Malamnya, di saat anak-anak sibuk bercanda sebelum tidur aku tidak bisa tidur sama sekali. Entah mengapa ucapan Kak Arfan tadi cukup mengganggu fikiranku. Kak Arfan, laki-laki yang baik. Tampangnya juga manis. Meskipun baru beberapa hari mengenalnya, sepertinya dia anaknya asik. Jarang bicara dan suka bercanda. Itu penilaianku terhadapnya.
"Sar, belum mau tidur?" tanya Ara. "Lihat tuh Emi sudah mimpi makan enak."
Aku melirik ke arah Emi. Ia mengelap kedua pipinya dengan kedua punggung tangannya secara bergantian. Aku tersenyum tipis melihatnya. Sementara Riska juga sudah tidur dengan gaya kalemnya.
"Belum ngantuk, Ra," sahutku, kemudian mengubah posisi menelungkup di kasur, hanya saja dada dan kepalaku kuangkat untuk membaca buku harian milik Ara.
"Sepertinya ibu dan ayahku menyukaimu."
"Oh ya?"