Di samping situasi berlibur sembilan mahasiswa itu, tampak ada seorang pria yang memakai setelan jas kantor elegan berdiri di sebrang deretan villa. Ia berkulit putih bersih, tubuhnya jangkung dengan senyum menawan, rambut hitamnya tampak tertata dengan minyak rambut yang tidak berlebihan.
Pria itu berdiri di samping mobil sedan mewahnya yang berwarna hitam metalik. Dia tidak sendirian, melainkan bersama seorang sopir dan satu asisten pria yang berdiri di belakangnya.
"David, apa kamu benar-benar sudah mencari tahu ke semua pihak dan tempat yang sekiranya didatangi Celine? Ini sungguh konyol. Sudah hampir tiga bulan dia menghilang. Celine tidak pernah mempermainkanku seperti ini. Dan sekarang, mengapa villanya ditempati anak-anak ingusan itu?" tanya Edgar yang seraya melihat Felicia dan Ryan tampak berlari pelan di jalanan menurun.
Ya, namanya adalah Edgar Wirawan. Seorang pengusaha yang memiliki perusahaan manufacture dan lumayan dikenal namanya di provinsi Jawa Barat itu.
David sang asisten langsung menunduk. "Saya sudah berusaha mencari Nona Celine semaksimal mungkin, Pak. Saya benar-benar tidak menemukan jejaknya. Setahu saya, hampir tiga bulan yang lalu tempat terakhir yang dikunjungi Nona Celine adalah villa tersebut. Bukankah anda yang selalu berkabar dengannya? Anda dan Nona Celine juga memilih tempat ini untuk bertemu denga naman." Jelas David.
"Rumahnya yang ada di London?" Tanya Edgar lagi.
David menggeleng pelan. "Rumah itu kosong, Pak Edgar. Seperti sudah lama juga tidak ditempati. Anda pun tahu Nona Celine adalah anak yatim piatu. Dia hidup sendirian dan tidak memiliki keluarga lain lagi."
Kedua tangan Edgar terkepal dan rahangnya pun mengeras. Matanya tajam melihat gerak-gerik para mahasiswa yang terlihat senang berlibur di salah satu villa miliknya.
"Siapa yang mengijinkan mereka menyewa villa itu? Masih ada villa kosong lainnya. Apa Mang Asep tidak diberitahu kalau villa itu tidak boleh ada yang menyewa? Aku kan sudah bilang, di sana pasti masih ada barang-barangnya Celine." Tegas Edgar yang sepertinya marah.
"Baik Pak. Setelah ini saya akan menemui Mang Asep."
Napas Edgar pun memburu, ia pun juga melihat keponakan jauhnya sekilas. Andrea, yang memang masih satu keluarga dengan Edgar juga. Keluarga dari sepupu jauh, namun Edgar masih cukup berhubungan baik dengan orang tua gadis itu.
Edgar pun hanya bisa diam. Tidak bisa menegur Andrea karena gadis itu memang tidak bersalah.
Hanya saja Edgar kesal, padahal ia ingin masuk ke villa itu untuk melihat-lihat beberapa barang milik Celine yang menurutnya masih ada.
"Apa istriku ke sini?" Tanya Edgar.
David langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak. Bu Sarah tampak sibuk dengan urusan butik dan bertemu dengan istri-istri pengusaha yang lain. Mang Asep selalu memberi laporan ke saya."
"Argh!! Lalu ke mana perginya Celine???? Aku benar-benar tidak bisa jika tidak segera bertemu dengannya. Suruh semua orang bayaran mencari keberadaan Celine sampai dapat, David!! Aku yakin Celine tidak kabur, dia pasti mengalami sesuatu yang tidak bisa dikatakan padaku!!" Pinta Edgar dengan tegas.
"Baik, Pak. Saya hubungi mereka sekarang." Ujar David seraya membukakan pintu mobil yang tertuju pada jok penumpang.
Edgar pun berkacak pinggang, berbalik dengan hembusan napas yang memburu. Pria itu segera masuk lagi ke dalam mobil.
Dan mobil sedan itu pun segera melaju pergi saat Edgar meminta untuk pergi.
Betapa rindunya ia dengan Celine. Wanita cantik blasteran Belanda-Indonesia. Wanita yang sudah ia kenal selama hampir empat tahun. Wanita yang berhasil mengobrak-abrik hatinya dengan segudang keanggunan dan paras yang sangat cantik.
Celine, wanita yang berhasil membuat Edgar akan melakukan apa saja untuk bisa mendapatkannya.
Dan Edgar berhasil menjalin hubungan gelap dengan Celine sejak enam bulan yang lalu. Itu berarti, Edgar baru tiga bulan saja menikmati waktunya bersama Celine. Tiga bulan terakhir, Celine menghilang begitu saja dan tidak ada kabar.
Wanita itu juga membuka jasa les piano untuk anak-anak usia 10 tahun hingga 17 tahun. Dan Edgar pun sudah mencari tahu pada orang tua anak-anak tersebut. Para orang tua itu juga bilang, bahwa Celine sudah menutup jasa les piano sejak satu minggu sebelumnya. Hal yang membuat Edgar cukup heran, karena setahunya Celine sangat menyukai mengajar les piano pada banyak anak.
Edgar memijat pelipisnya ketika mengingat-ingat hal itu. Dadanya begitu sesak kehilangan sosok wanita yang amat ia cintai setengah mati. Padahal ia pun sudah sempat berjanji pada Celine, bahwa ia akan menikahinya lalu menceraikan Sarah dengan alasan yang sudah disiapkan.
***
Tanpa Edgar ketahui, sejak tadi istrinya juga berada di tempat yang sama, namun dengan jarak yang cukup aman sehingga Edgar tidak merasa dipantau.
Sarah, wanita berbadan langsing dan tegap itu lantas tersenyum ketika melihat mobil suaminya sudah pergi. Ia langsung mengangkat kacamata hitam yang menutupi sepasang mata tajamnya sejak tadi.
Lalu ia mendengus kecil disertai dengan senyuman miring. "Percuma kamu terus-terusan cari dia, Mas. Kamu tuh gak akan pernah nemuin wanita jalang itu. Dan dia juga gak akan pernah mendatangimu lagi. Sehingga, kamu tidak akan bisa menceraikanku. Aku istri sahmu, pantas untuk melakukan apa pun demi mempertahankan rumah tanggaku denganmu." Ujarnya dengan tersenyum smirk. Bibirnya tampak ranum dan tegas dengan menggunakan lipstick matte warna merah darah.
Sedangkan asisten wanita yang berdiri di belakangnya itu tetap diam dan sudah terbiasa menyaksikan majikannya bicara sendiri.
"Ziva, tunggu saja di sini. Saya mau masuk, mampir ke sana. Mau menyapa anak-anak ingusan itu." Ujar Sarah pada asistennya yang bersama Ziva.
Ziva langsung mengangguk paham. "Baik, Bu Sarah." Balasnya tegas.
Sarah pun langsung berjalan pelan menuju pada villa yang disewa Andrea dan teman-temannya. Ia tidak datang dengan tangan kosong, melainkan sudah membawa paper bag besar yang berisi dua box makanan berupa lasagna utuh dengan ukuran 20x20 centi.
Wanita itu tampak berjalan sangat elegan bak seorang model. Dan ia selalu mengenakan setelan dari butiknya sendiri. Hari ini suasana hatinya sedang baik, maka ia mengenakan midi dress berwarna orange, tampak terlihat nyentrik juga dengan jepit berbentuk topi kecil di kepala sebelah kanan. Style ala korea.
Yang pertama kali melihat kedatangan Sarah adalah Alvin dan Kina. Karena mereka berdua yang kebetulan sedang menikmati sinar matahari di halaman villa.
"Selamat pagi…" sapa Sarah dengan ramah.
Kina dan Alvin saling pandang. Lalu mereka segera menyapa balik. "Pagi… anda siapa ya?" Tanya Kina yang berani. Alvin hanya mengangguk dan tersenyum ramah.
Sarah langsung tersenyum lebar. "Saya tantenya Andrea, istri dari pemilik semua villa di sini. Kebetulan mampir saja karena lewat area sini. Boleh tante masuk?"
Karena Kina tiba-tiba tampak gugup dan ragu, jadilah Alvin yang menjawab. Pria itu juga sudah lapar mata karena tahu Sarah membawakan makanan yang terlihat sedikit dari paper bag itu. "Oh, tentu. Silakan masuk saja, Tante." Seru Alvin dengan bersemangat.
*****