Chereads / Pernikahan Kelima / Chapter 18 - Johan dan Intan putus

Chapter 18 - Johan dan Intan putus

Meskipun Arsa benar-benar pergi dari hidupku, hal tersebut tidak berlaku pada Johan. Secara tidak sengaja aku melihat laki-laki itu sedang berbicara dengan Intan melalui sambungan ponsel.

Dua Minggu setelahnya, Johan menghilang tanpa kabar dan tiga hari kemudian, Intan mengajakku bertemu. Kami bertemu di tempat yang sama seperti terakhir kali Intan mengajakku bertemu.

"Jadi, apa yang mau lo bilang sama gue?" tanyaku enggan berbasa-basi.

Intan menunduk seolah mengumpulkan keberanian sekadar untuk menatap wajahku. Tidak ada gurat keraguan jika aku benar-benar mengusir Intan seperti yang pernah Johan lakukan terhadap perempuan itu.

"Aku nggak nyangka kalau akhirnya kalian benar-benar tidur bareng," jawab Intan lirih. "Kamu tidur sama sahabat kamu sendiri dan dia tunangan aku, Molly."

Oke, aku akui memang kejam menghancurkan hubungan orang lain. Namun, selama Johan tidak melarang, untuk apa aku merasa bersalah. Toh, Intan juga memiliki hubungan rahasia dengan Arsa.

"Ini nggak adil buat aku, but it's ok, Mol. Seenggaknya aku tahu alasan Johan selalu nolak aku naik ke tempat tidurnya." Intan tersenyum pilu. "Dia udah lama mendam perasaan itu buat kamu. Perasaan yang seharusnya nggak ada buat hubungan persahabatan."

Sekarang giliran aku yang terpaku melihat Intan menangis terisak sambil berusaha tersenyum. Perempuan itu sangat baik sekaligus bodoh karena seharusnya menamparku karena tidur dengan tunangannya. Namun, bukan itu yang dilakukan Intan selain menangisi nasibnya sendiri.

"Jaga Johan baik-baik, ya, Mol. Aku mungkin nggak bisa ketemu dia karena kami udah nggak punya hubungan apa-apa." Intan lagi-lagi tersenyum pilu. "Kami udah putus."

***

Agaknya Johan tidak main-main mengakhiri hubungannya dengan Intan. Seminggu setelah pertemuanku dengan perempuan itu, akhirnya Johan muncul. Saat itu aku baru saja menutup toko dan berniat untuk memesan taksi, tapi kehadiran Johan membuatku terkejut.

"Mol, lo sibuk?"

Aku menggeleng. "Gue mau langsung pulang."

"Gue anter lo pulang."

Johan membawaku masuk ke dalam mobilnya dan tidak membiarkan aku berbicara sepanjang perjalanan menuju rumah. Dari penampilannya, Johan seperti baru saja kembali dari perjalanan panjang. Entah dari mana.

"Gue baru balik dari Norwegia," ucap Johan tanpa melirikku. "Gue nyari ketenangan dan itu sama sekali nggak membantu."

"Intan nemui gue," ucapku jujur.

"Dia bilang apa?"

"Dia minta gue jaga lo baik-baik."

"Gue pernah cinta Intan, sebelum gue tahu kalau dia simpan rahasia yang nggak bisa gue terima."

"Lo jahat, Jo," ucapku jujur.

"Gue memang jahat dan lo nggak pantas suka sama gue, Mol."

Aku tidak ingin berdebat dan membiarkan perjalanan itu diisi keheningan hingga mobil Johan berhenti tepat di depan rumahku.

***

"Gue sama Intan nggak akan pernah berhasil selama masa lalunya masih jadi hantu di kepala gue, Mol."

Aku mengusap bahu Johan tatkala laki-laki itu ikut bergabung denganku berbaring di sofa. Berpisah dari Intan sepertinya memberikan dampak besar terhadap Johan. Kehadiranku di sini tampaknya tidak lebih dari sekadar sahabat yang berusaha menghiburnya.

"Lo masih bisa sama Intan kalau lo nerima masa lalunya," ucapku.

"Gue nggak bisa bohongi diri gue sendiri setiap kali lihat dia, Mol. Sebelum sama gue ternyata dia simpan rahasia itu rapat-rapat."

"Lo bisa tenangin pikiran lo sekarang." Aku melepaskan pelukan Johan. "Gue mau keluar bentar cari bahan makanan."

Johan mengangguk. "Gue pinjem kamar lo bentar."

Sepulangnya dari membeli bahan makanan, aku melihat Johan sudah terlelap di sofa. Ternyata laki-laki itu tidak meminjam kamarku seperti yang dikatakannya sebelum aku pergi. Sejenak aku memandang wajah Johan yang terlelap, tapi ingatanku justru melayang pada Arsa.

Sedang apa bocah itu sekarang?

Apakah lukanya sudah sembuh?

Ya ampun! Apa sih yang aku pikirkan tentang bocah menyebalkan itu?

Bukankah aku sudah mengusirnya pergi dari hidupku? Seharusnya aku bahagia karena Johan ada di sampingku, meski kenyataannya posisi Intan masih memenuhi hati laki-laki itu.

"Makan dulu, Jo," ucapku setelah memasak makan malam sederhana dan menemukan Johan sudah terbangun dari tidurnya. "Lo kelihatan pucet banget."

"Mol, untuk sementara ini gue tinggal di rumah lo, ya? Barusan gue dapat pesan dari Intan katanya dia masih berusaha nemuin gue. Lo tahu ini nggak masuk akal, tapi gue butuh ruang buat berpikir."

"Intan masih nyari lo?"

Aku tidak percaya perempuan itu masih mencari Johan setelah apa yang dikatakannya hari itu. Tampaknya memintaku menjaga Johan hanya omong kosong belaka.

"Ada hal yang belum gue jelasin kenapa pas itu gue bisa tidur sama lo," ucap Johan mampu membuatku terpaku. "Kalau gue bilang itu nggak sengaja, itu nggak adil buat lo, Mol. Alasan gue ngelakuin itu karena gue punya perasaan yang nggak pernah gue kasih ke Intan."

"Lo pernah suka sama gue?" tanyaku memastikan.

Johan tidak menjawab justru menarik tubuhku hingga terjatuh di sofa. Aku menghindar ketika Johan berniat mencium bibirku karena bukan itu yang kubutuhkan sekarang.

"Jawab, Jo," pintaku setengah memaksa.

Johan menahan kedua lenganku ke atas dan tanpa permisi melumat bibirku dengan kuat. Aku tidak sempat menolak saat merasakan lidah Johan menelusup masuk membelit lidahku dengan penuh gairah. Dalam sekejap aku terjatuh dalam pesona Johan dan mengulang perbuatan itu untuk ketiga kalinya.

***

"Mbak Molly udah makan belum, sih?"

Aku yang baru saja memeriksa laporan penjualan bulan ini terkejut mendapat pertanyaan dari salah satu bawahanku.

"Mbak kelihatan beda dari sejak kapan hari."

Aku tersenyum tipis. "Kamu kebanyakan nonton drama."

"Saya ngerti mbak lagi galau sama cowok yang biasa nganter jemput tiap hari. Cowok yang bukan waktu itu, tapi kelihatan jelas kalau mbak Molly suka sama dia. Pagi tadi saya mergoki mbak kelihatan galau banget pas baru keluar dari mobil. Kalau ada apa-apa cerita sama saya siapa tahu saya bisa bantu kasih saran."

Aku hanya menanggapi ucapan bawahanku dengan senyuman yang kali ini dipaksakan. Aku tidak suka orang lain ikut campur masalah pribadi terlebih ini menyangkut tentang hubunganku dengan Johan yang tidak menemukan titik terang.

Menjelang pergantian senja ke malam, aku masih berdiam diri di ruanganku. Sengaja aku tidak langsung pulang ke rumah karena sudah pasti Johan ada di sana. Yang aku butuhkan sekarang hanya waktu untuk menyendiri serta memikirkan hal lain selain Johan.

Sayangnya, hingga pukul delapan malam aku belum menemukan titik terang. Ketika akhirnya Johan menjemputku, aku tidak bisa menolak selain menurut saja. Bahkan hingga tiba di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam.

"Mol, gue sama Intan udah bener-bener selesai. Gue minta soal omongan gue tadi pagi, tapi gue serius nggak pernah main-main sama lo, Mol. Kita kenal udah dari lama banget, gue nggak mau lo pergi begitu pula gue yang nggak rela lo nikah sama orang lain."

Johan terus berbicara dari balik pintu kamar membuatku tidak kuasa mengabaikannya. Aku membuka pintu kamar dan menarik Johan masuk ke dalam. Setelah itu aku menyeretnya menuju ranjang dan melakukan hal itu untuk keempat kalinya.

***