"Saya terima nikahnya Raline Andira dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan emas 20 gram di bayar tunai" ucap Evan dengan lantang sambil menggenggam tangan Ayah Raline.
Kini mereka berdua telah sah menjadi sepasang suami istri, Raline langsung mencium tangan suaminya. Sementara Evan mengecup kening Raline sebelum melingkarkan cincin di jari manis Raline.
Hati Raline sangat bahagia, karena pernikahan yang ia impikan kini sudah terwujud. Walau pesta sederhana yang di gelar di rumahnya, namun kesan sakral nan hikmat begitu terasa di hati kedua mempelai dan juga masing-masing keluarga.
"Raline, terima kasih kau sudah memilih untuk menjadi istriku. Aku sangat bahagia, semoga kita berdua selalu kompak membina rumah tangga ini" ucap Evan sambil menggenggam tangan istrinya.
Raline tersenyum. "Sama-sama sayang, aku juga sangat berterima kasih karena kamu sudah memilih aku untuk menjadi istrimu. Tentu saja kita harus kompak, karena setelah ini kita akan menjalani hubungan jarak jauh. Jadi kita harus buktikan sama semua keluarga, teman-teman kalau kita ini pasangan terhebat" gumam Raline antusias.
Evan tertawa kecil mendengar ucapan istrinya, ia langsung memeluk Raline dengan erat sebelum ritual malam pertama mereka lakukan. Evan memutuskan untuk mandi, sementara Raline sibuk menghapus semua make up yang menempel di wajahnya.
Raline memandangi tiap sudut kamarnya yang telah di hiasi oleh pernak-pernik bunga. Ia masih tidak menyangka jika hubungan nya dengan Evan bisa sampai ke jenjang pernikahan.
Raline sangat bersyukur karena Evan sangat mencintainya, terlebih lagi Evan memberikan mas kawin berupa perhiasan emas dengan berat 20 gram. Angka 20 di pilih Evan karena bertepatan dengan umur Raline yang baru saja menginjak usia 20 tahun.
Tak lama kemudian terdengar suara derit pintu kamar mandi di buka, Raline melihat sosok suaminya di cermin tempatnya kini sedang menghapus make up nya. Raline hanya tertegun melihat sosok suaminya di cermin.
Karena baru kali ini ia melihat Evan bertelanjang dada, tubuhnya yang begitu atletis. Membuat Evan terlihat sangat gagah bak burung elang yang siap mencengkeram nya. Evan yang menyadari lamunan istrinya langsung menghampiri Raline.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Evan lirih sambil memegang kedua pundak istrinya.
Raline tersentak kaget, lamunannya buyar. Ia langsung tersipu malu ketika mengetahui suaminya sudah berada di belakangnya.
"Kamu bikin aku, kaget" gumam Raline.
Evan tersenyum menyeringai, sementara Raline mengerti apa maksud senyuman suaminya.
"Aku mandi dulu ya" gumam Raline.
"Iya sayang" ucap Evan sambil memijat pelan kedua pundak istrinya.
Sementara Raline langsung beranjak dari tempat duduknya, kemudian menuju kamar mandi. Hampir setengah jam lamanya Evan menunggu Raline keluar dari dalam kamar mandi.
Evan sudah tidak sabar ingin menikmati malam pertamanya bersama Raline. Tak lama kemudian Raline keluar dari dalam kamar mandi, Evan tersenyum tipis ke arah Raline.
Dan hal itu membuat Raline tersipu malu, rona merah begitu terlihat dengan jelas di kedua pipinya. Evan langsung menghampiri Raline dan menggendong nya dengan erat.
Malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk mereka berdua, Raline mulai memejamkan matanya. Ketika Evan memulai permainannya, dalam hati Raline sangat bersyukur memiliki suami yang begitu menyayangi dirinya.
Raline berdoa semoga pernikahannya akan menjadi pernikahan pertama dan terakhir untuknya. Karena Raline begitu mencintai Evan.
***
Matahari mulai bersinar, cahayanya masuk melalui celah hordeng sebuah kamar hotel di Kota Guangzhou. Mila baru saja terbangun dari tidurnya, setelah ia mendengar gemericik air di dalam kamar mandi.
Dia menoleh ke arah samping, ternyata lelakinya telah lebih dulu terbangun. Wanita tersebut beranjak dari tempat tidur, tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang.
Dia berencana menyusul lelakinya ke kamar mandi, pakaian dalam miliknya dan juga kekasihnya masih berserakan di lantai. Mila nama perempuan itu, ia memiliki tubuh tinggi semampai layaknya seorang model, wajah oriental Indonesia-Korea, dan juga mengenyam pendidikan terbaik di Austria.
Mila mulai membuka knop pintu kamar mandi, kemudian perlahan memeluk Evan. Kekasih yang telah di pacarinya selama setahun ini.
"Sayang! Kok mandi gak ngajak aku, sih" gerutu Mila sambil melingkarkan tangannya di pinggang Evan.
"Mila! Kamu bikin aku terkejut, kamu sudah bangun? Aku gak tega bangunin kamu, karena tadi kamu masih terlelap" Evan mulai membalikkan tubuhnya ke arah Mila.
"Aku terbangun karena mendengar suara air di kamar mandi, kau sangat mengganggu tidurku!" protes Mila.
Evan tersenyum dan langsung mematikan kran yang berada di belakang punggungnya. Evan mendorong tubuh Mila perlahan dan merapatkannya ke dinding beralaskan kaca.
Tanpa pikir panjang, Evan langsung melumat bibir Mila dengan lembut. Sungguh gairah pagi ini kembali meningkat setelah semalam mereka menghabiskan waktu 2 jam untuk meluapkan kerinduan.
"Mila! Aku mencintaimu." gumam Evan lirih dan kembali mengecup bibir Mila dengan ganas, kedua tangan Evan mulai turun dan bermain di kedua gundukan milik Mila.
Dan hal itu membuat Mila sedikit menggelinjang menikmati setiap sentuhan yang Evan berikan. Pagi ini, Evan tidak ada waktu berlama-lama untuk memuaskan Mila.
Karena ia harus kembali terbang menuju Indonesia, pekerjaan Evan sebagai seorang pilot membuat nya harus rela berjauhan dari istri dan anak-anaknya. Dan tentu saja berjauhan pula dengan Mila, sang kekasih simpanan yang telah menemaninya selama satu tahun.
"Sayang, kamu sudah siap? Aku sudah packing barang-barang kamu." seru Mila antusias.
Evan menghampiri Mila sambil memeluknya. "Kamu kok gak sedih sih, kita mau berpisah untuk beberapa bulan."
Mila melepaskan pelukannya, kemudian menghela nafas. "Lalu aku harus bagaimana? Apakah aku harus terus menerus bersedih? Kalau aku sedih atau bersikap biasa saja, toh kamu juga akan tetap kembali ke keluarga kamu kan."
Evan mengerucutkan bibirnya sambil menyelipkan rambut Mila ke belakang telinganya. "Maafkan aku, Mila! Aku janji, aku akan selalu ada untuk kamu."
Mila tersenyum. "Terima kasih, sayang! Aku yakin kamu pasti menepati semua janjimu." Mila memeluk erat Evan, sementara Evan selalu saja merasa berat jika dalam moment harus berpisah dengan Mila.
Karena baginya, Mila sudah menjadi bagian hidupnya. Walau hanya setengah dari hatinya, namun ia harus berbagi dengan Raline. Istri yang sudah di nikahinya selama 10 tahun, kali ini Evan kembali ke Indonesia untuk merayakan hari pernikahan mereka yang ke 10 tahun.
"Sudah waktunya aku pergi, kau jaga diri baik-baik ya Mila. Jangan macam-macam di sini, aku akan menemui mu lagi bulan depan." gumam Evan lirih.
"Siap boss" seru Mila antusias sambil memperagakan gerakan hormat di hadapan Evan.
Evan tersenyum sambil mengacak-acak rambut Mila, kemudian Evan meraih kopernya dan menyeretnya keluar dari apartemen Mila. Evan meminta Mila untuk tidak mengantarnya sampai ke lobby, karena Evan tidak mau jika Mila bersedih karena harus berpisah dengannya.