'Kita selamatkan dia.'
'Tidak, kita harus membunuhnya.'
'Kita tidak membutuhkannya.'
'Kita membutuhkannya.'
'Keseimbangan akan hancur.'
'Kami akan menjaga itu.'
'Kalau begitu kita bunuh mereka berdua.'
"HAH! HAH! HAH!"
Seorang perempuan muda yang semula tidur lelap seketika terjaga dengan napas terengah-engah. Dia mengusap tetes air dingin yang terasa mengalir membasahi kening hingga lehernya.
Dia menyentuh lehernya yang tadinya terasa tercekik dan menggelengkan kepala ngeri. "Sial, aku nyaris mati!" ucapnya pertama kali.
Dia sangat takut. Kegelapan yang menelannya saat itu sangat mengerikan. Dia bahkan merasa tak merasakan oksigen sedikit pun yang bisa dia hirup. Dia seperti dijebak dalam kotak sempit yang gelap nan sesak.
Prak! Pyarrr!
"NONA MUDA!" teriak seseorang dari samping.
Gadis muda itu pun menoleh dan mengernyit mendapati seorang perempuan yang jauh lebih muda darinya sedang menangis histeris memeluknya. Kepalanya sontak terisi akan tanda tanya besar mempertanyakan identitas dari orang dihadapannya.
'Eh? Siapa ini?' batinnya kaget.
"Nona muda, astaga, Nona. Saya sangat takut karena nona tidak bangun selama satu bulan!" ucap orang asing itu sambil menangis yang semakin membuat Mia bingung.
Mia ingin berbicara namun dia merasa tenggorokannya terlalu sakit dan juga kering kerontang. Mata Mia segera berkelana mencari air yang bisa meredakan dahaga yang mencekiknya.
Melihat kegelisahan di wajah sang nona membuat pelayan muda itu dengan cepat mengerti situasinya. Dia mengambil air minum yang disediakan di atas meja. Gadis muda itu lantas mengangkat nampan berisi gelas dan menyerahkan pada Mia sembari menundukkan kepalanya dengan hormat.
Mia agak kaget dengan cara gadis itu memberikan air padanya namun, dia tidak mau berpikir lebih. Dia sedang sangat kehausan!
"Nona, anda tidak tahu betapa khawatirnya saya karena Nona tidak pernah membuka mata Nona sejak satu bulan yang lalu. Saya lega karena Nona akhirnya bisa bangun. Semua orang pasti akan sangat bahagia mendengar kabar bahagia ini."
'Uh, dia berisik.'
Mia menyentuh kepalanya yang sakit dan meringis.
'Tunggu? Apa? Satu bulan? Nona? Apa yang anak ini bicarakan?'
Dyan mengembalikan gelas berwarna emas itu kemudian memiringkan kepalanya dan mengernyit aneh. "Satu bulan? Apa? Bukankah baru beberapa saat yang lalu aku bersiap membeli ... Oh sial! Tiketku!" teriak Mia mengejutkan.
Mia segera mendorong gadis itu menjauh darinya dan mencoba keluar dari ranjang. Matanya membulat ketika tubuhnya seketika jatuh ke lantai dengan keadaan seluruh tubuh yang terasa kaku dan nyeri. "Apa? Apa yang sudah terjadi padaku?" gumamnya bingung.
Mia semakin dibuat kaget ketika melihat pantulan sosok asing yang tak dia kenal menjadi bayangannya. "Apa? Siapa itu?" tanyanya lagi.
Seorang perempuan muda dengan bola mata hijau emerald dan memiliki rambut hitam serta kulit seputih salju sedang bersimpuh di atas lantai sepertinya. Tatapan matanya sama menyedihkan sepertinya. Semua kedipan yang dia lakukan pun sama seperti yang dia lakukan. Dia seperti bunga yang layu dan kehilangan akar kehidupannya.
'Wah, ternyata benar-benar ada ya manusia secantik itu?'
Mia menganga. Dia terpesona akan kecantikan gadis muda di dalam cermin itu. Dia tidak tahu jika dia akan melihat seorang perempuan yang dianugerahi keindahan luar biasa seperti ini.
Keberuntungan yang mungkin terjadi sekali dalam seumur hidup. Dia sangat beruntung bisa melihat itu!
Gadis pelayan tadi kembali mendekat. Dia ingin menyentuh nonanya namun urung. Dia tidak boleh menyentuh bangsawan sembarangan tanpa izin. Dia akhirnya hanya bisa ikut bersimpuh di depannya.
"Astaga, Nona. Saya mohon jangan paksakan diri Nona untuk saat ini. Saya akan segera memanggil Pendeta dan membawanya ke sini. Nona akan segera mendapatkan pengobatan! Jadi sayang mohon, tetaplah di tempat tidur, Nona!" ujarnya kembali berceloteh.
Mia menatap gadis dengan pakaian seperti pelayan dalam kartun sepanjang mata kaki yang memiliki konsep baju dalaman berwarna putih berlengan pendek dan dipadukan dengan crop top hitam. Bagian bawah dress berwarna putih tampak mengembang seperti payung dengan kain hitam melingkar seperti celemek.
'Apa? Ada apa dengan gaya pakaiannya yang aneh?'
Mia berpikir keras. Dia menoleh ke sekelilingnya dan berusaha mencerna situasi yang ada di hadapannya sebelum akhirnya berteriak keras.
Mia menggelengkan kepalanya dengan cukup kuat. "Tidak, tidak, tidak mungkin ini terjadi padaku. Hei, tidak mungkin. Gila! Apa yang terjadi sebenarnya?!" gumamnya syok.
Gadis pelayan yang merasa ada yang salah dengan nona mudanya memandangnya bingung. "Nona, apa yang terjadi? Apa Nona merasa bingung saat ini? Tolong bersabar, Nona. Sebentar lagi Pendeta akan tiba. Saya sudah ...."
"DIAM!" sela Mia murka. Dia muak dengan ucapannya yang aneh karena memanggil dia Nona. Ini mengerikan!" Tutup mulutmu dan tinggalkan aku sendirian!" imbuhnya lagi.
"Tetapi Nona ...."
"PERGI! KUBILANG PERGI YA PERGI!" jerit Mia sekali lagi lebih keras.
Gadis muda itu terkesiap kaget. Bentakan dari nona mudanya membuat dia mundur. Dia menunduk dan perlahan menutup kembali pintu kamar sang nona dengan khawatir.
'Apa yang terjadi pada Nona? Dia berbicara dalam kalimat yang tidak biasa. Dia juga kasar.'
Mia memeluk tubuhnya dengan tangan gemetar, wajahnya pucat pasi, dan tatapan matanya tampak linglung juga sayu. "Apa? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa? Apa yang terjadi padaku?" Mia bertanya pada diri sendiri.
"Tidak, tidak mungkin. Kenapa? Apa ini mimpi? Ah, benar. Ini pasti mimpi. Mana mungkin hal seperti ini terjadi."
Mia tertawa pelan usai meyakini penyangkalan pertama jika dia berada di tubuh orang lain.
"Aku sudah ... Gila! Apa yang terjadi?!" tuturnya tidak mengerti.
Mia memegang kepalanya yang terasa sakit dan berusaha memastikan sosok yang ada di dalam cermin memang dirinya.
'Tapi, bagaimana hal ini terjadi?'
Mia menyentuh kaca berukuran sekitar dua meter itu dan merasakan dingin yang menembus kulitnya. Dia bisa menyentuh benda itu yang berarti bukan mimpi.
Mia masih tidak menerimanya.
Mia lantas mencubit pipinya dengan kuat dan meringis saat dia merasa sakit. Tangis Mia seketika pecah. Ini gila! Apa-apaan ini?!! Bagaimana mungkin tubuhnya berubah menjadi perempuan cantik seperti karakter komik dalam sekejap?
Jadi, dia sudah mati? Apa benar? Sungguh begitu? Bagaimana dengan perasaan ayahnya? Bagaimana dengan perasaan ibunya? Kakek dan juga nenek?
Bagaimana bisa ini terjadi padanya? Kenapa dia harus mengalami semua ini? Kenapa dia harus merasakan ini? Apa tidak ada orang lain?
Dia belum siap. Dia belum mau meninggalkan dunia ini. Dia masih ingin bersenang-senang. Dia masih muda.
Dia juga belum bertemu dengan Hejun. Dia belum menentukan judul untuk skripsinya. Dia belum membersihkan toiletnya. Dia juga belum makan salad juga es krim di lemari es miliknya.
Ada banyak hal yang belum dia selesaikan di dunia ini akan tetapi, kenapa dia harus mati sekarang? Kenapa?
Mia menangis semakin keras. Dia tidak ingin menerima kenyataan jika dia sudah mati. Apalagi dia juga harus mengalami kejadian aneh dengan menempati tubuh entah siapa ini. Bagaimana mungkin dia menerima semua ini begitu saja?
Dia ini masih waras untuk menolak. Jika bisa, dia ingin kembali. Dia ingin meraih mimpinya lebih tinggi dan juga bekerja keras. Dia juga ingin menikah dan memiliki anak. Dia ingin hidup. Dia ingin melakukan itu semua.
'Tolong, tolong kembalikan kehidupanku. Aku mohon, Tuhan ....'