Aku sempat bingung harus bagaimana, tapi pada akhirnya aku nekat mendorong dada Kak Angga sebelum dia berhasil mencium, lalu langsung pergi dari sana. Kak Angga panik. Ia mengejarku, lalu menarik tangan. Ia bahkan berkali-kali meminta maaf, karena tidak tahu jika aku bisa semarah itu.
"Sar, please ... maafin Kakak. Itu hal biasa, Sar. Kenapa kamu harus marah?"
"Apa? Hal biasa? Jadi kakak sudah biasa melakukan hal seperti itu?" tanyaku seraya menggeleng-gelengkan kepala. "Aku pikir kakak itu beda. Aku pikir kakak itu tidak seperti banyaknya lelaki di luaran sana. Ternyata ... " Aku menatapnya kecewa. "Kakak ... sama."