"Eh jawaban nomor empat apa? Belum diisi, ya?" tanya Emi pada yang lain saat mereka belajar kelompok di rumah Riska.
"Iya, nomor empat lagi dicari," sahut Sari.
"Mama! Ma!"teriak Riska, kesal.
Sari, Ara, Lala, Gea dan Emi kaget melihat sikapnya. Tergopoh mamanya datang.
"Ada apa sih?"
"Minum mana? Kok belum dibuatin?"
"Oh, iya, maaf Sayang, mama buatin dulu, ya!"
"Iya. jangan lama!"
Emi sampai menelan ludah melihatnya. Di antara mereka tidak ada yang seberani itu dengan orang tuanya, meskipun Ara kadang terlihat seenaknya, tapi dia hanya bercanda, tidak seperti Riska yang benar-benar marah.
"Kamu nggak punya pembantu?" tanya Lala, ragu.
"Ada sih, tapi rata-rata yang kerja di sini pasti tidak bertahan lama, katanya sih ... nggak tahan sama sikap aku. Heran juga, emang aku kenapa, ya?" Riska tersenyum tipis, masih melanjutkan menulis di bukunya.
Teman-temannya saling pandang dan Sari mencoba bicara dengan perlahan.
