Ayah dan ibunya sudah memberitahunya tentang pernikahan yang akan dia jalani dengan seorang pangeran dari negeri entah apa beberapa bulan sebelumnya dan Thea hanya tertawa menanggapinya.
Dia mengira orang tuanya itu tengah membuat guyonan yang untuk pertama kalinya, tidak terdengar seperti sarkasme dan berhasil membuat perutnya terasa geli.
Hingga akhirnya rasa geli di perutnya itu hilang dan berganti dengan rasa tidak nyaman ketika dia mendengar desas-desus tentang pernikahannya.
Ditambah lagi ketika keluarganya dipanggil untuk bertemu dengan sang Raja di istana.
Saat itu dia sadar bahwa orang tuanya tidak tengah bercanda dengannya dan mereka serius akan setiap perkataan yang mereka berikan.
Sang Raja berkata bahwa pernikahan ini adalah demi mempererat hubungan antara dunia mereka, dunia manusia, dengan dunia vampir.
Menolak pernikahan ini sama saja dengan mereka berkata bahwa mereka tidak ingin lagi memiliki urusan dengan dunia vampir dan jelas itu bukanlah hal bijak untuk dilakukan.
Kaum vampir hanya akan menganggap jika mereka telah berubah menjadi sombong dan siapa yang tahu jika mungkin saja akan terjadi pertumpahan darah.
Terlepas dari mengetahui berbagai fakta di balik pernikahannya ini, tetap saja Thea tidak bisa merasa tenang.
Dia panik. Dia berusaha menolak tentu saja.
Namun, itu semua pada akhirnya berakhir sia-sia.
Dia akan tetap menikah dan setelah memikirkan berbagai macam pertimbangan, mungkin memang inilah satu-satunya jalan untuknya.
Dengan pernikahan ini, dia tidak hanya bisa membuat keluarganya bangga, tetapi dia juga bisa menyelamatkan semuanya yang ada di dunianya.
"Kita bertemu lagi."
Suara familiar itu menyapanya dan itu adalah Pangeran Javon yang tadi bertemu dengannya di taman belakang. Yang tadi tidak sengaja dia jamah tubuhnya.
Thea ingin mengubur dirinya sendiri dalam-dalam ke inti bumi setiap mengingat itu.
Mereka sudah berdiri saling bersisian dan prosesi akan segera dimulai.
Thea bahkan tidak ingat apa saja yang dia lakukan kemudian karena dia hanya menuruti apa yang sang pangeran katakan padanya.
Entah bagaimana, dia melakukan semuanya dengan baik hingga bagian terakhir.
"Sekarang, akan ada yang membacakan dekrit dan semua ini akan selesai."
Thea mengangguk pelan, tanda bahwa dia memahami apa yang Javon katakan padanya.
Thea tidak bisa merasa lebih senang karena itu berarti dia tidak perlu lagi berdiri lebih lama.
Dia tidak tahu berapa lama waktu sudah berlalu, tetapi kakinya sudah mulai terasa sakit.
"Elthea Vawliett, si pengantin manusia terpilih dari Selle, merupakan pasangan yang tepat untuk Javon Averick, pangeran vampir dari Flezio."
Thea tersentak mendengar suara lantang itu ketika sebelumnya hanya ada keheningan yang berada di sekitarnya. Bahkan suara kasak-kusuk dari tamu yang hadir tidak terdengar sedikit pun sejak prosesi ini dimulai. Meski sang pangeran telah memberitahunya, dia tetap saja merasa terkejut.
Namun, ada bagian menarik dari kalimat itu.
Pengantin manusia terpilih, pasangan yang tepat, semua itu membuat Thea berpikir.
Benarkah seperti itu adanya?
Mungkin itu hanya kalimat manis yang disematkan tanpa ada maksud apa-apa, tetapi kalimat itu sedikitnya berhasil membuat Thea merasa tersanjung ketika mendengarnya.
"Pernikahan kalian berdua adalah takdir dan merupakan peristiwa yang membahagikan sekaligus sebuah keberuntungan untuk dunia manusia dan dunia vampir. Dengan pernikahan ini, kau akan diberikan kedudukan sebagai seorang putri di Flezio dan sebuah pesta megah untuk merayakan pernikahan kalian berdua."
Dengan diucapkannya itu, prosesi pernikahannya selesai dan kini dia telah resmi menjadi istri dari pangeran vampir tersebut.
Bagian di mana dia akan menjadi seorang putri bukanlah bagian yang begitu mengejutkan karena dia sudah menduga itu, tetapi tetap saja dia masih merasa tidak menyangka.
Thea bukanlah apa-apa sebelumnya dan hanya dalam semalam dia sudah berganti status.
Ketika sang Raja datang menyapanya, dia segera saja menunduk karena ingin memberi hormat, tetapi dia bisa merasakan tubuhnya dengan cepat ditahan, membuatnya tidak bisa melakukan hal itu.
"Terima kasih karena sudah setuju untuk menikah dengan Pangeran Javon. Terima kasih karena kau, kini dunia manusia dan dunia vampir bisa terus berada dalam hubungan yang baik."
Thea tahu kalau Raja Erix merasa sangat bersyukur dengan apa yang dia lakukan, dengan apa yang dia korbankan.
Orang tuanya bahkan tidak repot melakukan hal itu dan hanya ungkapan terima kasih sekaligus rasa bersalah itulah yang dia terima dari sang Raja sendiri.
"Jangan seperti ini, Yang Mulia. Hamba hanya melakukan apa yang bisa hamba lakukan untuk menyelamatkan kita semua dari malapetaka."
"Kau telah melakukan pengorbanan besar dengan pernikahan ini. Di sini, aku, Raja Erix, akan mengangkatmu sebagai putri angkatku dan itu menjadikanmu sebagai bagian dari keluarga kerajaan."
Suara tepuk tangan yang lama-lama berubah menjadi semakin riuh memenuhi indra pendengarannya dan Thea bohong kalau dia bilang dia tidak merasa terkejut mendengar pengumuman yang Raja Erix berikan itu.
Dia tidak pernah mendengar hal ini sebelumnya, tidak juga dari orang tuanya.
Suara kasak-kusuk juga bisa dia tangkap setelah tidak ada lagi suara tepuk tangan yang terdengar.
Mereka mungkin sama tidak menyangkanya dengan dirinya karena melihat Raja Erix yang dengan mudahnya mengangkatnya sebagai seorang putri dan dia berharap tidak akan ada konflik yang datang dari hal ini.
Dia tidak meminta hal ini dan akan sangat tidak adil kalau dia mendapat tuduhan macam-macam seperti memanfaatkan kebaikan sang Raja.
Thea yakin kalau orang tuanya mungkin sama terkejutnya dengannya.
"Terima kasih atas anugrah yang diberikan pada hamba, Yang Mulia." Thea tetap berusaha menunjukkan rasa syukurnya di tengah rasa terkejut yang dia rasakan. Bagaimanapun juga akan terasa sangat sopan jika dia hanya diam saja.
Thea bersyukur, tetapi juga merasa takut.
Dia sibuk dengan rasa takutnya ketika Pangeran Javon tiba-tiba saja berucap, "Aku benci karena harus mengganggu momen menyenangkan ini, tetapi kami harus berangkat ke Flezio sekarang juga."
Thea kemudian berakhir di dalam sebuah kereta kuda setelah sebelumnya telah mengucap salam perpisahan untuk orang-orang terkasihnya.
Kereta kuda tersebut mulai berjalan dan Thea abai pada guncangan yang dia rasakan. Dia mendekatkan dirinya pada jendela dan menjulurkan tangannya ke luar untuk memberi lambaian. Harapnya agar dia tidak melakukannya ke arah yang salah.
Saat dia merasa cukup, dia memperbaiki posisi duduknya dan hanya diam setelahnya.
"Kita mungkin akan tiba di Flezio saat pagi tiba nanti, kau bisa tidur kalau mau."
Thea hampir lupa kalau dia tidak sendirian di dalam kereta kuda itu, sang pangeran juga ada bersamanya.
"Tidak, aku tidak apa-apa. Aku tidak mengantuk." Thea menolak tawaran sang pangeran meski sebenarnya dia berbohong.
Thea lelah luar biasa karena harus bersiap sejak pagi dan berdiri begitu lama di acara prosesi tadi.
Thea agak mengantuk meski dia mati-matian melawannya.
Dia berniat membuka terus matanya hingga mereka tiba di Flezio, tetapi matanya ternyata mengkhianatinya.
Thea menyandarkan kepalanya ke dinding kereta kuda tersebut dan mulai memejamkan mata.
Dia kalah dan membiarkan rasa kantuk itu menguasainya sepenuhnya, membawanya masuk ke alam mimpi terdalam.