Sejak kepergian ibunya, Ara jadi lebih pendiam dan tertutup. Jika diajak teman-temannya bicara ia hanya tersenyum tipis dan menjawab seperlunya. Sari dan yang lainnya merasa kehilangan sosok Ara yang ceria.
"Ra, kami tahu kamu pasti masih kehilangan, tapi bukankah hidup terus berjalan dan ibu juga pasti sedih melihat kamu seperti ini. Dia pasti nggak mau lihat kamu bersedih berlarut -larut, Ra." Emi membuka obrolan.
"Kalian nggak tahu aja gimana rasanya. Gimana sakitnya, gimana sesaknya hidup aku tanpa Ibu." Mata Ara mulai berkaca-kaca.
"Iya, kami paham. Apa salah kalau kami merindukan sosok Ara yang dulu? Yang ceria, yang manis, yang humoris. Kami kehilangan Ara yang dulu," lanjut Sari.
"Ra, kami ngomong begini karena kami nggak mau kamu meratapi kepergian Ibu. Ikhlaskan ibu, Ra. InshaAllah beliau sudah tenang di alam sana," sambung Gea.
Ara menatap temannya satu persatu, lalu menggelengkan kepala.