sana.

"Apakah aku harus membiarkan orang sebodoh dirinya memegang perintah?" Menatapi laki-laki yang terpental jauh darinya dengan mata lebar, Celicia mulai mempertimbangkan kembali apakah laki-laki ini bisa dipercaya(dalam hal pertarungan) apa tidak.