Sudah dua minggu setelah tanda tangan kontrak. Veronica tak pernah menginjakkan kaki ke perusahaan Flyingsih lagi.
"Kurang ajar tu model! Jadwal kita untuk musim baru nggak sampai dua bulan! Bisa-bisa perusahaan kita hancur!"
'tok tok tok'
"Masuk!"
"Pak ada Nona Vero ...." ucapannya terputus ketika melihat Veronica sudah masuk dan duduk di atas sofa.
"Lanjutkan pekerjaanmu!" ucap Bara.
Veronica sempat terkejut dengan pria yang ada di hadapannya. Ia lalu berdecih melihatnya.
"Hah?!" Pria itu terkejut dengan apa yang terjadi.
"Ini karya gua." Veronica menaruh gulungan kertas berpita ke atas meja. "Tapi! Tak bisakah kalian menghargai tamu? Tak ada botol minum sama sekali."
"Faiz!" panggil Bara sambil memberi kode untuk mengambilkan sebotol minuman dari kardus di dalam nakas.
Pria yang dipanggil Faiz itu segera mengambilkan minum untuk Veronica. Ia memaksakan senyum dan mencoba bersikap ramah.
"Coba anda lihat!" Veronica mengeluarkan beberapa karyanya.
"Ini!" Faiz langsung berdiri dan mendekati Bara.
Bara sempat mengutuk pria itu. Ia tak mungkin bisa menilai dengan keadaan matanya yang begini. Mata yang hanya bisa melihat warna putih, hitam dan abu.
Mata Bara membulat sempurna. Ketika warna-warna dalam gambar itu tertangkap oleh matanya. Ia benar-benar terkejut dengan apa yang terjadi. Lalu ....
"Seperti mami, pemilihan warna dan mode-nya," ucapnya sambil mengelus gambar itu.
"Iyakan?! Konsep Tante Asih bisa kembali!!" teriak Faiz penuh semangat. "Tunggu?! Lu?!"
Bara menggeleng dan mengode, jika masih ada orang luar di sini.
"Ekhm!" Bara berjalan mendekat sambil membawa kertas gulungan itu. "Bagaimana bisa anda melakukan ini?"
"Apa?! Oh!!" Veronica yang tau apa maksudnya sedikit gelagapan. "Aku mempelajarinya hingga kantung mataku sulit untuk ditutupi." Ia menunjuk lingkaran hitam samar di matanya. "Kalau sudah selesai, saya permisi!" Veronica segera pergi dari sana. Sebelum Bara mencurigainya.
#-------#
Esok harinya, Veronica kembali. Ia ingin mengecek bagaimana mereka menjahit hasil desainnya. Karena pekerjaannya, dia tak ingin melukai jari cantiknya yang mengenakan kuku palsu.
"Bagaimana?" tanya Veronica ke ruangan tim 2 yang dia pimpin.
"Untuk bahan satu ini kami belum menemukannya." Faiz memberikan sebuah daftar bahan yang sudah ditandainya.
"Aku punya kain tenun dari aceh ini sepanjang 2 meter. Kurasa cukup. Karena perlembar bajunya hanya memakai sedikit saja."
"Kenapa lu nggak milih bahan yang memang sudah terpakai secara internasional saja?"
"Bukannya perusahaan ini ada embel-embel Indonesia di belakangnya?"
"Oh! Benar juga." Faiz mengangguk paham.
"Ngomong-ngomong kamu nggak ada kerjaan apa?" tanya Veronica.
"Aku disuruh membantu tim 2. Takut terjadi apa-apa pada tim 2 yang lebih junior dari tim 1."
"Terserah!" Veronica memutar mata jengah. Ia sendiri tau siapa desainer tim 1. Musuh terbesar saat di kampus dulu dan dunia tau itu. Di mana ada mereka akan ada perdebatan dan perkelahian. Lalu, perempuan itu adalah ketua dari haters Veronica.
"Gua dan dia bukan orang yang tak berprofesionalitas!!" murka Veronica tak terima. Meski musuh dan selalu bersaing. Ia tak suka orang menjelekkan orang yang pantas menjadi saingannya.
"Sepertinya anda tak percaya pada saya bapak Faiz?" tanya perempuan yang bersandar di dinding samping pintu.
"Hahahaha! Bukan begitu! Saya akan pergi sekarang."
"Lu juga!" pungkas Veronica tak suka.
"Cih! Siapa juga yang tahan berlama-lama di sini! Gua cuma mau lihat karya murahan lu!"
"Lu?!" Veronica menunjuk perempuan yang pergi dari ruangan itu.
Anak-anak tim 1 sedikit terkejut. Karena Veronica terkadang tampak membela musuhnya. Terkadang tampak membenci perempuan itu.
"Awas aja lu!!" Veronica segera melihat ke arah anggota timnya, "ayo kita lanjutkan. Sebentar lagi akan ada orang yang mengantarkan kain tenun ini. Jadi kita kerjakan yang bisa dikerjakan duluan."
Veronica hanya melihat dan memerintah. Namun, tepatnya bukan memerintah.
"Tolong buat pola begini di kain ini!" Veronica menunjukkan apa yang ada di layar tablet-nya.
"Tunggu!" ucap Veronica saat seseorang hendak menyatukan kain hijau daun dengan pink. "Aku ingin yang lebih soft. Tolong ambilkan yang di sana!"
Veronica membentuk huruf V dibawah dagunya saat seseorang mulai menjahit pakaian itu tepat di patung. Sesekali diringnya akan mengangguk.
"Aw!!"
"Gimana sih?! Gitu aja sampai luka!" Veronica mendekat dengan mata nyalang. Ditariknya tangan orang Yang terluka itu. Lalu dipencetnya hingga darah benar-benar keluar.
Veronica merogoh tasnya dan mendapati plaster. Setelah memakaikan plaster. "Minggir! Gini aja nggak becus!"
Veronica menyelesaikan jahitan itu agak lama. Karena kuku panjang di jarinya.
"Cih! Ngomongin orang, dia sendiri gimana?" bisik mereka. "Jahit itu lama. Lu nggak papa?"
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Dia adalah ketua tim 1.
"Ngapain lu ke sini lagi?!"
"Kayaknya anak buah lu pada nggak becus ya?" tanyanya.
"Lu kalau mau cari ribut mending cari tempat lain deh! Gua sibuk!"
"Jahit?! Dengan kuku begitu?"
"Veronica ayo pergi ke tempat pemo ... astaga! Lu jahit?! Astaga!! Kuku lu!!" Pria itu langsung mendekat dan memeriksa kuku Veronica. Benar saja, hiasan di atas jempol kirinya terdapat garis goresan jarum. "Aduh!! Pemotretan penting kita gimana?!"
"Maaf!" cicit gadis yang terluka tadi. "Karena jariku terluka."
"Lu?!"
"Sudah jangan berisik! Aku nggak suka desainku disentuh oleh yang bukan ahlinya." Veronica segera keluar. "Cepat ke lokasi pemotretan!"
"Tapi kuku lu?!"
"Gua bawa cetakan kukunya. Sambil jalan gua cat ulang."
"Syukurlah."
"Kalian mau mempermalukan perusahaan hah?!" teriak kepala tim 1. "Apa latihan selama ini belum cukup?! Lihat!" Ia menunjuk hasil jahitan Veronica dan gadis itu. Perbedaan kerapiannya cukup jauh.
"Bahkan jahit begini saja tak becus! Untung Veronica masih ngelindungi lu?! Kalau gua, sejak awal sudah gua keluarkan dari tim! Cih! Ini yang nggak gua suka dari Veronica. Dia suka mempertahankan sampah kayak kalian dan memilih kerja sendiri!" Perempuan itu segera pergi sambil menutup pintu kuat-kuat.
Seminggu berlalu dua contoh di tiap tiga desainnya sudah jadi. Konveksi pun sudah memulai menjahit dengan sample yang diberikan. Hari ini Veronica akan memilih pria yang akan menjadi model pasangannya.
"Tim 1 apakah sudah siap dengan pakaian prianya?" tanya Bara.
"Sudah, Pak." Perempuan itu menyuruh seseorang untuk membawa sample masuk ke dalam.
Tak lama tiga buah patung pria dengan pakaian lengkap masuk ke dalam. Veronica tersenyum puas. Dari dulu ketua tim 1 tak pernah mengakui kalau ia tak bisa mendesain baju perempuan. Tapi untuk laki-laki patut diacungkan jempol.
"Bagus!" ucap Bara. "Lalu, apakah model prianya sudah ada?"
"Sudah."
"Siapa?"
"Anda," jawab Veronica. "Kenapa? Tak suka? Saya tau anda mementingkan hasil karya. Bukan dengan wajah anda. Tapi, dengan munculnya anda. Itu tandanya anda mendukung perubahan yang ada dan mengakui hasil kerja tim 1 dan 2. Lagian, anda tak terlalu tampan saat ini." Veronica tersenyum miring.
"Kamu benar." Bara menjawab dengan santainya. Membuat yang lain tercengang. Biasanya pria itu akan marah. "Wajah kusut, kantung mata, brewokan, rambut panjang tak teratur."
Veronica terdiam. Harusnya pria itu marah bukan. Tapi tak apa. Mungkin itu sudah jalan bagi gadis itu untuk mengambil hati Bara, lalu mencampakkannya begitu saja.
"Padahal anda adalah desainer hebat, kenapa menjadi model dan artis?" tanya Faiz.
"Aku lebih suka muncul di publik," ucap Veronica santai dan itulah yang membuat ketua tim 1 semakin membencinya. Saingan terhebatnya itu membuang bakatnya yang sempurna itu.
"Kalau tak ada lagi yang dibicarakan saya permisi. Lalu, manager saya akan mengirimkan alamat salon yang saya percaya bisa merubah anda." Veronica segera beranjak pergi dari sana.