Dengan hati-hati Zeno menempelkan kain hangat ke dahi istrinya. Suhu tubuh Cia cukup tinggi—38°, jika itu adalah Cia yang dulu, mungkin akan terasa biasa saja. Akan tetapi, sekarang tidak sama lagi. Zeno bahkan bingung ingin mengenakan selimut untuk istrinya atau malah memakaikan pakaian terbuka. Cia tidak bisa apa-apa, dia bagaikan orang sakit yang amat lemah.
"Aku lapar," katanya.
Suaranya bahkan sangat lirih bagai embus angin. Zeno yang memang terlatih cekatan, langsung mengambilkan makanan yang berupa sedikit nasi dan lauk. Sebelum istrinya berganti posisi, dia lebih dulu menyusun bantal pada kepala ranjang agar Cia bisa duduk dengan nyaman.
Untuk berganti posisi saja, Cia sangat kesusahan karena bergerak sedikit saja, tulangnya terasa remuk. Setelah Cia duduk dan Zeno menyuapinya dengan sabar, wanita itu kini hanya diam menatap jendela. Zeno yang paham menawarkan diri untuk menggendongnya dan Cia tidak menolak hal itu.