"Boleh minta waktumu sebentar?"
Junior menghadang langkah Purie, kini ia berdiri persis di hadapan gadis bertubuh ramping yang diapit oleh kedua sahabat yang berdiri di sisi kanan dan kirinya tersebut.
*Beberapa hari kemudian*
Hari kian berganti. Tak sedetikpun waktu berlalu tanpa keresahan. Sejak saat itu, hari di mana Juwita tak sengaja mendengar percakapan antara sang ibu dengan sang nenek. Hatinya terus-menerus diliputi rasa gundah. Keadaan seolah mendesak dirinya agar lekas-lekas pindah. Beranjak pergi ke kota, meninggalkan desa.
Langkah kaki gadis lugu itu tampak ragu-ragu. Begitu juga dengan raut wajahnya nan cantik jelita, menyiratkan bahwa kepergiannya penuh paksa. Rambut panjangnya yang lurus dan membelah pinggir itu dibiarkan tergerai. Hingga angin peron stasiun kereta menerpa rambutnya tanpa sungkan.