Eva diam saja, kedua tangannya saling bertaut dan berkeringat. Ia benar-benar takut dibentak seperti itu. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Aris mepersilahkan orang itu masuk. Pintu terbuka, Yanto datang dengan membawa segelas teh hangat. Ia melihat wajah Eva ketakutan dan wajah Aris memerah.
"Ini minumannya, Pak."
"Ya. Terimakasih."
Yanto baru saja akan keluar dari ruangan itu, tapi ia mendengar Aris marah.
"Belum juga diterima kerja di sini, penampilan kamu sudah nggak banget. Gimana ada yang mau beli kalau sales counternya saja nanti seperti ini." Aris mengangkat gelas yang baru saja diletakkan oleh OB, lalu menyeruputnya.
'Tumben nggak terlalu manis, biasanya Yanto selalu kemanisan kalau bikinin saya teh.' Batinnya berkata, lalu kembali meletakkan gelas itu ke meja. Yanto berbalik, ia kembali mengetuk pintu.
"Permisi, Pak."
"Ya. Ada apa?"